Thursday, March 23, 2017

Gereja dan Negara



Nama                          : Johannes Nababan
Ting/ Jurusan            : IV-C/ Theologia
M. Kuliah                   : Seminar Sejarah Gereja
Dosen                          : Bertha Lyna Tarigan M.Th                       Ujian Tengah Semester
Gereja dan Negara
(Tinjauan Historis Teologis Terhadap Hubungan Gereja dan Negara Menurut Pemikiran Marthin Luther dan Relevansinya di Indonesia)
I.                   Latar Belakang Masalah
Gereja dan negara merupakan dua hal yang sangat berbeda. Gereja adalah perkumpulan yang terbentuk dari adanya sebuah kepercayaan kepada Allah yang hidup yaitu di dalam Kristus. Sedangkan negara terbentuk dengan adanya masyarakat yang terhimpun dalam suatu wilayah tertentu dibawah satu pemerintahan. Akan tetapi kedua hal yang sangat berbeda ini disatukan oleh GKR demi kekuasaan tertinggi di Roma, tepatnya pada abad pertengahan. Fungsi dan tugas gereja diketika itu semakin tidak jelas bahkan semakin memburuk. Di situasi yang sangat menegangga tersebut Marthin Luther memberikan pandangan mengenai hubungan Gereja dan Negara. Maka dengan alasn itulah, pada kesempatan kali ini saya ingin tinjau secara historis teologis hubungan gereja dan negara menurut Marthin Luther dan Relevansinya di Indonesia. Semoga sajian ini dapat memenuhi tugas Ujuan Tengah Semester sekaligus menambah wawasan penulis dan pembaca.
II.                Pembahasan
2.1. Sejarah Singkat Marthin Luther[1]
Martin Luther lahir pada tanggal 10 November 1483 di Eisleben, Saxonia, dan wafat pada tanggal 18 Februari 1546.Ia berasal dari keluarga petani, dan mengaku,”Ich bin ein Bauern Sohn” (Saya anak petani).Ayahnya bernama Hans Luther, dan ibunya Margaret Ziegler.Pada musim panas 1484, keluarga Luder pindah ke Mansfeld, Magdeburg dan Einsenach. ia mengalami kejadian yang amat menentukan masa depannya, yaitu ketika ia berjalan di tempat terbuka dalam cuaca yang buruk, ia hampir-hampir tersambar petir; takut akan mati, dan berjanji kepada Santa Anna, bahwa ia akan masuk ke biara.Dan pada tanggal 17 Juli 1505, ia masuk ke ordo rahib St.Agustinus. Dan pada tanggal 3 April 1507, ia di tahbiskan menjadi imam. Kemudian pada tahun 1512, ia meraih gelar Doktor Teologi.

2.2. Gereja dan Negara Menurut Marthin Luther
Hakikat Gereja menurut Luther adalah perefleksian penekanan atas firman Allah. Firman Allah berjalan terus untuk menaklukan dan kemanapun ia akan menaklukan dan mendapat kesetiaan yang benar kepada Allah dan gereja. Luther juga mengatakan bahwa gereja yang kelihatan dibentuk oleh pemberitaan firman Allah.Lembaga gereja ini merupakan alat anugerah yang ditentukan secara ilahi.[2]
            Luther memandang Negara sebagai sesuatu yang berasal dari Allah.Konsekuensinya adalah bahwa seluruh dunia dan manusia harus tunduk kepada Allah.Dengan demikian maka kesetiaaan manusia kepada penguasa menjadi tanpa syarat.Luther melihat kesetiaan warga Negara kepada pimpinannya sebagai hal yang rohani dalam kerangka hubungan manusia dengan Allah.[3]Negara tidak boleh merebut hak-hak Allah.Allahlah yang memerintah jiwa-jiwa bukan Negara.Luther mempertegas bahwa tugas tanggung jawab pemerintah atau penguasa adalah mempraktekkan keadilan, mengizinkan kebebasan bagi setiap orang dalam melaksanakan kepercayaannya, membela Negara dari semua musuh-musuhnya, dan memuliakan Tuhan.
2.3. Masalah Hubungan Gereja dan Negara di Abad Pertengahan
Keputusan Theodosius untuk menjadikan agama Kristen sebagai agama Kekaisaran Romawi haruslah dilihat sebagai keputusan politis.Keputusan politis ini membawa dampak yang sangat besar bagi gereja dan kekristenan baik yang bersifat positif maupun negatif.Para pejabat gerejawi mendapat kehormatan yang luar biasa mereka diberi hak- hak yang istimewa serta diberi kekuasaan duniawi.Gedung-Gereja yang megah dibangun atas biaya kekaisaran.Ibadah menjadi sangat meriah. Disamping hal- hal yang positif di atas terdapat juga dampak negatif, yaitu mutu kekristenan merosot sama sekali. Orang menjadi Kristen bukan lagi di dasarkan pada pertobatan pribadi atau keputusan yang dewasa yang bertanggung jawab.[4]Perkembangan di gereja membawa dampak positif dan negatif. Gereja sebagai lembaga rohani juga menjadi kuasa politik, khususnya di kota- kota besar. Uskup bukan tidak hanya sebagai tokoh rohani tetapi juga diberi peran politik. Hal itu menyebabkan mereka memakai cara politik untuk menyelesaikan persoalan dalam gereja. Dan anggota gereja semakin bertambah besar.[5]
2.4. Hubungan Gerejan dan Negara Menurut Marthin Luther
Yang mempengaruhi munculnya pemikiran Luther tentang Gereja dan Negara adalah tidak terlepas dari situasi GKR pada abad pertengahan di Eropa Barat. H. Berkhof mencatat bahwa sejak abad ke-V gereja telah diduniawikan. Artinya bahwa gereja adalah di bawah perlindungan kaisar.Kaisar berperan sebagai kepala gereja.Dengan demikian Gereja-Negara disusun selaku badan hukum yang berpusatkan istana kaisar.[6]Uskup Roma juga menyebutkan dirinya sebagai wakil Kristus yang memiliki dua kekuasaan, yaitu kuasa untuk menganugerahkan dan kuasa untuk mengalihkan kerajaan-kerajaan.Artinya semua uskup di seluruh dunia harus meminta penahbisan dan pengukuhan darinya. Selain daripada itu, ia memiliki hak untuk membuat peraturan-peraturan ibadah, perubahan dalam sakramen, dan ajaran-ajaran dalam gereja.[7] Dalam menjelaskan hubungan antara gereja dan Negara, luther menggunakan teori atau ajaran tentang “dua kerajaan”atau “dua pemerintahan”. Luther menarik suatu perbedaan antara pemerintahan “spiritual” yang berasal dari Allah yang diberlakukan melalui firman Allah dan tuntunan roh kudus, dan pemerintahan “duniawi” Allah diberlakukan melalui raja-raja, pengeran-pangeran dan hakim-hakim dengan mempergunakan pedang dan hukum Negara. Luther juga menekankan perbedaan antara konsepsi manusia dan konsepsi Ilahi tentang “kebenaran” atau “keadilan”, suatu tema yang merupakan karakteristik dari “teologi salib”.Pada mulanya Luther berpendapat bahwa secara kelembagaan Negara tidak boleh mengurusi kehidupan gereja. Tetapi ketika ia melihat bahwa ada kelompok tertentu atas nama imam melakukan pemberontakkan dan huru-hara yang juga mengakibatkan kerugian kepada gereja, antara lain pemberontakkan kaum petani tahun 1525 yang dinilai Luther sudah mengarah pada anarkhi, maka Luther memberi peluang kepada negara untuk ikut mengatur kehidupan gereja. Dalam perkembangan selanjutnya campur tangan Negara terhadap gereja semakin besar.Itu tak lepas dari dukungan raja-raja tertentu di Jerman terhadap Luther ketika membela di hadapan tuntutan GKR.Itulah sebabnya di Negara-negara yang didominasi aliran Lutheran (mis.Jerman dan Negara-negara Skandinafia) gereja pada umumnya menjadi gereja Negara, paling tidak hingga pada abad ke XIX.[8]

III.             Analisa
Gereja dan Negara menurut Martin Luther harus dipisahkan meskipun sebenarnya bersinggungan.Pemisahan itu, Luther menggunakan ajaran tentang “dua kerajaan” atau “dua pemerintahan”.Namun dikatakan bersinggungan karena sama-sama melakukan pekerjaan yang diamanatkan Tuhan demi memanusiakan manusia.Gereja sebagai bagian dari warga Negara RI dan makhluk social, yang tidak menutup kerjasama dengan Pemerintah dalam membangun manusia seutuhnya.Lalu yang menjadi pertanyaan sekarang adalah adakah ajaran “Dua Kerajaan Luther” hadir di Negara Republik Indonesia saat ini?secara ringkas dapat disebut ada jika pendekatannya dari sudut pemisahan kekuasaan sebagai unsur penting. Namun dikatakan tidak ada, jika kita melihat keadaan gereja mencampuri urusan Negara, bahkan lebih memfokuskan pada bagian politik lalu mengabaikan pelayanan, dan penggembaan.Siapakah gereja dan Negara itu?Dalam konsep gereja rakyat, bukankah orang yang di dalam gereja itu adalah bagian dari masyarakat, dan itu juga yang menjalankan pemerintahan?Jawabnya, memang demikian, sebab orang Kristen hidup di dalam dunia, kakinya berdiri sebelah di kawasan gerejawi dan satu lagi di kawasan duniawi.Dalam masyarakat yang non Kristen prinsip itu bisa berlaku.Sebagaimana penjelasan di atas bahwa Luther melihat kedua kekuasaan itu sebagai dua lingkaran yang terpisah tetapi bersinggungan secara fleksibel pada bagian tertentu.Luther melihat kedua kekuasaan itu berpusat pada Kristus.Dengan demikian gereja dan dunia ini adalah milik Kristus.Politik adalah salah satu bidang pelayanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sama pentingnya dengan bidang-bidang kehidupan lainnya. Menurut Luther dalam politik, pejabat pemerintah dan politisi jiga adalah imam yang mesti mempergunakan kemampuannya di bidang politik bagi kepentingan manusia dan Tuhan (istilah “imamat am orang percaya”).Prinsip Marthin Luther tentang pekerjaan menggaris bawahi bahwa setiap pekerjaan adalah mimbar Allah. Orang Kristen bisa menjadi serdadu tetapi bukan berperang untuk menyerang orang lain melainkan karena keadaan darurat atau terpaksa demi mempertahankan kepentingan orang lain. Setiap pekerjaan yang di embankan bagi tiap-tiap orang harus memiliki  tujuan dan berusaha supaya bermanfaat bagi orang lain.
IV.             Kesimpulan
Gereja dan negara merupakan dua institusi yang berbeda.Namun keduanya memiki hubungan yang tidak dapat dipungkiri.Warga jemaat atau warga gereja adalah warga negara, oleh karena itu seharusnya terbina hubungan yang baik antara gereja dan negara.Sejarah telah memperlihatkan bahwa gereja yang mengusai negara membawa kepada masa kegelapan gereja.Demikian halnya dengan masa dimana negara menguasai gereja, ini adalah masa yang suram di dalam perkembangan kekristenan.
            Oleh karena itu negara dan gereja tidak boleh saling menguasai satu dengan yang lainnya.Gereja harus menghormati negara sebagai otoritas yang mengelola wilayah tempat gereja berada. Demikian juga negara seharusnya menghormati  gereja sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari perkumpulan warga negara yang memiliki kesamaan kepercayaan. Dengan adanya saling menghormati, maka gereja dan negara akan hidup berdampingan dengan damai. Gereja akan hidup dalam damai sejahtera untuk membina kerohanian warga negara yang percaya kepada Kristus. Kerohanian yang baik akan membawa warga negara dan juga membawa negara kepada kesejahteraan.
V.                Daftar Pustaka
Aritonang. Jan S, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja ,(Jakarta: BPK-GM;2000), hlm.. 31
Aritonang.Jan S, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung: Jurnal Info Media;2007), hlm. 127.
B. TappertTheodore, Konkord konfensi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK-GM;2004),414.
Berkhof.H,& I.H. Enklaar, Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM;1996),50-51
De JongeC.,Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta : Gunung Mulia),58-59
E. McGrathAlister,Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta:BPK-GM;2002),249-250
SimorangkirMangisi SE., Ajaran Dua Kerajaan Luther,(Pematangsiantar: kalportase pusat GKPI;2008), 90
WellemF.D,  Riwayat Hidup Singkat Tokoh- Tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011) 180 -182


[1]Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja ,(Jakarta: BPK-GM;2000), 31
[2]Alister E. McGrath,Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta:BPK-GM;2002),249-250
[3]Mangisi SE. Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther,(Pematangsiantar: kalportase pusat GKPI;2008), 90
[4] F.D Wellem,  Riwayat Hidup Singkat Tokoh- Tokoh Dalam Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011) 180 -182
[5]C.De Jonge,Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta : Gunung Mulia),58-59
[6]H. Berkhof, H& I.H. Enklaar, Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM;1996),50-51
[7]Theodore B. Tappert, Konkord konfensi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK-GM;2004),414.
[8]  Jan S. Aritonang, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung: Jurnal Info Media;2007), hlm. 127.

2 comments:

  1. bagus sekali pembahasannya
    mohon ijin buat jadi bahan referensinya yah pak..

    ReplyDelete
  2. terima kasih buat penjelasnnya bang. sangat membantu saya dalam materi perkuliahan. izin untuk saya buat jadi sajian teori di paper saya pak

    ReplyDelete

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...