UUD 1945 PASAL 29 AYAT
(2) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEBEBASAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
KARYA ILMIAH
Oleh :
Johannes
Nababan
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA
ABDI SABDA MEDAN
2016
I.
Pendahuluan
Ketika
berbicara mengenai kebebasan beragama akan memperhadapkan kita kepada beberapa
masalah yang cukup rumit dan benar-benar mempegaruhi kehidupan kita. Dalam
kaitan ini jika kita tidak peka dan paham akan apa itu sebenarnya kebebasan
beragama dan apa-apa saja yang dapat mempengaruhi munculnya masalah, maka kita
tidak akan dapat berpikir luas dan tidak fanatik terhadap agama lain. Oleh
sebab itu dalam paper ini, penulis mau mencoba menjelaskan, apa itu kebebasan
beragama menurut UUD 1945 ayat 2, dan implikasinnya terhadap kebebasan Umat
Beragama di Indonesia. Semoga paper ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat
menambah wawasan kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Kebebasan
Kebebasan
adalah kemampuan manusia untuk mengatur prilaku dan kehidupannya menurut
kehendaknya sendiri tanpa dihalangi. Menurut W.J.S. Poerwadarminta, kebebasan
berasal dari kata “bebas” , yang berarti lepas sama sekali tidak terganggu,
tidak terhalang, sehingga boleh bergerak , bercakap dan berbuat dengan leluasa.[1]
2.2. Pengertian Agama
Agama
pada dasarnya adalah sikap dasar manusia kepada Tuhan. Agama mengunggkapkan
diri dalam sembah dan bakti kepada Tuhan. Dan agama sebenarnya merupakan hasil
usaha manusia, yang dikembangkan dalam mengatur berbagai hal yang berkaitan
dengan pengungkapan iman.[2]
2.3.Bentuk-Bentuk Kebebasan[3]
1. Kebebasan
sosial politik dimana didalamnya tercapai kebebasan politik rakyat dengan
membatasi kekuasaan absolut raja dan kemerdekaan yang dicapai oleh
negara-negara terhdap negara-negara penjajah.
2. Kebebasan
Individual. Ada beberapa jenis kebebasan yang terdapat dalam kebebasan
individual ini, antara lain:
-
Kebebasan yang
dimengerti sebagai kesewenang-wenangan, dimana kebebasan ini dilihat sebagai izin
atau kesempatan untuk berbuat seenaknya.
-
Kebebasan fisik yang
dipahami dimana ia bebas bergerak kemana saja dan apa saja ia mau tanpa
hambatan apapun.
-
Kebebasan Yuridis yaitu
kebebasan dalam bidang ekonomis, sosial dan politik. Orang mampu
mengekspresikan dirinya dan ia harus dilindungi oleh hukum. Jadi kebebasan
dalam hal ini adalah tanggung jawab negara untuk melindungi kebebasan ini.
-
Kebebasan Psikologis
yaitu kebebasan untuk mengarahkan dan mnegembangkan hidupnya. Kebebasan ini
mempunyai pandangan bahwa jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia tahu
bahwa yang diperbuatnya dan apa sebab diperbuatnya. Jadi kebebasan Psikologis
ini sering dinamakan sebagai kehendak bebas manusia, dimana manusia itu mampu
menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.
-
Kebebasan Eksistensial
yaitu bentuk kebebasan tertinggi dalam diri manusia. Orang yang bebas secara
eksistensial seakan-akan memilih memiliki dirinya sendiri. ia mencapai taraf
otonomi, kedewasaan, otensitas dan kematangan rohani. Ia sungguh-sungguh bebas
dari keterasingan.
2.4.Kebebasan Beragama
sebagai Hak Asasi Manusia
Hak
Asasi Manusia atau HAM menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomor 39 tahun 1999
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
mahluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan Anugrah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[4]
Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan merupakan
hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini tercermin
dalam beberapa dokumen hak asasi manusia internasional dan regulasi di
Indonesia juga menegaskan tentang jaminan hak atas kebebasan beragama.
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau DUHAM merupakan dokumen pertama yang
menyatakan hak asasi manusia sebagai hak yang universal menegaskan tentang hak
atas kebebasan beragama. Pasal 18 DUHAM menyatakan “Setiap orang berhak atas
kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama. Dalam hal ini termasuk kebebasan
berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan menyatakan kepercayaan atau
agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beibadat dan menaatinya ,
sendiri maupun bersama-sama.[5]
2.5.Masalah Kebebasan Umat
Beragama di Indonesia
Di
Indonesia masalah kebebasan beragama terus berada pada tarik menarik antara
yang universal internasional dan dan partikular lokal, seperti tampak pada
dasar negara Pancasila, sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa dan undang-undang
yang ada didalamnya. Salah satu ciri negara Indonesia adalah status resminya
yang bukan Negara Agama dan juga bukan Negara Sekunder.[6] Meskipun telah ada jaminan hukum yang memadai
di Indonesia, namun jaminan tersebut tidak menjamin kebebasan umat beragama di
Indonesia malah justru semakin rentan. Dalam beberapa tahun terakhir ancaman
kebebasan begarama di indonesia mulai terjadi dengan adanya berbagai tindakan
baik yang dilakukan oleh negara, institusi sipil, dan berbagai kelompok
maayarakat. Setidaknya tercatat berbagkeai peristiwa yang terkait dengan
masalah kebebasan beragama diantaranya : penutupan gereja di Jawa Barat,
pengejaran dan pembubaran komunitas jamaah Ahmadiyah, kriminalisasi terhadap
penganut agama yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama tertentu.[7]
2.6.UUD 1945 Pasal 29 Ayat
2
Setiap warga negara
memilki hak untuk memeluk agama masing-masing tanpa adanya paksaan dan
beribadah menurut kepercayaannya masing-masing.[8]
Berbagai
rumusan dalam UUD 1945 tersebut merupakan komitmen bangsa indonesia untuk
memberikan jaminan kepada warga negaranya dalam beragama dan berkeyakinan. Hak
beragama diakui sebagai hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia, dan oleh
karenanya setiap pihak, khususnya negara wajib melindungi, memajukan,
menegakkan dan pemenuhannya. Negara juga menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya.[9]
2.7.Implikasi UUD Pasal 29
ayat 2 terhadap kebebasan umat Beragama
Negara
Indonesia memiliki cita rasa yang khas dalam potensi-potensi ynag dimilikinya.
Disebut sebagai negara kesatuan yang mengindikasikan ada aspek yang membuat
‘bersatu’. Kebebasan beragama dan berkeyakinan bukan merupakan isu baru, karena
sejak awal berdirinya bangsa ini, agama dan keyakinan yang hidup di Indonesia
menjadi penting dalaqm pembentukan karakter bangsa. Kebebasan beragama,
berkeyakinan dan menjalankan ibadah
menjadi salah satu hak yang harus dijamin oleh negara melalui konstitusinya.
Mayoritas sebagian bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa yang memiliki
mayoritas besar populasi dunia, telah meratifikasi instrusmen-instrumen kunci
internasional yang menegaskan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan
sangatlah mendasar dan telah diterima dengan begitu luas sehingga telah
diterima secara luas sebagai hal yang harus dilindungi menurut kebiasaan hukum
internasional.[10]
Pengakuan
terhadap kebebasan beragama di
Indonesia, tidak hanya menunjukkan bahwa negara memberikan peluang bagi warga
negaranya untuk memeluk agama sekaligus melaksanakan kewajiban yang
diperintahkan melalui ajaran-ajaran agama. Sejarah telah membuktikan bahwa
indonesia dapat hidup dalam kedamaian, dimana perbedaan agama dan kehidupan
beragama yang beragam tidak menimbulkan permasalahan pada masa lalu. Memegang
teguh prinsip nilai Pancasila dan Bhineka
Tunggal Ika adalah landasan utama untuk membangun bangsa. Sekali lagi,
kebebasan adalah hak dasar manusia, melekat dan tidak dapat dipisahkan dari
eksistensi kehidupan manusia di dunia. Kebebasan beragama di Indonesia dimuat
dalam Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 sebagai respon positif atas
keberadaan manusia yang memiliki hak asasi.
Beragamnya
agama dan aliran kepercayaan di Indonesia sekarang ini sudah tidak dapat diterangkan
sebagai kekayaan kultural yang berharga, namun juga menjadi sumber dari
keberadaan masyarakat yang makin dinamis secara budaya, moral, sikap, dan
akibat sosial lainnya. Fakta-fakta yang terjadi adalah dengan adanya
keberagaman agama, pelanggaran atas hak kebebasan beragama terus terjadi sampai
dengan hari ini. sehingga rancangan undang-undang hadir sebagai upaya untuk
mewujudkan uraian dari adanya pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin adanya
perlindungan bagi warga negara untuk bebas beragama.
III.
Refleksi
Teologis
Iman
kristiani mendasarkan hubungan antar manusia adalah dengan kita saling
mengasihi. Interaksi dengan komunitas lain yang berbeda agama adalah respon
iman kristen terhadap kehadiran Allah yang menyelamatkan manusia dan
pengharapan akan terwujudnya penggenapan segala sesuatu.
Indonesia
merupakan sebuah negara yang majemuk, tidak mudah untuk mewujudkan harmoni atau
kerukunan diantara warga negara, karena masing-masing kelompok memiliki
keyakinan, pendapat dan asprirasi. Yang perlu diingatkan adalah bahwa Allah
mengajarkan Tuhan itu baik kepada semua orang (mazmur 145:9), serta barang
siapa tidak mencintai, ia tidak menyembah Allah (1 Yoh 4:8). Hal ini berarti
bahwa ada perilaku mendasar bagi setiap individu kristen untuk tidak mengajukan
perbedaan mengenai manusia serta hak-hak yang bersumber pada Allah, untuk
membedakan satu dengan yang lainnya.
Gereja
harus mampu mendorong untuk menciptakan kerukunan dan toleransi antar umat beragama.
Hal ini dapat dilakukan dengan tetap mepertahankan praktek hidup kekristenan
secara benar dan efektif, dengan mewujudkan kasih dalam rangka kebahagiaan hidp
bermasyarakat. Disamping itu, gereja harus berperan untuk memfasilitasi
penganut kristen dan bahkan umat lainnya untuk kebutuhan yang hakiki dan cita-cita
setiap insan manusia yaitu: damai sejahtera lahir dan batin dalam dunia yang
harmonis, rukun dan damai.
IV.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kebebasan
beragama merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan merupakan hak asasi yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini tercermin dalam beberapa
dokumen hak asasi manusia internasional dan regulasi di Indonesia juga
menegaskan tentang jaminan hak atas kebebasan beragama.
2. Di
Indonesia masalah kebebasan beragama terus berada pada tarik menarik antara
yang universal internasional dan dan partikular lokal, seperti tampak pada
dasar negara Pancasila, sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa dan undang-undang
yang ada didalamnya.
3. Kebebasan
beragama merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang. Adalah pelanggaran
HAM bila negara membatasi kebebasan beragama ini pada keharusan memeluk agama
tertentu.
4. Umat
kristen harus terus berusaha untuk senantiasa menghindari cara-cara yang dapat
merusak kerukunan dan toleransi.
V.
Daftar
Pustaka
Atosokhi Antonius, Relasi
dengan Tuhan, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004
Barus J,Erick, Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen
Kebangsaan, Jakarta : Bidang Marturia PGI, 2009
Bertens, K. , Fenomenologi Eksistensial,Jakarta :
Gramedia, 1987
Efendi Djohan, Merayakan Kebebasan Beragama,Jakarta :
ICRP Cempaka Putih, 2009
Eros, Djarot & Haas
Robert, Hak-Hak Asasi Manusia,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Human Rightsand The Media, 1998
Poerwadarminta W.J.S,
KUBI, Jakarta : Balai Pustaka, 1976.
Tahzib-Lie, Bahia, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan:
Seberapa Jauh ? Sebuah Referensi Tentang Prinsip-prinsip dan Praktek,
Yogyakarta: Kanisius, 2010
[1] W.J.S Poerwadarminta, KUBI,
Jakarta : Balai Pustaka, 1976. hlm. 103
[2] Antonius Atosokhi, Relasi dengan
Tuhan,( Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004), 67
[3] K. Bertens, Fenomenologi
Eksistensial, (Jakarta : Gramedia, 1987), 67
[4] Djarot, Eros & Haas Robert, Hak-Hak
Asasi Manusia, ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Human Rightsand The Media,
1998), 65
[5] Erick J. Barus, Kebebasan
Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, (Jakarta : Bidang Marturia PGI,
2009),32-33
[6] Djohan Efendi, Merayakan
Kebebasan Beragama, (Jakarta : ICRP Cempaka Putih, 2009), 315s
[7] Erick J. Barus, Kebebasan
Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, 31-32
[8] ..., Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonsia
[9] Erick J. Barus, Kebebasan
Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, 37.
[10] Bahia Tahzib-Lie, Kebebasan
Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh ? Sebuah Referensi Tentang
Prinsip-prinsip dan Praktek, (Yogyakarta: Kanisius, 2010),
24.
No comments:
Post a Comment