Nama
: Johannes Nababan
STT. Abdi Sabda
No Copy yah?
I.
Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sudah
tegas dinyatakan bahwa hak-hak seorang anak harus dilindungi. Akan tetapi
sampai pada hari kenyataannya masalah
pelanggaran HAM terhadap anak terus terjadi, mulai dari khasus pemukulan sampai kepada penyimpangan
sex terhadap anak. Dengan alasan inilah maka kami penyeminar akan memaparkan
hasil dari kajian kami tentang Tinjauan Etika Kristen tehadap Hak Asasi Anak
dan Tanggung-jawab Orang terhadap Anak dalam Keluarga Kristen. Semoga diskusi
seminar ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II. Pembahasan
2.1.Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia)
2.1.1.
Pengertian HAM secara Umum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hak
Asasi Manusia diartikan sebagai hak dasar atau hal pokok, seperti hak hidup dan
hak untuk mendapatkan perlindungan.[1]
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki menurut kodratnya, yang tidak dapat
dipisahkan dari pada hakekatnya yang bersifat suci.[2]
Hak-hak dasar melekat sejak lahir. Hak-hak tersebut dimiliki seorang karena ia
manusia. Hak-hak tersebut berlaku bagi setiap anggota umat manusia tanpa
memperhatikan faktor-faktor pemisah seperti ras, agama, warna kulit, kasta,
kepercayaan, jenis kelamin atau pun kebangsaan. Hak-hak dasar itu menjadi milik
umat manusia sebagai perorangan maupun milik kelompok manusia sebagai wujud
milik bersama. Hak-hak itu merupakan prinsip kebebasan serta keadilan, yang
begitu berurat berakar dalam tradisi serta hati nurani masyarakat, tanpa itu
tidak akan adanya suatu keadilan yang jujur dan bijaksana. Hak-hak begitu suci
dan tertanam dalam-dalam. Hak-hak dasar itu berperan penting sebagai
garis-garis batas moral bagi wewenang pemerintah. Hak itu harus dilindungi dari
penyalahgunaan.[3]
2.1.2. Pengertian HAM
secara Alkitabiah
Secara tidak langsung tidak ada istilah
HAM ditemukan akan tetapi mengenai hak-hak terdapat banyak dalam bagian dalam
arti bahwa hak-hak normal bagi anggota-anggota komunitas perjanjian. Sebagai
contoh dalam Yeremia 5:28 disinggung mengenai kejahatan manusia, siapa yang
mempunyai kekuatan dan kekayaan mereka tidak memberikan hak-hak untuk orang
miskin, yatim piatu atau tidak menunjukkan keadilan yang tertindas. Hal yang
serupa juga dapat dilihat dalam (Maz. 82:2-4; 140:12; Amsal 31:8; Pkh. 5:8;
Rat. 3:34-36). Dalam pengertian hak-hak manusia sekarang tidak diragukan lagi
bahwa ide-ide sudah ditegaskan dalam Alkitab.[4]
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sang
Pencipta sehingga karena itulah HAM itu dianggap bersifat kodrati sekaligus
ilahi. Oleh karena itu tidak ada satupun di dunia ini yang dapat mencabutnya.[5]
2.2.Latar
Belakang Munculnya HAM di Indonesia
Sepanjang sejarah, manusia telah saling
menindas satu sama lain. Berdasarkan beberapa hal yang sifatnya kebetulan,
seperti ras, warna kulit, etnisitas, kelahiran, kelahiran, kebangsaan, gender,
orientasi seksual, usia, kelas, kasta atau agama. Kemanusiaan manusia itu
sendiri telah diperkosa. Penindasan dan diskriminasi mewujud dalam beberapa
bentuk seperti perbudakan, pemenjaraan, penyiksaan, kekerasan, kemiskinan,
pembuangan, pelecehan, yang intinya dehumanisasi. Sering sekali warga negara
mengalami kekerasan oleh negara dengan mengatasnamakan agama. Prasangka dan
diskrimansi bukanlah hal yang baru lagi lagi tetapi hingga saat ini komunitas
manusia telah menyuarakan penindassan ini sebagai suatu pelanggaran hak-hak
asasi manusia (HAM), setidaknya dalam teori, mengutuk praktik semacam yang
demikian. Pelanggaran HAM terus berlangsung dalam dunia, meskipun ada beberapa
kemajemukan dan selalu terbuka kemungkinan untuk pelanggaran yang lebih hebat.[6]
Selama perang dingin, masing-masing
dari ketiga dunia “Dunia” rupanya mempunyai penekanan pada aspek yang
berbeda-beda tentang HAM. Dunia pertama menekankan hak-hak sipil dan politik
dan hak milik pribadi. Dunia kedua memberi prioritas pada hak sosial, ekonomi
dan kebudayaan sebagai pra syarat bagi hak-hak sipil dan politik. Dunia ketiga
juga menekankan hak-hak sosial, ekonomi dan kebudayaan, serta hak penentuan
nasib sendiri dan hak untuk pembangunan. Hak-hak tersebut merupakan hasil
perjuangan sendiri-sendiri dari ketiga dunia itu, yang secara ideologis berbeda
karena sedikit sekali memiliki pendasaran atas teori tentang HAM.[7]
Yang kemudian Deklasrasi Universal Hak Asasi Manusia PBB (1948) ini begitu
besar pengaruhnya sehingga sering dilukiskan sebagai “A New Magna Charta Of
Human Rights”. Dan semua hak tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang
Internasional tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang didasarkan pada
dokumen-dokumen PBB, serta semua itu mensyaratkan penghormatan dan kesempatan
bagi perkembangan umat manusia.[8]
HAM muncul dengan memiliki landasan
Alkitabiah yang tertulis dalam Kej. 1:27 “Maka Allah menciptakan manusia
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka.” Masyarakat manusia manapun, jika hendak ditata dengan
baik dan produktif, haruslah menetapkan prinsip ini sebagai dasar, yakni bahwa
setiap manusia adalah suatu pribadi, artinya hakikatnya dianugerahi dengan
kecerdasan dan kehendak bebas. Sesungguhnya, justru karena dia adalah salah pribadi,
dia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban ini bersifat universal dan tidak
bisa diganggu gugat, sehingga tidak dapat dilepaskan dengan cara apapun.[9]
2.3.Jenis-jenis
HAM (Hak Asasi Manusia)
Berikut yang menjadi beberapa jenis-jenis HAM (Hak Asasi
Manusia) yaitu:
1. Kebebasan Beragama[10]
Kebebasan dalam beragama merupakan hak
asasi manusia dan merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun. Dalam pasal 18 DUHAM menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan pikiran hati nurani dan agama, hal ini juga termasuk kebebasan untuk
memeluk agama. Karena tidak seorangpun boleh dikenakan paksaan yang dapat
mengurangi kebebasan untuk menganut agama. Setipa orang bebas memeluk agama dan
beriadah menurut kepercayaannya.
2. Bebas Untuk Hidup
Dalam UUD 45 Pasal 281 ayat 1
menyatakan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak diperbudak hak untuk diakui
dihadapan hukum adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
2.4.Contoh-contoh
Kasus HAM
Masalah dalam pelanggaran HAM masih
sering terjadi dimana-mana pasal 1 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang kelompok atau termasuk aparat
pemerintah baik disengaja maupun tidak disengaja.[11]
Hampir dalam setiap kehidupan ditemukan pelanggaran HAM, dan pelanggaran itu
dapat dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Kasus pelanggaran HAM dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu:[12]
1.
Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi:
·
Pembunuhan Massal
·
Penyiksaan
·
Perbudakan
·
Pemerkosaan
2.
Kasus pelanggaran HAM yang bersifat biasa, meliputi:
·
Pemukulan
·
Penganiayaan
·
Pencemaran nama baik
·
Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya.
2.5.Makna HAM
Secara umum Hak Asasi Manusia adalah
hak dasar atau hak pokok yang dimiliki manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha
Esa. Yang dimana manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai
dengan bakat dan cita-citanya.[13]
Ada 2 makna yanng terkandung dalam HAM tersebut yaitu:
1. HAM merupakan
hak alamiah yang melekat pada diri manusia atau hak yang sesuai dengan kodrat
manusia.
2. HAM ini
menerapkan untuk menjaga harkat dan martabat manusia, karena tanpa HAM manusia
tidak dapat hidup.[14]
2.6.Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Anak
Indonesia adalah suatu negara yang
mengakui adanya HAM. Dimana Hak Asasi Manusia tidaklah terpisahkan, dengan
wajib asasi manusia yang mewujudkan dalam nilai dan norma yang terkandung dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bagi bangsa Indonesia Hak Asasi Manusia
ini tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi perpaduan yang utuh menyeluruh dari
kehidupan jasmani dan rohani, kehidupan keagamaan, kepercayaan serta kehidupan
ideologi, politik, ekonomi, budaya dan pertahanan keamanan. Secara kontekstual
bangsa Indonesia masih dapat memuatkan nilai-nilai fundamental dan universal
mengenai hak-hak asasi manusia dalam tiga dimensi keterhubungan, yakni sebagai
pribadi yang berhubungan dengan antar bangsa. Hak asasi manusia dalam kehidupan
nasional dengan harapan bangsa Indonesia tidak lagi memperdebatkan siapa yang
benar. Namun dalam hal ini sama-sama dapat mengkonsentrasikan dengan kemampuan
nasional untuk mengsukseskan perjuangan seluruh bangsa Indonesia yaitu pembangunan
nasional hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Oleh karena itu dapat dikatakan
bangsa Indonesia dapat memberikan perspektif yang tidak hanya berskala
internasional.[15]
Dan yang menjadi titik tolak HAM di Indonesia adalah UUD 1945 dan Pancasila,
dimana jelas dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dikatakan “bahwa kemerdekaan
itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan”. Jadi
berdasarkan hal tersebut setiap orang memiliki kebebasan. Hal ini juga
dipengaruhi konteks Indonesia terjajah. Pernyataan ini menunjukkan bahwa setiap
tindakan dan keputusannya harus memperlihatkan peri kemanusiaan dan peri
keadilan. Kemudian dalam UUD 1945 menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan
warga negara untuk memeluk agama dan kepercayaan masing-masing dan untuk
beribadah menurut agama dan kepercayaannya. Dalam Pancasila juga jelas
dikatakan “Kemanusiaan yang adil dan beradap”.[16]
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia
dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung
jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap perlu mendapatkan
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik
secara fisik internasional, mental kemampuan sosial, untuk itu perlu dilakukan
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberi jaminan
terhadap pemenuhan hak-hak tanpa pemberlakuan diskriminatif. Negara sangat
menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk didalamnya hak asasi anak yang
ditandai dengan adanya jaminan perlindungan dan memenuhi hak anak dalam
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945dan beberapa ketentuan
peraturan perundang-undangan baik itu yang bersifat nasional dan juga
internasional. Ini dikuatkan melalui ratifikasi konvensi internasional tentang
hak anak, yaitu pengesahan konfensi Hak Anak melalui keputusan presiden Nomor 36
Tahun 1990 tempat pengesahan convention on The Rinhis of Child (konvensi
tentang hak anak-anak). Negara, pemerintah, pemerintah daerah Masyarakat,
keluarga dan orang tua berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan menjamin
terpenuhinya hak-hak asasi anak, sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Perlindungan terhadap anak yang dilakukan selama ini belum memberi jaminan bagi
anak untuk mendapat perlakuan dan kesempatan yang sesuai dengan kebutuhannya
dalam berbagai kehidupan, sehingga dalam melaksanakan upaya perlindungan
terhadap hak anak oleh pemerintah harus didasarkan pada prinsip hak asasi
manusia, yaitu penghormatan, pemenuhan dan perlindungan atas hak anak. Sebagai
implementasi dari ratifikasi tersebut, pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang
no 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang secara suftansi telah mengatur
beberapa hal antara lain persoalan anak yang sedang berhadapan dengan hukum,
anak dari kelompok minoritas, anak dari korban Eksploitasi ekonomi dan seksual,
anak yang diperdagangkan, anak korban kerusuhan, anak yang menjadi pengungsi
dan anak dalam situasi konflik bersenjata, perlindungan anak yang dilakukan
berdasarkan prinsip nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan
terhadap pendapatan anak, hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang.[17]
2.7. Faktor Pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Anak[18]
Kekerasan pada anak merupakan tindakan
melukai berulang-ulang secara fisik, emosional, verbal terhadap anak yang
ketergantungan, melalui desakan hasrat hukuman badan yang tidak terkendali,
degedrasi dan cemooh permanen atau kekerasan seksual. Terry E. Lauson,
psikiater internasional yang merumuskan tentang kekerasan pada anak. Dia
menyebutkan ada empat macam yaitu:
1. Kekerasan
secara fisik yang melukai bagian tubuh pukulan itu akan di ingat oleh anak jika
proses itu terus terjadi terus menerus
2. Kekerasan
secara emosional terjadi ketika orang tuanya atau pengasuhnya ataupun juga
pelindung anak setelah melihat anak butuh perhatian tapi mengabaikan anak itu,
itu juga akan membuat anak mengingat hal tersebut
3. Kekerasan
secara verbal yaitu dimana sipelaku menggunakan komunikasi namun menghina,
mengejek dan mencaci maki atau melecehkan anak dan melakukan tindakan kekerasan
mental pada anak
4. Kekerasan
secara seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap pada lingkungan rumah tersebut. Pemaksaan hubungan seksual yang
tidak wajar ini adalah merupakan perilaku yang tidak
disukai.
2.8.Tinjauan Etika Kristen terhadap Hak Asasi Anak dan
Tanggung Jawab Orang terhadap Anak dalam Keluarga Kristen
Gereja atau jemaat lokal yang adalah
komunitas orang percaya atau biasa disebut komunitas iman. Apa yang
mempersatukan orang-orang ini adalah iman, oleh karena itu urusan utamanya
adalah bagaimana iman mereka ditumbuhkan sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangan
jemaat termasuk didalamnya anak dan remaja.[19]
Gereja memenuhi suatu tugas asasi sebab dia dipanggil untuk menyingkapkan dan
menunjukkan lagi dalam sejarah, contoh dan perintah Kristus Tuhan, yang
menempatkan anak pada pusat Kerajaan Allah, “biarkanlah anak itu datang
kepada-Ku dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang
seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga”. Sikap-sikap menerima, kasih
penghargaan, dan kepedulian yang bersegi-segi dan terpadu yaitu kepedulian
dibidang-bidang jasmani , emosional, pendidikan, dan rohani kepada setiap anak
yang datang ke dunia ini, harus selalu menjadi ciri khusus dan hakiki semua
orang Kristen, khususnya keluarga Kristen, dengan demikian anak-anak yang
mampu, semakin bertambah hikmatnya dan besarnnya, dan semakin dikasihi oleh
Allah dan manusia.[20]
Orang tua sebagai salah satu kategorial
pelayan Gereja membutuhkan bimbingan untuk menjadi orang tua yang baik.
Disinilah Gereja berperan dengan tugas pembinaan warga jemaat khususnya
menyelenggarakan pendidikan agama Kristen dan Perlindungan Anak. Hal ini
penting karena banyak orang tua yang belum siap menjadi pendidik bagi anak-anak
mereka tentang iman, moral dan karakter. Tugas inilah yang harus dilakukan
gereja melalui komisi anak dan remaja.[21]
Jadi keluarga itu adalah atas dasar pernikahan dan keluarga yang beriman itu
haruslah melihat anak itu sebagai titipan dan berkat daripada Tuhan agar bisa
terjadi pembelaan aan Hak Anak itu.[22]
2.9.Refleksi Teologis
Kekerasan
terhadapanakbukanlah gaya hidup dan cara menyelesaikan masalah dalam
keluarga yang berdasarkan firman Tuhan. Setiap bentuk dan ekspresi yang sekalipun bertujuan
baik, bila dilakukan dengna jalan kekerasan adalah melawan kehendak Tuhan.
Paulus menekankan soal ketaatan yang mengandung unsur rasa hormat bagi posisi
yang dituakan dalam Efesus 6:1-9. Menjelaskan betapa pentingnya kasih dalam
kekeluargaan, di ayat (4) bahwa bapa-bapa (orang tua) haruslah mendidik anaknya
dalam ajaran dan nasihat Tuhan, tanpa harus membangkitkan amarah di dalam hati
anak-anakya.
Sebuah ketaatan dan rasa hormat yang bersumber dari ketulusan. Setiap
anggota keluarga perlu mengembangkan sikap ketaatan dan kasih yang menjadi cara
berelasi antara suami dan istri. Menurut Paulus hal ini tidak mungkin terjadi
sikap arogan: semena-mena, melecehkan, meremehkan, dan tidak menjadi teladan
dal;am hubungna rumah tangga.[23]
III.
Analisa Penyeminar
Semua manusia memiliki hak yang
telah melekat pada diriya sejak ia lahir, untuk itu perlulah semua manusia
saling menghargai dan saling menghormati antara satu dengan yang lainnya,
(termasuk seorang anak).Anakadalahamanah Allah yang
menjadi tanggung jawab setiap orang tua untuk mendidik,
membina dan menjadikan mereka generasi penerus yang tahu eksistensinya sebagai hamba
Allah yang harus mengabdikepada-Nya. Anak masih sangat membutuhkan bimbingan bagi kedua
orang tuanya. Ia mempunyai jiwa yang
suci dan cemerlang bila ia sejak kecil dibiasakan baik, dididik dan dilatih, sehingga ia tumbuh dan berkembang menjadi anak yang
baik pula. Sebaliknya, apabila ia dibiasakan berbuat buruk,
nantinya ia terbiasa kepada perbuatan buruk dan menjadikan ia celaka.
Upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap anak bukan hanya tugas orang tua dan masyarakat tetapi negara ikutan dil dalam hal tersebut. Negara
adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang
sah dan ditaati oleh rakyatnya.[24]Perlindungan anak itu penting untuk segala kegiatan
yang menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
IV. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari pada hakekatnya yang bersifat suci. Hak-hak dasar melekat sejak lahir. Hak-hak tersebut dimiliki seorang karena ia manusia. Hak-hak tersebut berlaku bagi setiap anggota umat manusia tanpa memperhatikan faktor-faktor pemisah seperti ras, agama, warna kulit, kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau pun kebangsaan. Demikian juga seorang anak memiliki hak di dalam keluarga, sehingga hak anak tersebut perlu di berikan sebagaimana seharusya ia terima.
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dari pada hakekatnya yang bersifat suci. Hak-hak dasar melekat sejak lahir. Hak-hak tersebut dimiliki seorang karena ia manusia. Hak-hak tersebut berlaku bagi setiap anggota umat manusia tanpa memperhatikan faktor-faktor pemisah seperti ras, agama, warna kulit, kasta, kepercayaan, jenis kelamin atau pun kebangsaan. Demikian juga seorang anak memiliki hak di dalam keluarga, sehingga hak anak tersebut perlu di berikan sebagaimana seharusya ia terima.
V. Daftar Pustaka
Bina Seri, Keluarga
Kristen dalam Dunia Modern, Yogyakarta: Kanisius anggota IKAPI, 2011
BudiardjoMirrian,Dasar-dasarIlmuPolitik,
Jakarta: PTGramediaPustakaUtama, 2009
Daniel
Nuhamara, Bahan Ajaran Mata Kuliah PAK Kategorial, Salatiga 2009
Daniel
Numahara, Strategi Pelayanan Anak dan Remaja dalam Gereja, Jurnal Salatiga
2013
Djarot Eros, Hak-hak Asasi Manusia dan Media, Jakarta:
Yayasan Obor Emas, 1998
Doughlas J.D., Human
Rights: A Christian Perspective, Quezon City: New Day Publishing, 1990
E.G.Homrighausen
dan Enklar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM, 1991
Gulo
Sokhinaso, Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta: BPK-GM, 1994
J. Barus Erick,
Kebebasan Beragam HAM dan Komitmen Kebangsaan, (Jakarta: Bidang Marturia
PGI, 2009
KBBI, 334
Penjelasan
atas, Undang-Undang Republik Indonesia 35 Tahun 2014, tentang perubahan UU no
23 Tahun 2002
Purbopranoto
Kuntjoro, HAM dan Pancasila, Jakarta: Pradya Paramita, 1982
Sahara Theo, KDRT Menurut Firman Tuhan, Bandung: Jurnal Info Media, 2009
Sairin Weinata
& J.M. Pattiasina, Hubungan Gereja dan Negara dan Hak Asasi Manusia, Jakarta:
BPK-GM, 1996
Simanjuntak P.
N. H., Pendidikan dan Kewarganegaraan, Jakarta: Grasindo, 2007
Sukri Ahmad, Peranan
Komisi Perlindungan Anak Sumatera Utara dalam Memerangi Kekerasan Anak-anak, Medan:
Repositori USU, 2011
Thompson J.
Milbur, Keadilan dan Perdamaian, Jakarta: BPK-GM, 2009
Tindage Rudy,
Rainy MP Hutabarat, Gereja dan Penegakan HAM, Yogyakarta: Kanisius, 2008
Sumber Lain
https://kasusham.blogspot.com/ diakses pada
tanggal 11 November 2016 pukul 12.30 di Gajebo Aspra kamar 16
https:// www.
Prezi.com/6vlofhe0y5d/Makna HAM. Html, diakses pada tanggal 30 Oktober 2016
pukul 20.00 Wib
https:// www.
Brainly.co.id. Makna Yang Terkandung dalam HAM, diakses pada tanggal 30 Oktober
2016 pukul 20.00 Wib
[1]KBBI, 334
[2] Kuntjoro Purbopranoto, HAM dan Pancasila, (Jakarta: Pradya
Paramita, 1982), 19
[3] Eros Djarot, Hak-hak Asasi Manusia dan Media, (Jakarta: Yayasan
Obor Emas, 1998), 13-15
[4] J.D. Doughlas, Human Rights: A Christian Perspective, (Quezon City:
New Day Publishing, 1990), 63
[5] Rudy Tindage, Rainy MP Hutabarat, Gereja dan Penegakan HAM, (Yogyakarta:
Kanisius, 2008), 81
[6] J. Milbur Thompson, Keadilan dan Perdamaian, (Jakarta: BPK-GM,
2009), 164-165
[7] J. Milbur Thompson, Keadilan dan Perdamaian, 175
[8]Weinata Sairin & J.M. Pattiasina, Hubungan Gereja dan Negara dan Hak
Asasi Manusia, (Jakarta: BPK-GM, 1996), 54
[9] J. Milbur Thompson, Keadilan dan Perdamaian, 164
[10]Erick J. Barus, Kebebasan Beragam HAM dan Komitmen Kebangsaan, (Jakarta:
Didang Marturia PGI, 2009), 205
[11]P. N. H. Simanjuntak, Pendidikan dan Kewarganegaraan, (Jakarta: Grasindo,
2007), 46
[12]https://kasusham.blogspot.com/ diakses pada tanggal 11 November 2016 pukul 12.30 di Gajebo Aspra kamar
16
[13]https:// www. Prezi.com/6vlofhe0y5d/Makna HAM. Html, diakses pada tanggal
30 Oktober 2016 pukul 20.00 Wib
[14]https:// www. Brainly.co.id. Makna Yang Terkandung dalam HAM, diakses pada
tanggal 30 Oktober 2016 pukul 20.00 Wib
[15] Weinata Sairin & J.M. Pattiasina, Hubungan Gereja dan Negara
dan Hak Asasi Manusia, 82
[16]Sokhinaso Gulo, Hak-Hak Asasi Manusia, (Jakarta: BPK-GM, 1994), 46
[17]Penjelasan atas, Undang-Undang Republik Indonesia 35 Tahun 2014, tentang
perubahan UU no 23 Tahun 2002, 52-53
[18]Ahmad Sukri, Peranan Komisi Perlindungan Anak Sumatera Utara dalam
Memerangi Kekerasan Anak-anak, (Medan: Repositori USU, 2011), 14
[19]Numahara Daniel, Strategi Pelayanan Anak dan Remaja dalam Gereja, (Jurnal
Salatiga 2013), 5
[20]Seri Bina, Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, (Yogyakarta:
Kanisius anggota IKAPI, 2011), 34
[21]Nuhamara Daniel, Bahan Ajaran Mata Kuliah PAK Kategorial, (Salatiga
2009), 17
[22]Homrighausen E.G. dan Enklar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-GM, 1991), 145
No comments:
Post a Comment