Sunday, March 26, 2017

UUD 1945 PASAL 29 AYAT (2) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEBEBASAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA



UUD 1945 PASAL 29 AYAT (2) SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEBEBASAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

KARYA ILMIAH
Oleh :
Johannes Nababan
L02-Abdi-Sabda.gif
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA ABDI SABDA MEDAN
2016



I.                   Pendahuluan
Ketika berbicara mengenai kebebasan beragama akan memperhadapkan kita kepada beberapa masalah yang cukup rumit dan benar-benar mempegaruhi kehidupan kita. Dalam kaitan ini jika kita tidak peka dan paham akan apa itu sebenarnya kebebasan beragama dan apa-apa saja yang dapat mempengaruhi munculnya masalah, maka kita tidak akan dapat berpikir luas dan tidak fanatik terhadap agama lain. Oleh sebab itu dalam paper ini, penulis mau mencoba menjelaskan, apa itu kebebasan beragama menurut UUD 1945 ayat 2, dan implikasinnya terhadap kebebasan Umat Beragama di Indonesia. Semoga paper ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah wawasan kita bersama.
II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Kebebasan
Kebebasan adalah kemampuan manusia untuk mengatur prilaku dan kehidupannya menurut kehendaknya sendiri tanpa dihalangi. Menurut W.J.S. Poerwadarminta, kebebasan berasal dari kata “bebas” , yang berarti lepas sama sekali tidak terganggu, tidak terhalang, sehingga boleh bergerak , bercakap dan berbuat dengan leluasa.[1]
2.2. Pengertian Agama
Agama pada dasarnya adalah sikap dasar manusia kepada Tuhan. Agama mengunggkapkan diri dalam sembah dan bakti kepada Tuhan. Dan agama sebenarnya merupakan hasil usaha manusia, yang dikembangkan dalam mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan pengungkapan iman.[2]

2.3.Bentuk-Bentuk Kebebasan[3]
1.      Kebebasan sosial politik dimana didalamnya tercapai kebebasan politik rakyat dengan membatasi kekuasaan absolut raja dan kemerdekaan yang dicapai oleh negara-negara terhdap negara-negara penjajah.
2.      Kebebasan Individual. Ada beberapa jenis kebebasan yang terdapat dalam kebebasan individual ini, antara lain:
-          Kebebasan yang dimengerti sebagai kesewenang-wenangan, dimana kebebasan ini dilihat sebagai izin atau kesempatan untuk berbuat seenaknya.
-          Kebebasan fisik yang dipahami dimana ia bebas bergerak kemana saja dan apa saja ia mau tanpa hambatan apapun.
-          Kebebasan Yuridis yaitu kebebasan dalam bidang ekonomis, sosial dan politik. Orang mampu mengekspresikan dirinya dan ia harus dilindungi oleh hukum. Jadi kebebasan dalam hal ini adalah tanggung jawab negara untuk melindungi kebebasan ini.
-          Kebebasan Psikologis yaitu kebebasan untuk mengarahkan dan mnegembangkan hidupnya. Kebebasan ini mempunyai pandangan bahwa jika manusia bertindak bebas, itu berarti ia tahu bahwa yang diperbuatnya dan apa sebab diperbuatnya. Jadi kebebasan Psikologis ini sering dinamakan sebagai kehendak bebas manusia, dimana manusia itu mampu menentukan apa yang terbaik bagi dirinya.
-          Kebebasan Eksistensial yaitu bentuk kebebasan tertinggi dalam diri manusia. Orang yang bebas secara eksistensial seakan-akan memilih memiliki dirinya sendiri. ia mencapai taraf otonomi, kedewasaan, otensitas dan kematangan rohani. Ia sungguh-sungguh bebas dari keterasingan.
2.4.Kebebasan Beragama sebagai Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia atau HAM menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan Anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.[4] Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini tercermin dalam beberapa dokumen hak asasi manusia internasional dan regulasi di Indonesia juga menegaskan tentang jaminan hak atas kebebasan beragama. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau DUHAM merupakan dokumen pertama yang menyatakan hak asasi manusia sebagai hak yang universal menegaskan tentang hak atas kebebasan beragama. Pasal 18 DUHAM menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama. Dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan menyatakan kepercayaan atau agama dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beibadat dan menaatinya , sendiri maupun bersama-sama.[5]





2.5.Masalah Kebebasan Umat Beragama di Indonesia
Di Indonesia masalah kebebasan beragama terus berada pada tarik menarik antara yang universal internasional dan dan partikular lokal, seperti tampak pada dasar negara Pancasila, sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa dan undang-undang yang ada didalamnya. Salah satu ciri negara Indonesia adalah status resminya yang bukan Negara Agama dan juga bukan Negara Sekunder.[6]  Meskipun telah ada jaminan hukum yang memadai di Indonesia, namun jaminan tersebut tidak menjamin kebebasan umat beragama di Indonesia malah justru semakin rentan. Dalam beberapa tahun terakhir ancaman kebebasan begarama di indonesia mulai terjadi dengan adanya berbagai tindakan baik yang dilakukan oleh negara, institusi sipil, dan berbagai kelompok maayarakat. Setidaknya tercatat berbagkeai peristiwa yang terkait dengan masalah kebebasan beragama diantaranya : penutupan gereja di Jawa Barat, pengejaran dan pembubaran komunitas jamaah Ahmadiyah, kriminalisasi terhadap penganut agama yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama tertentu.[7]
2.6.UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2
Setiap warga negara memilki hak untuk memeluk agama masing-masing tanpa adanya paksaan dan beribadah menurut kepercayaannya masing-masing.[8]
Berbagai rumusan dalam UUD 1945 tersebut merupakan komitmen bangsa indonesia untuk memberikan jaminan kepada warga negaranya dalam beragama dan berkeyakinan. Hak beragama diakui sebagai hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia, dan oleh karenanya setiap pihak, khususnya negara wajib melindungi, memajukan, menegakkan dan pemenuhannya. Negara juga menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.[9]
2.7.Implikasi UUD Pasal 29 ayat 2 terhadap kebebasan umat Beragama
Negara Indonesia memiliki cita rasa yang khas dalam potensi-potensi ynag dimilikinya. Disebut sebagai negara kesatuan yang mengindikasikan ada aspek yang membuat ‘bersatu’. Kebebasan beragama dan berkeyakinan bukan merupakan isu baru, karena sejak awal berdirinya bangsa ini, agama dan keyakinan yang hidup di Indonesia menjadi penting dalaqm pembentukan karakter bangsa. Kebebasan beragama, berkeyakinan dan  menjalankan ibadah menjadi salah satu hak yang harus dijamin oleh negara melalui konstitusinya. Mayoritas sebagian bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa yang memiliki mayoritas besar populasi dunia, telah meratifikasi instrusmen-instrumen kunci internasional yang menegaskan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sangatlah mendasar dan telah diterima dengan begitu luas sehingga telah diterima secara luas sebagai hal yang harus dilindungi menurut kebiasaan hukum internasional.[10]
Pengakuan terhadap kebebasan beragama  di Indonesia, tidak hanya menunjukkan bahwa negara memberikan peluang bagi warga negaranya untuk memeluk agama sekaligus melaksanakan kewajiban yang diperintahkan melalui ajaran-ajaran agama. Sejarah telah membuktikan bahwa indonesia dapat hidup dalam kedamaian, dimana perbedaan agama dan kehidupan beragama yang beragam tidak menimbulkan permasalahan pada masa lalu. Memegang teguh prinsip nilai Pancasila dan Bhineka  Tunggal Ika adalah landasan utama untuk membangun bangsa. Sekali lagi, kebebasan adalah hak dasar manusia, melekat dan tidak dapat dipisahkan dari eksistensi kehidupan manusia di dunia. Kebebasan beragama di Indonesia dimuat dalam Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 sebagai respon positif atas keberadaan manusia yang memiliki hak asasi.
Beragamnya agama dan aliran kepercayaan di Indonesia sekarang ini sudah tidak dapat diterangkan sebagai kekayaan kultural yang berharga, namun juga menjadi sumber dari keberadaan masyarakat yang makin dinamis secara budaya, moral, sikap, dan akibat sosial lainnya. Fakta-fakta yang terjadi adalah dengan adanya keberagaman agama, pelanggaran atas hak kebebasan beragama terus terjadi sampai dengan hari ini. sehingga rancangan undang-undang hadir sebagai upaya untuk mewujudkan uraian dari adanya pasal 29 ayat (2) UUD 1945 yang menjamin adanya perlindungan bagi warga negara untuk bebas beragama.  
III.             Refleksi Teologis
Iman kristiani mendasarkan hubungan antar manusia adalah dengan kita saling mengasihi. Interaksi dengan komunitas lain yang berbeda agama adalah respon iman kristen terhadap kehadiran Allah yang menyelamatkan manusia dan pengharapan akan terwujudnya penggenapan segala sesuatu.
Indonesia merupakan sebuah negara yang majemuk, tidak mudah untuk mewujudkan harmoni atau kerukunan diantara warga negara, karena masing-masing kelompok memiliki keyakinan, pendapat dan asprirasi. Yang perlu diingatkan adalah bahwa Allah mengajarkan Tuhan itu baik kepada semua orang (mazmur 145:9), serta barang siapa tidak mencintai, ia tidak menyembah Allah (1 Yoh 4:8). Hal ini berarti bahwa ada perilaku mendasar bagi setiap individu kristen untuk tidak mengajukan perbedaan mengenai manusia serta hak-hak yang bersumber pada Allah, untuk membedakan satu dengan yang lainnya.
Gereja harus mampu mendorong untuk menciptakan kerukunan dan toleransi antar umat beragama. Hal ini dapat dilakukan dengan tetap mepertahankan praktek hidup kekristenan secara benar dan efektif, dengan mewujudkan kasih dalam rangka kebahagiaan hidp bermasyarakat. Disamping itu, gereja harus berperan untuk memfasilitasi penganut kristen dan bahkan umat lainnya untuk kebutuhan yang hakiki dan cita-cita setiap insan manusia yaitu: damai sejahtera lahir dan batin dalam dunia yang harmonis, rukun dan damai.
IV.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan merupakan hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal ini tercermin dalam beberapa dokumen hak asasi manusia internasional dan regulasi di Indonesia juga menegaskan tentang jaminan hak atas kebebasan beragama.
2.      Di Indonesia masalah kebebasan beragama terus berada pada tarik menarik antara yang universal internasional dan dan partikular lokal, seperti tampak pada dasar negara Pancasila, sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa dan undang-undang yang ada didalamnya.
3.      Kebebasan beragama merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang. Adalah pelanggaran HAM bila negara membatasi kebebasan beragama ini pada keharusan memeluk agama tertentu.
4.      Umat kristen harus terus berusaha untuk senantiasa menghindari cara-cara yang dapat merusak kerukunan dan toleransi.




V.                Daftar Pustaka
Atosokhi  Antonius, Relasi dengan Tuhan, Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004
Barus J,Erick, Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, Jakarta : Bidang Marturia PGI, 2009
Bertens, K. , Fenomenologi Eksistensial,Jakarta : Gramedia, 1987
Efendi Djohan, Merayakan Kebebasan Beragama,Jakarta : ICRP Cempaka Putih, 2009
Eros, Djarot & Haas Robert, Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Human Rightsand The Media, 1998
Poerwadarminta W.J.S, KUBI, Jakarta : Balai Pustaka, 1976.
Tahzib-Lie, Bahia, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh ? Sebuah Referensi Tentang Prinsip-prinsip dan Praktek, Yogyakarta: Kanisius, 2010



[1] W.J.S Poerwadarminta, KUBI, Jakarta : Balai Pustaka, 1976. hlm. 103
[2] Antonius Atosokhi, Relasi dengan Tuhan,( Jakarta : Elex Media Komputindo, 2004), 67
[3] K. Bertens, Fenomenologi Eksistensial, (Jakarta : Gramedia, 1987), 67
[4] Djarot, Eros & Haas Robert, Hak-Hak Asasi Manusia, ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Human Rightsand The Media, 1998), 65
[5] Erick J. Barus, Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, (Jakarta : Bidang Marturia PGI, 2009),32-33
[6] Djohan Efendi, Merayakan Kebebasan Beragama, (Jakarta : ICRP Cempaka Putih, 2009), 315s
[7] Erick J. Barus, Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, 31-32
[8] ..., Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonsia
[9] Erick J. Barus, Kebebasan Beragama, HAM dan Komitmen Kebangsaan, 37. 
[10] Bahia Tahzib-Lie, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh ? Sebuah Referensi Tentang Prinsip-prinsip dan Praktek, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), 24.

No comments:

Post a Comment

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...