Nama : Johannes Nababan
Ting/ Jurusan : IV-C/ Theologia
M. Kuliah : Seminar Sejarah Gereja
Dosen : Bertha Lyna Tarigan M.Th Ujian Tengah Semester
Gereja
dan Negara
(Tinjauan
Historis Teologis Terhadap Hubungan Gereja dan Negara Menurut Pemikiran Marthin
Luther dan Relevansinya di Indonesia)
I.
Latar Belakang Masalah
Gereja
dan negara merupakan dua hal yang sangat berbeda. Gereja adalah perkumpulan
yang terbentuk dari adanya sebuah kepercayaan kepada Allah yang hidup yaitu di
dalam Kristus. Sedangkan negara terbentuk dengan adanya masyarakat yang
terhimpun dalam suatu wilayah tertentu dibawah satu pemerintahan. Akan tetapi
kedua hal yang sangat berbeda ini disatukan oleh GKR demi kekuasaan tertinggi
di Roma, tepatnya pada abad pertengahan. Fungsi dan tugas gereja diketika itu
semakin tidak jelas bahkan semakin memburuk. Di situasi yang sangat menegangga
tersebut Marthin Luther memberikan pandangan mengenai hubungan Gereja dan
Negara. Maka dengan alasn itulah, pada kesempatan kali ini saya ingin tinjau
secara historis teologis hubungan gereja dan negara menurut Marthin Luther dan
Relevansinya di Indonesia. Semoga sajian ini dapat memenuhi tugas Ujuan Tengah
Semester sekaligus menambah wawasan penulis dan pembaca.
II.
Pembahasan
2.1.
Sejarah Singkat Marthin Luther[1]
Martin Luther lahir pada tanggal 10 November
1483 di Eisleben, Saxonia, dan wafat pada tanggal 18 Februari 1546.Ia berasal
dari keluarga petani, dan mengaku,”Ich bin ein Bauern Sohn” (Saya anak
petani).Ayahnya bernama Hans Luther, dan ibunya Margaret Ziegler.Pada musim panas
1484, keluarga Luder pindah ke Mansfeld, Magdeburg dan Einsenach. ia mengalami
kejadian yang amat menentukan masa depannya, yaitu ketika ia berjalan di tempat
terbuka dalam cuaca yang buruk, ia hampir-hampir tersambar petir; takut akan
mati, dan berjanji kepada Santa Anna, bahwa ia akan masuk ke biara.Dan pada
tanggal 17 Juli 1505, ia masuk ke ordo rahib St.Agustinus. Dan pada tanggal 3
April 1507, ia di tahbiskan menjadi imam. Kemudian pada tahun 1512, ia meraih
gelar Doktor Teologi.
2.2.
Gereja dan Negara Menurut Marthin Luther
Hakikat Gereja menurut Luther adalah
perefleksian penekanan atas firman Allah. Firman Allah berjalan terus untuk
menaklukan dan kemanapun ia akan menaklukan dan mendapat kesetiaan yang benar
kepada Allah dan gereja. Luther juga mengatakan bahwa gereja yang kelihatan
dibentuk oleh pemberitaan firman Allah.Lembaga gereja ini merupakan alat
anugerah yang ditentukan secara ilahi.[2]
Luther memandang Negara sebagai sesuatu yang
berasal dari Allah.Konsekuensinya adalah bahwa seluruh dunia dan manusia harus
tunduk kepada Allah.Dengan demikian maka kesetiaaan manusia kepada penguasa
menjadi tanpa syarat.Luther melihat kesetiaan warga Negara kepada pimpinannya
sebagai hal yang rohani dalam kerangka hubungan manusia dengan Allah.[3]Negara tidak boleh
merebut hak-hak Allah.Allahlah yang memerintah jiwa-jiwa bukan Negara.Luther
mempertegas bahwa tugas tanggung jawab pemerintah atau penguasa adalah
mempraktekkan keadilan, mengizinkan kebebasan bagi setiap orang dalam
melaksanakan kepercayaannya, membela Negara dari semua musuh-musuhnya, dan
memuliakan Tuhan.
2.3.
Masalah Hubungan Gereja dan Negara di Abad Pertengahan
Keputusan
Theodosius untuk menjadikan agama Kristen sebagai agama Kekaisaran Romawi
haruslah dilihat sebagai keputusan politis.Keputusan politis ini membawa dampak
yang sangat besar bagi gereja dan kekristenan baik yang bersifat positif maupun
negatif.Para pejabat gerejawi mendapat kehormatan yang luar biasa mereka diberi
hak- hak yang istimewa serta diberi kekuasaan duniawi.Gedung-Gereja yang megah
dibangun atas biaya kekaisaran.Ibadah menjadi sangat meriah. Disamping hal- hal
yang positif di atas terdapat juga dampak negatif, yaitu mutu kekristenan
merosot sama sekali. Orang menjadi Kristen bukan lagi di dasarkan pada
pertobatan pribadi atau keputusan yang dewasa yang bertanggung jawab.[4]Perkembangan
di gereja membawa dampak positif dan negatif. Gereja sebagai lembaga rohani
juga menjadi kuasa politik, khususnya di kota- kota besar. Uskup bukan tidak
hanya sebagai tokoh rohani tetapi juga diberi peran politik. Hal itu
menyebabkan mereka memakai cara politik untuk menyelesaikan persoalan dalam
gereja. Dan anggota gereja semakin bertambah besar.[5]
2.4.
Hubungan Gerejan dan Negara Menurut Marthin Luther
Yang mempengaruhi munculnya pemikiran Luther
tentang Gereja dan Negara adalah tidak terlepas dari situasi GKR pada abad
pertengahan di Eropa Barat. H. Berkhof mencatat bahwa sejak abad ke-V gereja
telah diduniawikan. Artinya bahwa gereja adalah di bawah perlindungan
kaisar.Kaisar berperan sebagai kepala gereja.Dengan demikian Gereja-Negara
disusun selaku badan hukum yang berpusatkan istana kaisar.[6]Uskup Roma juga menyebutkan
dirinya sebagai wakil Kristus yang memiliki dua kekuasaan, yaitu kuasa untuk
menganugerahkan dan kuasa untuk mengalihkan kerajaan-kerajaan.Artinya semua
uskup di seluruh dunia harus meminta penahbisan dan pengukuhan darinya. Selain
daripada itu, ia memiliki hak untuk membuat peraturan-peraturan ibadah,
perubahan dalam sakramen, dan ajaran-ajaran dalam gereja.[7] Dalam menjelaskan
hubungan antara gereja dan Negara, luther menggunakan teori atau ajaran tentang
“dua kerajaan”atau “dua pemerintahan”.
Luther menarik suatu perbedaan antara pemerintahan “spiritual” yang berasal
dari Allah yang diberlakukan melalui firman Allah dan tuntunan roh kudus, dan
pemerintahan “duniawi” Allah diberlakukan melalui raja-raja, pengeran-pangeran
dan hakim-hakim dengan mempergunakan pedang dan hukum Negara. Luther juga
menekankan perbedaan antara konsepsi manusia dan konsepsi Ilahi tentang
“kebenaran” atau “keadilan”, suatu tema yang merupakan karakteristik dari
“teologi salib”.Pada mulanya Luther berpendapat bahwa secara kelembagaan Negara
tidak boleh mengurusi kehidupan gereja. Tetapi ketika ia melihat bahwa ada
kelompok tertentu atas nama imam melakukan pemberontakkan dan huru-hara yang
juga mengakibatkan kerugian kepada gereja, antara lain pemberontakkan kaum
petani tahun 1525 yang dinilai Luther sudah mengarah pada anarkhi, maka Luther
memberi peluang kepada negara untuk ikut mengatur kehidupan gereja. Dalam
perkembangan selanjutnya campur tangan Negara terhadap gereja semakin besar.Itu
tak lepas dari dukungan raja-raja tertentu di Jerman terhadap Luther ketika
membela di hadapan tuntutan GKR.Itulah sebabnya di Negara-negara yang
didominasi aliran Lutheran (mis.Jerman dan Negara-negara Skandinafia) gereja
pada umumnya menjadi gereja Negara, paling tidak hingga pada abad ke XIX.[8]
III.
Analisa
Gereja dan Negara
menurut Martin Luther harus dipisahkan meskipun sebenarnya
bersinggungan.Pemisahan itu, Luther menggunakan ajaran tentang “dua kerajaan”
atau “dua pemerintahan”.Namun dikatakan bersinggungan karena sama-sama
melakukan pekerjaan yang diamanatkan Tuhan demi memanusiakan manusia.Gereja
sebagai bagian dari warga Negara RI dan makhluk social, yang tidak menutup
kerjasama dengan Pemerintah dalam membangun manusia seutuhnya.Lalu yang menjadi
pertanyaan sekarang adalah adakah ajaran “Dua Kerajaan Luther” hadir di Negara
Republik Indonesia saat ini?secara ringkas dapat disebut ada jika pendekatannya
dari sudut pemisahan kekuasaan sebagai unsur penting. Namun dikatakan tidak
ada, jika kita melihat keadaan gereja mencampuri urusan Negara, bahkan lebih
memfokuskan pada bagian politik lalu mengabaikan pelayanan, dan
penggembaan.Siapakah gereja dan Negara itu?Dalam konsep gereja rakyat, bukankah
orang yang di dalam gereja itu adalah bagian dari masyarakat, dan itu juga yang
menjalankan pemerintahan?Jawabnya, memang demikian, sebab orang Kristen hidup
di dalam dunia, kakinya berdiri sebelah di kawasan gerejawi dan satu lagi di
kawasan duniawi.Dalam masyarakat yang non Kristen prinsip itu bisa
berlaku.Sebagaimana penjelasan di atas bahwa Luther melihat kedua kekuasaan itu
sebagai dua lingkaran yang terpisah tetapi bersinggungan secara fleksibel pada
bagian tertentu.Luther melihat kedua kekuasaan itu berpusat pada Kristus.Dengan
demikian gereja dan dunia ini adalah milik Kristus.Politik adalah salah satu
bidang pelayanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sama pentingnya
dengan bidang-bidang kehidupan lainnya. Menurut Luther dalam politik, pejabat
pemerintah dan politisi jiga adalah imam yang mesti mempergunakan kemampuannya
di bidang politik bagi kepentingan manusia dan Tuhan (istilah “imamat am orang
percaya”).Prinsip Marthin Luther tentang pekerjaan menggaris bawahi bahwa
setiap pekerjaan adalah mimbar Allah. Orang Kristen bisa menjadi serdadu tetapi
bukan berperang untuk menyerang orang lain melainkan karena keadaan darurat
atau terpaksa demi mempertahankan kepentingan orang lain. Setiap pekerjaan yang
di embankan bagi tiap-tiap orang harus memiliki tujuan dan berusaha
supaya bermanfaat bagi orang lain.
IV.
Kesimpulan
Gereja
dan negara merupakan dua institusi yang berbeda.Namun keduanya memiki hubungan
yang tidak dapat dipungkiri.Warga jemaat atau warga gereja adalah warga negara,
oleh karena itu seharusnya terbina hubungan yang baik antara gereja dan
negara.Sejarah telah memperlihatkan bahwa gereja yang mengusai negara membawa
kepada masa kegelapan gereja.Demikian halnya dengan masa dimana negara
menguasai gereja, ini adalah masa yang suram di dalam perkembangan kekristenan.
Oleh karena itu negara dan gereja tidak boleh saling menguasai satu dengan yang
lainnya.Gereja harus menghormati negara sebagai otoritas yang mengelola wilayah
tempat gereja berada. Demikian juga negara seharusnya menghormati gereja
sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari perkumpulan warga negara yang
memiliki kesamaan kepercayaan. Dengan adanya saling menghormati, maka gereja
dan negara akan hidup berdampingan dengan damai. Gereja akan hidup dalam damai
sejahtera untuk membina kerohanian warga negara yang percaya kepada Kristus.
Kerohanian yang baik akan membawa warga negara dan juga membawa negara kepada
kesejahteraan.
V.
Daftar Pustaka
Aritonang. Jan S, Berbagai
Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja ,(Jakarta: BPK-GM;2000), hlm.. 31
Aritonang.Jan S, Garis Besar Sejarah Reformasi, (Bandung:
Jurnal Info Media;2007), hlm. 127.
B. TappertTheodore, Konkord
konfensi Gereja Lutheran, (Jakarta: BPK-GM;2004),414.
Berkhof.H,&
I.H. Enklaar, Sejarah Gereja,(Jakarta:BPK-GM;1996),50-51
De
JongeC.,Pembimbing ke dalam Sejarah Gereja, (Jakarta : Gunung Mulia),58-59
E. McGrathAlister,Sejarah
Pemikiran Reformasi, (Jakarta:BPK-GM;2002),249-250
SimorangkirMangisi
SE., Ajaran Dua Kerajaan Luther,(Pematangsiantar: kalportase pusat
GKPI;2008), 90
WellemF.D,
Riwayat Hidup Singkat Tokoh- Tokoh Dalam
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011) 180 -182
[2]Alister E. McGrath,Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta:BPK-GM;2002),249-250
[3]Mangisi SE. Simorangkir, Ajaran Dua Kerajaan Luther,(Pematangsiantar:
kalportase pusat GKPI;2008), 90
[4]
F.D Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh- Tokoh Dalam
Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011) 180 -182
[7]Theodore B. Tappert, Konkord konfensi Gereja
Lutheran, (Jakarta: BPK-GM;2004),414.
bagus sekali pembahasannya
ReplyDeletemohon ijin buat jadi bahan referensinya yah pak..
terima kasih buat penjelasnnya bang. sangat membantu saya dalam materi perkuliahan. izin untuk saya buat jadi sajian teori di paper saya pak
ReplyDelete