Thursday, March 23, 2017

Hati Nurani Sebagai Sumber Etika



Nama                          : Johannes Nababan
Mata Kuliah              : Etika I
Hati Nurani Sebagai Sumber Etika
I.                   Pendahuluan
Hati nurani sering disebut di dalam Alkitab. Dan Allah  menggunakan hati nurani kita untuk memberi kita petunjuk. Tetapi apakah sebenarnya hati nurani itu? Bagaimna fungsi dan jenisnya? Dan bagaimana hati nurani itu dapat dikatakan sebagai sumber etika? Akan kita bahas lebih lanjut dalam paper ini. Semoga melalui sajian ini kita lebih mengetahui dan memahami hati nurani itu. Tuhan Yesus Memberkati.
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Etika
Kata etika berasal dari beberapa kata Yunani  yaitu ethos yang artinya kebiasaan, adat. Dari kata ethos dapat juga diartikan istilah kata etiket yang artinya kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam bahasa Latin ethos juga disebut dengan Mos dan moralitas, oleh karena itu kata etika Kristen dapat juga disebut moral.[1] Dan dalam Kamus Teologi, Etika diartikan sebagai ajaran yang membahas tentang norma-norma atau kaidah-kaidah suatu perbuatan.[2]
Eka Darmaputera dalam bukunya  mengatakan bahwa, etika adalah ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia, yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika itu berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia tentang apa yang baik dan tepat atau yang benar dan salah.[3]
2.2.Pengertian Hati Nurani
Menurut KBBI, hati nurani adalah hati yang telah mendapat cahaya atau terang Tuhan.[4] Dalam bahasa Latin, dipergunakan kata “conscientia” untuk melukiskan hati nurani. Yang berasal dari dua kata dasar, yaitu “cum” artinya “dengan” dan “scientia” artinya “pengetahuan”. secara harafiah, kata “conscientia” sebenarnya berarti “ pengetahuan dengan”. Kata ini mengandung dua pengertian: yang pertama, pengertian psikologis (kesadaran) dan yang kedua, pengertian moral (terkait dengan nilai moral, yaitu adil, dan tidak adil, baik dan buruk). [5]
Hati nurani adalah intelek (ppemikiran yang lebih tinggi dari pengetahuan) sendiri dalam suatu fungsi istimewa, yakni fungsi memutuskan kebenaran dan kesalahan perbuatan-perbuatan individual kita sendiri. Hati nurani dapat diberi batasan sebagai keputusan praktis akal budi yang mengatakan bahwa suatu perbuatan individual adalah baik dan harus dikerjakan atau suatu perbuatan buruk maka harus dihindari.[6]  
2.3. Hati Nurani Menurut Alkitab
2.3.1.      Hati Nurani dalam Perjanjian Lama
Banyak tempat dalam PL yang melukiskan hati nurani dengan bantuan gambaran dunia jasmaniah. Yang bisa ditelusuri melalui wajah-wajah sejumlah tokoh dalam kitab Suci, seperti Adam-Hawa (Kej 3:8), Kain (Kej 4:5). Pembicaraan hati nurani menyatu dengan keberadaan, kehendak, dan kesetiaan Tuhan. Keberadaan dan kehadiranNya dalam hati manusia dipertautkan dengan kesadaran akan keberadaan manusia. Dari sudut pandang ini, hati nurani manusia selalu menyatu dengan Tuhan. Dimensi keterkaitan “antara pribadi” dalam hati nurani ditonjolkan oleh PL, sebab hati nurani manusia dilihat dalam kesatuan dengan Tuhan yang mewujudkan diri kepada manusia.[7]
2.3.2.      Hati Nurani dalam Perjanjian Baru
Hati nurani bukanlah suatu hal yang tetap isinya. Hati nurani dapat berlaku dengan cara yang berbeda : baik atau lemah atau salah. Dalam 1 Kor 4:4, Paulus menerangkan bahwa, dalam hati nurani kita mungkin kita tidak sadar akan sesuatu yang jahat, tetapi bukan hati nurani itu yang membenarkan kita di hadapan Allah. Hati nurani itu selalu takluk  pada penghakiman Allah.[8] Hati nurani menjadi guru umat manusia yang mengikat mereka dengan hukum Tuhan. Hati nurani juga menjadi tempat Yesus Kristus sebagai “Sabda” yang mengajar mereka yang belum mengenalNya. Hati nurani adalah tenaga batiniah yang mendorong manusia untuk menerima ajaran Kristus dan memeliharanya supaya tidak ternoda.[9]
2.4. Jenis – Jenis Hati Nurani[10]
a.      Hati nurani yang Baik
Paulus memerintah Timotius untuk “memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan hati nurani yang murni. Beberapa orang menolak hati nuraninya yang murni, maka kandaslah iman mereka” (1 Tim 1:18,19). Menolak hati nurani yang baik mempunyai efek yang sangat membinasakan pada iman kita (1 Tim 3:8,9).



b.      Hati Nurani yang Jahat
Hati nurani yang jahat adalah hati nurani yang tidak dibersihkan dan di sucikan, bukan hati nurani yang mendorong untuk mengerjakan hal-hal jahat. Sebagai akibat dari dosa yang tidak diakui, orang dengan hati nurani yang jahat menjadi lebih mudah terpengaruh untuk berbuat dosa dan kurang peka terhadap apa-apa yang baik dan benar.
c.       Hati Nurani yang Hangus
Hati nurani yang hangus tidak peka. Mereka bersifat munafik dan tidak berprasaan. Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran (Ef 4:18,19). Namun, hati nurani yang hangus dapat di buat peka kembali dan mengalami penyembuhan, pemugaran dan restorasi. Jika hati nurani telah kehilangan kepekaannya, dia dapat dilatih atau dipulihkan kembali dengan Firman Allah.
d.      Hati Nurani yang Lemah
Orang Kristen dengan hati nurani yang lemah akan terjerumus ke dalam dosa dengan menirukan atau menyalahtafsirkan tindakan-tindakan dari orang Kristen lainnya. Banyak orang kristen yang peka telah menjalankan kehidupan rohani mereka seolah-olah menyimpang, karena mereka mempunyai hati nurani yang lemah dan sakit-sakitan yang hanya mendesak mereka terus-menerus. Kesungguhan dan hasrat mereka untuk melaksanakan kehendak Allah hanya menekankan dengan lebih keras lagi masalahnya dan menyebabkan mereka hidup dalam keadaan pendakwaan diri sendiri secara terus-menerus.
e.       Hati Nurani yang Najis
Paulus mengatakan, “bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis” (Tit 1:15). Dalam keadaan ini, hati nurani kehilangan kemampuannya untuk membedakan apa yang benar dan salah, dan akan menyetujui hal-hal yang najis.
Hati nurani yang najis dan hati nurani yang hangussama dalam hal-hal tertentu. Tetapi hati nurani yang hangus sama sekali tidak peka, sedangkan hati nurani yang najis dibimbing secara salah oleh suatu kombinasi dari hal-hal yang benar dan salah.
2.5. Fungsi Hati Nurani[11]
1.      Hati Nurani Turut Bersaksi
Paulus berkata ada sesuatu hukum didalam diri manusia yang mencerminkan Hukum Allah dan hukum itu tertulis di dalam hati dan suara hati itu turut bersaksi. Hati nurani turut bersaksi antara suatu tindakan lahiriah dan hukum didalam diri kita. Seorang saksi adalah orang yang menceritakan apa yang telah dia lihat atau dengar, dan hati nurani adalah saksi dari segala tindakan dan pikiran kita.
2.      Hati Nurani Menuduh atau Memaafkan
Paulus mengatakan bahwa pikiran orang-orang yang tidak percaya “saling menuduh atau saling membela” (Roma 2:15). Kadang kita harus menerima kenyataan bahwa hati nurani tidak mempengaruhi amarah kita. Tetapi di pihak lain, hati nurani juga dapat memaafkan atau membela apa yang telah kita lakukan. Hati nurani akan memberikan kita kedamaian dalam hati dan pikiran yang meyakinkan bahwa tindakan kita benar, apabila tindakan itu memang benar.
3.      Hati Nurani Menilai Tindakan-tindakan Kita
Hati nurani tidak dapat bertindak, melainkan hanya dapat menyampaikan penilaian. Hati nurani membandingkan perbuatan kita, kata-kata ataupun pikiran kita dengan hukum moral, dengan kehendak Allah. Kemudian hati nurani itu mengucapkan suatu penilaian, yaitu dia memutuskan apakah kita seturut atau bertentangan dengan kehendak Allah.
2.6. Hati Nurani Sebagai Sumber Etika Kristen
Rasul Paulus menyatakan, “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia” (Kis 24:16). Allah menggunakan hati nurani kita untuk memberi petunjuk. Hati nurani berbicara paling keras sebelum dan sesudah suatu tindakan direncanakan dan memberi penilaian apakah itu benar atau salah.[12] Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah dan bisa juga berlaku sebaliknya.
Hati nurani berdiri sebagai suatu instansi antara manusia dan perbuatnnya. Jika suara hati atau hati nurani tidak mengingatkan kita akan kejadian kita menurut gambar Allah, maka kita akan menyerupai binatang. Hati nurani yang baik itu yang membenarkan kita dihadapan Allah ( 1 Kor 4:4). Namun demikian kita boleh berbicara tentang hati nurani yang baik atau yang murni, karena Alkitab sendiri bebrbuat demikian. Hati nurani yang baik juga harus hidup dari kasih karunia. Hati nurani Kristen juga bukan suatu hal yang tetap saja, yang tidak dapat salah. Seperti hati nurani yang ‘lemah’ dari kebanyakan orang Kristen. [13]
Hati nurani atau suara hati tidak akan ada bila Allah tidak ada. Dan suara hati itu tidak akan berbicara bila Allah tidak berfirman. Allah berfirman sebagai pencipta, Ia mengingatkan kita bahwa kita di jadikan menurut gambarnya dan bahwa kehendaknya menjadi hukum (perintah) bagi hidup kita. Suara hati atau hati nurani dengan sendirinya menjadi suatu bukti bahwa manusia tidak dapat lepas dari Allah. Mau tak mau suara hati menjadi “saksi utama melawan kemanusiaan kita yang  jahat”. Dengan demikian, tanpa hati nurani manusia tidak akan kenal moral dan agama. Seluruh umat manusia membangun suatu moral dan menunjukkan kecenderungan bahwa ia harus bertanggung jawab atas kelakuannya dan mengundang diri sendiri kepada tanggung jawab (akibat pengaruh hati nurani). Tuhan adalah instansi tertinggi. Ia menjadi hakim atas segala hati nurani. Tetapi kita sebagi manusia, dipanggil untuk mengindahkan hati nurani itu.[14] Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa hati nurani atau suara hati sebagai sumber etika jika berpedoman kepada Firman Tuhan dan dapat menentukan dengan seksama yang baik sebagai yang  baik, dan yang buruk sebagai yang buruk.
III.             Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hati nurani adalah suatu fungsi dari akal budi untuk memutuskan perbuatan dari seseorang yang mempunyai arti moral baik atau buruk. Hati nurani atau suara hati sebagai sumber etika jika berpedoman kepada firman Tuhan dan dapat menentuka n yang baik atau yang buruk dan mengindahkan suara hati itu. Dan suara hati atau hati nurani itu juga menjadi suatu bukti  bahwa manusia tidak dapat lepas dari Allah.
IV.             Daftar Pustaka
...., KBBI,   
Chang William, Pengantar Teologi Moral, Yogyakarta: kanisius, 2001
Darmaputera Phill Eka, Etika Sederhana Untuk Semua, Jakarta: BPK-GM, 1989
Douma J., Kelakuan yang bertanggung jawab: pembimbing kedalam etika Kristen, Jakarta: BPK-GM,1993
Poespoprodjo W., Filsafat Moral, Bandung: Pustaka Grafika, 1999
Soedarmo R., Kamus Istilah Teologi, Jakarta:BPK-GM,1991
Verkuyl J., Etika Kristen: Bagian Umum, Jakarta: BPK-GM, 2012
White Jerry, Kejujurran, Moral dan Hati Nurani, Jakarta: BPK-GM, 1999





[1] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 1
[2] R. Soedarmo, Kamus Istilah Teologi, (Jakarta:BPK-GM,1991)25
[3] Phill Eka Darmaputera, Etika Sederhana Untuk Semua, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 5
[4] ...., KBBI,   
[5] William Chang, Pengantar Teologi Moral, (Yogyakarta: kanisius, 2001), 129
[6] W. Poespoprodjo, Filsafat Moral, (Bandung: Pustaka Grafika, 1999), 242-243
[7]  William Chang, Pengantar Teologi Moral, 127
[8]  J. Douma, Kelakuan yang bertanggung jawab: pembimbing kedalam etika Kristen, (Jakarta: BPK-GM,1993), 96
[9]  William Chang, Pengantar Teologi Moral,128
[10]  Jerry White, Kejujurran, Moral dan Hati Nurani, (Jakarta: BPK-GM, 1999), 24-29
[11]  Jerry White, Kejujurran, Moral dan Hati Nurani, 15-16
[12] Ibid, 21
[13]  J. Douma, Kelakuan yang bertanggung jawab: pembimbing kedalam etika Kristen,98
[14]  J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum,58-61

No comments:

Post a Comment

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...