Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis
Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan
Ev : Matius 27: 1-10
Pengantar
Era globalisasi ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bermigrasi kerja ke negara lain yang berekonomi lebih maju karena alasan kemiskinan yang mendorong mereka untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Kehidupan masyarakat yang terperangkap dalam kemiskinan itu, menjadi lahan yang ideal bagi sekelompok orang untuk memperdagangkan dan mengeksploitasi para buruh, calon buruh, perempuan dan anak-anak. Selain alasan kemiskinan banyak faktor lain terjadinya trafficking di dalam kehidupan manusia antara lain : Skill atau kemampuan, lapangan kerja yang semakin sempit, dsb.
Pembahasan Nats / Refleksi
Apa yang dicatat dalam pasal ini merupakan bagian daripada peristiwa penting dalam perjalanan kematian Yesus Kristus di kayu salib. Peristiwa penjualan Yesus ini adalah bukti bahwa trafficking sudah ada sejak dahulu walaupun peristiwa ini merupakan bagian penting di dalam sejarah keselamatan orang-orang yang percaya. Peristiwa ini dimulai dengan pembelengguan Yesus dan dibawa kehadapan Pilatus, wali negri pada saat itu (1-2). Pilatus dikenal sebagai wali negri yang keras, bertangan besi dalam memimpin pada waktu itu. Ini adalah bagian penggenapan seperti yang sering dikatakan oleh Yesus bahwa Ia akan diserahkan kepada orang bukan Yahudi. Ketika Yudas melihat bahwa keputusan yang dijatuhkan kepada Yesus adalah hukuman mati menyesallah Yudas. Bukti daripada penyesalannya adalah ia mengembalikan tiga puluh keping perak yang ia terima sebagai akibat daripada tindakannya yang menyerahkan Yesus. Menyesallah Yudas mengandung makna bahwa ia sedang dirundung duka, rasa putus asa, dan murka pada dirinya sendiri. Bukti penyesalan Yudas adalah dia juga mau memberikan pengakuan “aku telah berdosa karena menyerahkan darah orang yang tak bersalah” (4). Dia mengakui bahwa Yesus tidaklah bersalah, dan pengakuannya itu merupakan bukti bahwa kemuliaan Kristus adalah nyata untuk menebus orang-orang berdosa dengan mengorbankan dirinya yang tak bersalah untuk disalibkan. Dengan penuh kesadaran Yudas mengakui bahwa dia telah berdosa karena menyerahkan Yesus demi tiga puluh keping perak. Tanda penyesalah Yudas juga adalah ketika dia melemparkan tiga puluh keping perak ke dalam bait Allah dan mengakhiri hidupnya dengan menggantung dirinya. Bagi Yudas Iskariot kesalahannya adalah fatal maka cara satu-satunya adalah dengan mengakhiri hidupnya. Ini bukanlah tindakan yang patut dicontoh karena akan lebih baik seseorang yang bersalah haruslah ia bertobat dan tidak mengulangi kesalahan yang sama seperti yang dilakukan sebelumnya (5). Dalam tradisi mereka pada saat itu ketika seseorang mengambil uang yang telah dilemparkan sebagai akibat dari uang darah adalah najis oleh karena itu para imam mengatakan bahwa “tidak diperbolehkan memaksukkan uang ini kedalam peti persembahan sebab ini uang darah” (6). Akhirnya uang itu digunakan untuk membeli tanah dan sampai saat ini tanah itu disebut sebagai tanah darah yang digunakan untuk menguburkan orang-orang asing. (8-10).
Refleksi
Perdagangan manusia adalah tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat berlawanan dengan Firman Tuhan. Penjualan Yesus yang dilakukan oleh Yudas adalah contoh perdagangan manusia sekalipun tujuan sebenarnya kisah ini adalah untuk menggenapi kemuliaan Tuhan seperti yang sudah di firmankan. Banyak yang menyebabkan orang-orang tidak terkecuali orang percaya jatuh kepada praktek ini antara lain : kemiskinan, tingkat pendidikan, lapangan kerja, keterampilan atau skill, bencana alam, dsb. Yang harus kita lakukan sebagai gereja (orang percaya) adalah membuat pelatihan dengan memberdayakan jemaat yang memiliki kemampuan (skill) tertentu untuk mendukung jalannya roda ekonomi di dalam rumah tangga. Gereja tidak seharusnya hanya mengurusi masalah moral tetapi ikut peduli kepada jemaat-jemaat di dalam ekonominya agar terhindar dari praktek trafficking.
Minggu, 13 September 2020, 14-Set Trinitatis
Tema : Kenikmatan Dunia Adalah Kesiasiaan
Ev : Pengkhotbah 2 : 4-11
Pendahuluan
Individualistis di zaman modern seperti ini semakin meningkat ditambah dengan kecanggihan teknologi yang semakin maju membuat semua orang lebih mementingkan diri sendiri. Banyak orang yang hanya asik dengan dirinya sendiri oleh karena kenikmatan dunia yang ia rasakan membuat ia lupa akan identitas sebenarnya bahwa ia adalah orang percaya. Menikmati apa yang ditawarkan oleh dunia termasuk : teknologi, harta atau materi, pangkat atau jabatan harus di dalam hikmat Tuhan karena sejatinya itu semua adalah sementara, walaupun sementara dapat membuat seseorang lupa diri dan meninggalkan Tuhan. Pengkhotbah mengatakan semua adalah sia-sia. Kenikmatan dunia adalah sia-sia.
Pembahasan / Isi
Kitab pengkhotbah adalah kitab yang ditulis oleh raja Salomo (1:1) yang mengungkapkan bagaimana pengalaman hidupnya bersama Tuhan. Pengkhotbah mencoba untuk mencari makna daripada hidup yang sebenarnya dalam berbagai situasi baik senang ataupun kenikmatan dunia tersebut. Semua kesenangan fisik yang tersedia baginya : pekerjaan yang besar, rumah-rumah, kebun anggur (4), membuat taman buah (5), kolam-kolam untuk mengairi pohon-pohon muda (6). Selain itu pengkhotbah memperlihatkan bahwa pekerjaan yang dilakukan mendatangkan nikmat berupa materi yang lebih dari cukup sehingga pengkhotbah dapat membeli budak untuk mengurusi segala keperluan di dalam kehidupan si pengkhotbah itu sendiri. Ternak yang dimilikinya melebihi siapapun yang ada di Yerusalem (7), dengan banyak harta apapun yang ingin dimiliki oleh si pengkhotbah dapat tercukupi semuanya sampai kepada gundik dan biduanita-biduanita yaitu hal-hal yang mendatangkan dosa pun bisa dimilikinya oleh karna harta dunia yang dimiliki (9).. Tidak dapat disangkal bahwa segala yang dimiliki oleh pengkhotbah di dalam kehidupannya adalah hasil kerja kerasnya. Pengkhotbah berambisi mengejar berbagai hal yang istimewa dan besar. Pengkhotbah memusatkan perhatiannya kepada kesenangan dan nikmat duniawi sebagai sumber yang paling utama dalam mendatangkan sukacita. Dia membekali dirinya dengan anggur, perempuan-perempuan, dan nyanyian dengan berbagai kemewahan yang dimilikinya, tapi pada akhirnya dia menyerah akan dirinya sendiri bahwa semuanya itu tidak memberikan kesenangan atau kepuasan yang kekal di dalam hidupnya. Walaupun ia adalah orang besar, bahkan lebih besar dari siapa pun yang ada pada masa itu. Ia benar-benar sadar bahwa semua yang dimilikinya pada masa hidupnya tidak ada artinya karna baginya semua adalah sia-sia. “lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang taka da keuntungan di bawah matahari” (11). Inilah titik balik daripada perenungan sang pengkhotbah akan segala nikmat duniawi yang dimilikinya bahwa tidak ada keuntungannya. Menjaring angina memiliki pengertian bahwa tidak ada habisnya kalau kita mengumpulkan harta dunia ini karena harta dunia ini seperti angina yang sebentar akan pergi dan sebentar akan datang.
Refleksi
Salomo adalah seorang raja yan kaya-raya, terkenal, berhikmat, serta telah menikmati keindahan dunia ini. Akan tetapi baginya menikmati hidup bukanlah terletak kepada harta yang berlimpah, keberhasilan atau prestasi tertentu di dalam pekerjaan melainkan terletak kepada anugrah yang masih diberikan oleh Tuhan untuk menikmati hidup ini. Pengajaran yang ingin disampaikan adalah tidak ada gunanya mengejar harta duniawi akan lebih baik milikilah rasa mengucap syukur di dalam kehidupan atas apapun yang dimiliki di dalam hidup dan milikilah kualitas hidup yang baik bersama dengan Tuhan dengan itu segala sesuatu pasti akan ditambahkan oleh Tuhan di dalam kehidupan kita.
Minggu, 20 September 2020, 15 Set-Trinitatis
Ev : Lukas 17 : 26-37
Tema : Allah Menyatakan Kuasa-Nya Melalui Bencana Alam
Pendahuluan
Berita tentang bencana alam begitu sering menghiasi media-media massa di Indonesia beberapa tahun terakhir. Hal itu di karenakan banyak bencana alam yang telah terjadi di berbagai daerah di Indonesia, dari bencana alam yang tidak terlalu menimbulkan kerugian yang banyak (misal: banjir rutin yang terjadi di beberapadaerah) sampai dengan bencana alam yang fatal, yang menimbulkan korban yang sangat besar, baik materi maupun nyawa manusia (Tsunami, Banjir Bandang, Gempa Bumi, Tanah Longsor, Gunung Meletus, dll.). Tidak ada satu pihakpun (baik pribadi maupun pemerintah di dunia ini) yang dapat/berani menjamin bahwa bencana alam tidak akan terjadi lagi di masa mendatang. Ancaman terjadinya bencana alam yang lebih dahsyat lagi (walaupun hal ini sangat tidak diharapkan) tetap menghantui hidup manusia. Sangat menarik yang menjadi Thema khotbah kita pada minggu ini adalah Allah menyatakan Kuasanya melalui bencana Alam. Banyak cara yang dipakai Tuhan untuk menunjukkan kehadiran-Nya di tengah-tengah manusia. Salah satu tanda itu adalah dengan adanya bencana alam. Salah satu diantaranya adalah Gempa Bumi. Di dalam PL disebutkan beberapa kali penampakan Tuhan kepada umat-Nya, misalnya dalam perjalanan umat Israel keluar dari Mesir menuju tanah perjanjian, Allah menampakkan diri kepada umat-Nya di gunung Sinai (Kel. 19:18). Dalam ayat itu dinyatakan bahwa seluruh gunung Sinai “gemetar sangat.” Kedua kata tersebut menjelaskan adanya gempa bumi, dimana gunung itu bergoyang sedemikian rupa, yang membuat umat Israel sangat ketakutan karena Allah hadir di tengah-tengah mereka
Pembahasan/Isi
Sejatinya Lukas 17 ini menngisahkan tentang perkataan Yesus mengenai kedatangan Kerjaan Allah. Orang-orang Farisi beranggapan bahwa apabila Yesus itu Mesias, Dia akan memperkenalkan pemerintahan-Nya dengan cara segera menyatakan kuasa dan menaklukkan negeri itu secara lahiriah. Yesus mempunyai program yang berbeda, dan jawaban-Nya. Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah. Yesus menggambarkan kedatangan kerajaan Allah itu seperti kedatangan bencana (seperti: air bah pada zaman nuh dan hujan belerang pada jaman lot) Melalui jawaban Yesus terhadap pertanyaan orang Farisi (20).
Terkait pada thema khotbah “Allah menyatakan kuasaNya melalui bencana Alam”, Bencana alam, apapun itu, selalu terjadi atas ijin Tuhan. Namun ini bukan berarti Dia yang menjadi penyebab, apalagi sumber dari segala malapetaka itu. Tidak pernah terbesit di hati-Nya sedikit saja keinginan melihat manusia mengalami penderitaan yang besar (yang seharusnya tidak perlu terjadi) apalagi bersuka hati melihat sejumlah besar jiwa binasa. Dia bukan Allah yang suka mempermainkan ciptaan-Nya semena-mena demi sebuah keisengan dan hiburan semata. lkitab berkali-kali menyiratkan pesan bahwa penyebab suatu bencana alam terjadi adalah karena perbuatan manusia sendiri. Entah karena secara langsung manusia 'merusak' keseimbangan alam atau secara rohani, mereka melakukan dosa-dosa dan kejahatan yang telah melampaui batas kesabaran Tuhan sehingga Ia harus menjalankan penghakiman-Nya. Selain itu, tempat dimana suatu malapetaka terjadi berhubungan erat dengan kejatuhan rohani mayoritas orang yang berada di wilayah tersebut. Hal ini nampak dari kebinasaan yang dijatuhkan atas Sodom dan Gomora.
Refleksi
Ketika bencana terjadi, kadang-kadang tidak mudah untuk melihat sesuatu dari sudut pandang Tuhan. Kita tidak mungkin dapat mengidentifikasi mengapa bencana terjadi, tapi kita harus selalu siap untuk mengambil tindakan. Sebagai contoh, kita harus: Percayalah bahwa Tuhan tahu apa yang dia lakukan dengan membiarkan bencana terjadi, dan bahwa ia dapat mendatangkan kebaikan dari situasi buruk. Bagian kita, tatkala mengalami atau mengetahui adanya bencana, adalah menyelidiki hati kita dan mencari tahu maksud hati Tuhan. Selain bantuan dan dukungan secara materiil terus dialirkan kepada orang-orang yang terkena bencana, setiap orang harus merenung dan meratapi keadaan hati dan hidup kita yang membuat Tuhan mengijinkan sesuatu yang buruk terjadi atas kita.
Minggu, 27 September 2020, 16 Set- Trinitatis
Tema : Kepedulian Terhadap Disabilitas
Ev : 2 Samuel 9 : 1-8
Pendahuluan
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan yang dimaksud adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya sehingga kesulitan dalam melaksanakan tugas atau tindakan. Istilah yang sering kita dengarkan pada penyandang disabilitas adalah “cacat” (fisik dan mental). Akan tetapi sering perkembangan waktu mereka tidak lagi disebut cacat akan tetapi disabilitas “sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitas berbeda” yang perlu diperhatikan dan dibantu oleh orang yang normal karena mereka memiliki keterbatasan.
Banyak ayat alkitab yang menyarankan kita manusia untuk peduli pada orang penyandang disabilitas, secara khusus dalam thema minggu ini “Kepedulian Terhadap Disabilitas” kita diingatkan kembali melalui kitab 2 Samuel untuk memberikan kontribusi mengasihi sasama manusia, dan khususnya kepada penyandang disiabilitas.
Keterangan Nast
Seorang yang bermusuhan biasanya menyimpan dendam turun-temurun, dendam yang sulit dilupakan, dendam yang diusahakan untuk dibalas. Raja Daud dimusuhi Saul, raja pendahulunya. Daud tidak mendendam, malah mengasihi Yonatan, putra Saul. Ia juga ingin menunjukkan kasih Allah kepada keturunan Saul, dan ia menemukan Mefiboset, cucu Saul (ay. 2, 3). Diayatnya yang pertama dapat kita lihat bahwa daud berkata “maka aku akan menunjukkan kasih ku kepadanya oleh karena Yonatan” Persahabatan Daud dengan Yonatan dinampakkan juga kepada anak Yonatan, Mefibosyet. Kebiasaan saat itu, seorang raja yang menang, membunuh semua anggota keluarga raja yang dikalahkannya. Mereka diangap ancaman karena dapat saja suatu saat memberontak. Bagi Daud, membagikan kasih Allah dan memelihara kesetiakawanan adalah lebih utama daripada keinginan mempertahankan takhta kerajaan. Kasih Allah itulah yang mendasari persahabatannya dengan Yonatan. Persabahatan Kristen yang benar dan langgeng pun didasarkan pada kasih Allah. Persahabatan yang dirasakan oleh Daud ini juga perluh kita renungkan, marilah kita menjadi sahabat bagi semua orang karena tidak dapat dipungkiri bahwa kita adalah mahkluk social yang tidak dapat hidup dengan sendirinya, artinya kita membutuhkan manusia yang lain untuk tetap dapat bertahan hidup. Sehingga ketika kita berada pada posisi perlu untuk diperhatikan ataupun pertolongan maka saudara-saudara kita yang lain akan memperhatikan kita. Bukan hanya itu, bahkan ketika keturunan kita (anak-cucu kita) memerlukan pertolongan karena orang-orang mingingat sikap baik kita maka keturunan kita itu akan diperdulikan.
Kasih menjadi nyata. Kasih Allah ini dinampakkan Daud bukan hanya dengan cara tidak membunuh Mefiboset, tetapi ia memberikan seluruh milik Saul kepadanya dan mengijinkannya makan semeja dengan Daud. Yang diterima oleh Mefiboset ini adalah sesuatu yang luar biasa. Mefisboset merasa ia hanya layak diperlakukan seperti bangkai anjing, tetapi Daud memberikan kehormatan yang luar biasa. Kasih sejati seperti yang dinyatakan oleh Daud dengan memberikan yang istimewa, bukan sesuatu yang bekas dan tidak berharga. Daud membuktikan kedekatan-Nya dengan Allah melalui kasih dan kebaikannya pada setiap orang, bahkan kepada orang yang telah berlaku jahat kepadanya. Banyak orang mengaku dirinya memiliki hubungan yang baik dan dekat dengan Allah, tetapi ia tidak menunjukkan kasih kepada sesama. Jika kita memiliki hubungan dekat dengan-Nya, kita akan mewarisi karakter-Nya, yaitu membalas air tuba dengan air susu.
Refleksi
Daud tidak membiarkan Mefisobet hidup di dlam kepahitan hidup. Ungkapan kasih yang sangat berbeda yang diperlihatkan oleh Daud kepada Mefiboset yang menentang arus yang ada pada waktu itu. Ikatan persahabatan yang dibangun antara Daud dan Yonatan, ikatan persahabatan yang dibangun atas dasar kasih Tuhan. Seperti itulah kasih Tuhan kepada kita, kita yang tidak layak dan berdosa dilayakkan Tuhan di dalam pengorbanannya di kayu salib untuk menebus dosa kita manusia. Mengubahkan ketidaklayakan di dalam anugrah pengorbanan kepada manusia.
Refleksi
Persahabatan yang dibangun atas dasar kasih Tuhan adalah persahabatan yang akan memberikan dampak positif bagi setiap insan manusia.
Disabilitas bukan hal yang tabu di tengah masyarakat, melalui cerita ini kita diperlihatkan bagaimana kasih yang tulus yang ditunjukkan Daud kepada Mefiboset.
Mengasihi sesama manusia adalah tugas yang utama karna Allah lebih dahulu mengasihi kita maka tugas kita adalah mempersaksikan kasih itu untuk orang-orang di sekitar kita
No comments:
Post a Comment