Nama :
Johannes
Nababan
Mata Kuliah :
Etika I
Hati Nurani Sebagai
Sumber Etika
I.
Pendahuluan
Hati
nurani sering disebut di dalam Alkitab. Dan Allah menggunakan hati nurani kita untuk memberi
kita petunjuk. Tetapi apakah sebenarnya hati nurani itu? Bagaimna fungsi dan
jenisnya? Dan bagaimana hati nurani itu dapat dikatakan sebagai sumber etika?
Akan kita bahas lebih lanjut dalam paper ini. Semoga melalui sajian ini kita
lebih mengetahui dan memahami hati nurani itu. Tuhan Yesus Memberkati.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Etika
Kata
etika berasal dari beberapa kata Yunani yaitu
ethos yang artinya kebiasaan, adat.
Dari kata ethos dapat juga diartikan
istilah kata etiket yang artinya
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Dalam bahasa Latin ethos juga disebut dengan Mos dan moralitas, oleh karena itu kata etika Kristen dapat juga disebut
moral.[1]
Dan dalam Kamus Teologi, Etika diartikan sebagai ajaran yang membahas tentang
norma-norma atau kaidah-kaidah suatu perbuatan.[2]
Eka
Darmaputera dalam bukunya mengatakan
bahwa, etika adalah ilmu atau studi mengenai norma-norma yang mengatur tingkah
laku manusia, yang secara sederhana dapat dikatakan bahwa etika itu berbicara
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia tentang apa yang baik dan
tepat atau yang benar dan salah.[3]
2.2.Pengertian Hati Nurani
Menurut
KBBI, hati nurani adalah hati yang
telah mendapat cahaya atau terang Tuhan.[4] Dalam
bahasa Latin, dipergunakan kata “conscientia”
untuk melukiskan hati nurani. Yang berasal dari dua kata dasar, yaitu “cum” artinya “dengan” dan “scientia” artinya “pengetahuan”. secara
harafiah, kata “conscientia”
sebenarnya berarti “ pengetahuan dengan”. Kata ini mengandung dua pengertian:
yang pertama, pengertian psikologis (kesadaran) dan yang kedua, pengertian
moral (terkait dengan nilai moral, yaitu adil, dan tidak adil, baik dan buruk). [5]
Hati
nurani adalah intelek (ppemikiran yang lebih tinggi dari pengetahuan) sendiri
dalam suatu fungsi istimewa, yakni fungsi memutuskan kebenaran dan kesalahan
perbuatan-perbuatan individual kita sendiri. Hati nurani dapat diberi batasan
sebagai keputusan praktis akal budi yang mengatakan bahwa suatu perbuatan
individual adalah baik dan harus dikerjakan atau suatu perbuatan buruk maka
harus dihindari.[6]
2.3. Hati Nurani Menurut
Alkitab
2.3.1.
Hati
Nurani dalam Perjanjian Lama
Banyak
tempat dalam PL yang melukiskan hati nurani dengan bantuan gambaran dunia
jasmaniah. Yang bisa ditelusuri melalui wajah-wajah sejumlah tokoh dalam kitab
Suci, seperti Adam-Hawa (Kej 3:8), Kain (Kej 4:5). Pembicaraan hati nurani
menyatu dengan keberadaan, kehendak, dan kesetiaan Tuhan. Keberadaan dan kehadiranNya
dalam hati manusia dipertautkan dengan kesadaran akan keberadaan manusia. Dari
sudut pandang ini, hati nurani manusia selalu menyatu dengan Tuhan. Dimensi
keterkaitan “antara pribadi” dalam hati nurani ditonjolkan oleh PL, sebab hati
nurani manusia dilihat dalam kesatuan dengan Tuhan yang mewujudkan diri kepada
manusia.[7]
2.3.2. Hati Nurani dalam
Perjanjian Baru
Hati
nurani bukanlah suatu hal yang tetap isinya. Hati nurani dapat berlaku dengan
cara yang berbeda : baik atau lemah atau salah. Dalam 1 Kor 4:4, Paulus
menerangkan bahwa, dalam hati nurani kita mungkin kita tidak sadar akan sesuatu
yang jahat, tetapi bukan hati nurani itu yang membenarkan kita di hadapan
Allah. Hati nurani itu selalu takluk
pada penghakiman Allah.[8]
Hati nurani menjadi guru umat manusia yang mengikat mereka dengan hukum Tuhan.
Hati nurani juga menjadi tempat Yesus Kristus sebagai “Sabda” yang mengajar
mereka yang belum mengenalNya. Hati nurani adalah tenaga batiniah yang
mendorong manusia untuk menerima ajaran Kristus dan memeliharanya supaya tidak
ternoda.[9]
2.4. Jenis – Jenis Hati
Nurani[10]
a.
Hati
nurani yang Baik
Paulus
memerintah Timotius untuk “memperjuangkan perjuangan yang baik dengan iman dan
hati nurani yang murni. Beberapa orang menolak hati nuraninya yang murni, maka
kandaslah iman mereka” (1 Tim 1:18,19). Menolak hati nurani yang baik mempunyai
efek yang sangat membinasakan pada iman kita (1 Tim 3:8,9).
b.
Hati
Nurani yang Jahat
Hati
nurani yang jahat adalah hati nurani yang tidak dibersihkan dan di sucikan,
bukan hati nurani yang mendorong untuk mengerjakan hal-hal jahat. Sebagai
akibat dari dosa yang tidak diakui, orang dengan hati nurani yang jahat menjadi
lebih mudah terpengaruh untuk berbuat dosa dan kurang peka terhadap apa-apa
yang baik dan benar.
c.
Hati
Nurani yang Hangus
Hati
nurani yang hangus tidak peka. Mereka bersifat munafik dan tidak berprasaan.
Perasaan mereka telah tumpul, sehingga mereka menyerahkan diri kepada hawa
nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran (Ef 4:18,19).
Namun, hati nurani yang hangus dapat di buat peka kembali dan mengalami
penyembuhan, pemugaran dan restorasi. Jika hati nurani telah kehilangan
kepekaannya, dia dapat dilatih atau dipulihkan kembali dengan Firman Allah.
d.
Hati
Nurani yang Lemah
Orang
Kristen dengan hati nurani yang lemah akan terjerumus ke dalam dosa dengan
menirukan atau menyalahtafsirkan tindakan-tindakan dari orang Kristen lainnya.
Banyak orang kristen yang peka telah menjalankan kehidupan rohani mereka
seolah-olah menyimpang, karena mereka mempunyai hati nurani yang lemah dan
sakit-sakitan yang hanya mendesak mereka terus-menerus. Kesungguhan dan hasrat
mereka untuk melaksanakan kehendak Allah hanya menekankan dengan lebih keras
lagi masalahnya dan menyebabkan mereka hidup dalam keadaan pendakwaan diri
sendiri secara terus-menerus.
e.
Hati
Nurani yang Najis
Paulus
mengatakan, “bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi
orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara
hati mereka najis” (Tit 1:15). Dalam keadaan ini, hati nurani kehilangan
kemampuannya untuk membedakan apa yang benar dan salah, dan akan menyetujui
hal-hal yang najis.
Hati
nurani yang najis dan hati nurani yang hangussama dalam hal-hal tertentu.
Tetapi hati nurani yang hangus sama sekali tidak peka, sedangkan hati nurani
yang najis dibimbing secara salah oleh suatu kombinasi dari hal-hal yang benar
dan salah.
2.5. Fungsi Hati Nurani[11]
1.
Hati
Nurani Turut Bersaksi
Paulus
berkata ada sesuatu hukum didalam diri manusia yang mencerminkan Hukum Allah
dan hukum itu tertulis di dalam hati dan suara hati itu turut bersaksi. Hati
nurani turut bersaksi antara suatu tindakan lahiriah dan hukum didalam diri
kita. Seorang saksi adalah orang yang menceritakan apa yang telah dia lihat
atau dengar, dan hati nurani adalah saksi dari segala tindakan dan pikiran
kita.
2.
Hati
Nurani Menuduh atau Memaafkan
Paulus
mengatakan bahwa pikiran orang-orang yang tidak percaya “saling menuduh atau saling membela” (Roma 2:15). Kadang kita harus
menerima kenyataan bahwa hati nurani tidak mempengaruhi amarah kita. Tetapi di
pihak lain, hati nurani juga dapat memaafkan atau membela apa yang telah kita
lakukan. Hati nurani akan memberikan kita kedamaian dalam hati dan pikiran yang
meyakinkan bahwa tindakan kita benar, apabila tindakan itu memang benar.
3.
Hati
Nurani Menilai Tindakan-tindakan Kita
Hati
nurani tidak dapat bertindak, melainkan hanya dapat menyampaikan penilaian.
Hati nurani membandingkan perbuatan kita, kata-kata ataupun pikiran kita dengan
hukum moral, dengan kehendak Allah. Kemudian hati nurani itu mengucapkan suatu
penilaian, yaitu dia memutuskan apakah kita seturut atau bertentangan dengan
kehendak Allah.
2.6. Hati Nurani Sebagai
Sumber Etika Kristen
Rasul
Paulus menyatakan, “Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati
nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia” (Kis 24:16). Allah menggunakan
hati nurani kita untuk memberi petunjuk. Hati nurani berbicara paling keras sebelum dan sesudah suatu tindakan
direncanakan dan memberi penilaian apakah itu benar atau salah.[12] Hati
nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan kehendak Allah dan bisa juga berlaku sebaliknya.
Hati
nurani berdiri sebagai suatu instansi antara manusia dan perbuatnnya. Jika
suara hati atau hati nurani tidak mengingatkan kita akan kejadian kita menurut
gambar Allah, maka kita akan menyerupai binatang. Hati nurani yang baik itu
yang membenarkan kita dihadapan Allah ( 1 Kor 4:4). Namun demikian kita boleh
berbicara tentang hati nurani yang baik atau yang murni, karena Alkitab sendiri
bebrbuat demikian. Hati nurani yang baik juga harus hidup dari kasih karunia.
Hati nurani Kristen juga bukan suatu hal yang tetap saja, yang tidak dapat
salah. Seperti hati nurani yang ‘lemah’ dari kebanyakan orang Kristen. [13]
Hati
nurani atau suara hati tidak akan ada bila Allah tidak ada. Dan suara hati itu
tidak akan berbicara bila Allah tidak berfirman. Allah berfirman sebagai
pencipta, Ia mengingatkan kita bahwa kita di jadikan menurut gambarnya dan
bahwa kehendaknya menjadi hukum (perintah) bagi hidup kita. Suara hati atau
hati nurani dengan sendirinya menjadi suatu bukti bahwa manusia tidak dapat
lepas dari Allah. Mau tak mau suara hati menjadi “saksi utama melawan kemanusiaan
kita yang jahat”. Dengan demikian, tanpa
hati nurani manusia tidak akan kenal moral dan agama. Seluruh umat manusia
membangun suatu moral dan menunjukkan kecenderungan bahwa ia harus bertanggung
jawab atas kelakuannya dan mengundang diri sendiri kepada tanggung jawab
(akibat pengaruh hati nurani). Tuhan adalah instansi tertinggi. Ia menjadi
hakim atas segala hati nurani. Tetapi kita sebagi manusia, dipanggil untuk
mengindahkan hati nurani itu.[14] Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa hati nurani atau suara hati sebagai sumber
etika jika berpedoman kepada Firman Tuhan dan dapat menentukan dengan seksama
yang baik sebagai yang baik, dan yang
buruk sebagai yang buruk.
III.
Kesimpulan
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hati nurani adalah suatu fungsi dari akal budi
untuk memutuskan perbuatan dari seseorang yang mempunyai arti moral baik atau
buruk. Hati nurani atau suara hati sebagai sumber etika jika berpedoman kepada
firman Tuhan dan dapat menentuka n yang baik atau yang buruk dan mengindahkan
suara hati itu. Dan suara hati atau hati nurani itu juga menjadi suatu
bukti bahwa manusia tidak dapat lepas
dari Allah.
IV.
Daftar
Pustaka
....,
KBBI,
Chang William, Pengantar Teologi Moral, Yogyakarta: kanisius, 2001
Darmaputera Phill Eka, Etika Sederhana Untuk Semua, Jakarta: BPK-GM, 1989
Douma J., Kelakuan
yang bertanggung jawab: pembimbing kedalam etika Kristen, Jakarta:
BPK-GM,1993
Poespoprodjo W., Filsafat
Moral, Bandung: Pustaka Grafika, 1999
Soedarmo R., Kamus
Istilah Teologi, Jakarta:BPK-GM,1991
Verkuyl J., Etika
Kristen: Bagian Umum, Jakarta: BPK-GM, 2012
White Jerry, Kejujurran,
Moral dan Hati Nurani, Jakarta: BPK-GM, 1999
[1] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian
Umum, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 1
[2] R. Soedarmo, Kamus Istilah
Teologi, (Jakarta:BPK-GM,1991)25
[3] Phill Eka Darmaputera, Etika
Sederhana Untuk Semua, (Jakarta: BPK-GM, 1989), 5
[4] ...., KBBI,
[5] William Chang, Pengantar Teologi Moral, (Yogyakarta: kanisius, 2001), 129
[6] W. Poespoprodjo, Filsafat Moral,
(Bandung: Pustaka Grafika, 1999), 242-243
[7] William Chang, Pengantar Teologi Moral, 127
[8] J. Douma, Kelakuan yang bertanggung jawab: pembimbing kedalam etika Kristen, (Jakarta:
BPK-GM,1993), 96
[9] William Chang, Pengantar Teologi Moral,128
[10] Jerry White, Kejujurran, Moral dan Hati Nurani, (Jakarta:
BPK-GM, 1999), 24-29
[11] Jerry White, Kejujurran, Moral dan Hati Nurani, 15-16
[12] Ibid, 21
[13] J. Douma, Kelakuan yang bertanggung jawab: pembimbing kedalam etika Kristen,98
[14] J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum,58-61
No comments:
Post a Comment