Nama : Johannes Nababan
STT. Abdi Sabda
FRIEDRICH W.A. FROEBEL
DAN PROGRAM BAHAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRSTEN PADA ANAK USIA 0-5 TAHUN
(BALITA/PRA SEKOLAH)
I.
Pendahuluan
Pada
pembahasan ini, akan membahas mengenai bahan pengajaran yang dapat dilakukan
pada anak. Dalam hal ini, kita akan membahas mengenai pengajaran Pendidikan Agama Kristen pada anak
usia 0-5 tahun. Pengajaran yang dilakukan harus juga sesuai dengan umur
anak-anak tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Yang
didasarkan dari pendapat seorang tokoh Friedrich W.A. Froebel (1782-1852),
seorang pendiri atau pencetus ide cikal bakal adanya Taman Kanak-kanak hingga
saat ini.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Program
Program
adalah rancangan mengenai asas dan usaha. Program adalah kata, ekspresi atau
pernyataan yang disusun menjadi satu kesatuan prosedur, yang berupa urutan
langkah untuk menyelesaikan masalah yang diimplementasikan. Program juga
berisikan sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode skema
atau bentuk lain.[1]
Sehingga dapat disimpulkan bahwa program adalah membuat suatu susunan yang
sistematis.
2.2.Pengertian dan Prinsip
Pengajaran
Pengertian
pengajaran dapat digolongkan kedalam beberapa bagian, yaitu antara lain :
1. Proses, cara, perbuatan mengajar
atau mengajarkan;
2. Perihal mengajar; segala sesuatu
mengenai mengajar: sejarah nasional sangat diutamakan
3. Peringatan (tentang pengalaman,
peristiwa yg dialami atau dilihatnya)[2]
Adapun
yang menjadi prinsip pengajaran yaitu:[3]
1. Pengajaran
haruslah menimbulkan aktifitas dan kesadaran orang yang dididik
2. Pengajaran
hendaknya diletakkan pada minat perhatian
3. Pengajaran
hendaknya menjalankan teori dan praktik
4. Pengajaran
harus dapat menunjukkan perpaduan belajar dan bekerja
5. Pengajaran
harus sistematik
6. Pengajaran
harus dapat merangsang dan memadukan belajar sendiri dan kolektif
2.3.Pengertian Anak Secara
Umum
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata anak mempunyai pengertian yaitu: manusia yang
masih kecil, orang yang berasal atau yang dilahirkan.[4]
Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan
antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki . Menurut pandangan teologis,
anak adalah keturunan yang akan menggantikan orang tua dan merupakan harapan
orang tua di kemudian hari, anak bukanlah milik kita, kebahagiaan yang
tertinggi bukan juga melalui relasi atau perwujudtan cita-cita mereka sendiri,
melainkan menemukan rencana Tuhan bagi mereka. [5]
2.3.1.
Pengertian
Anak Kristen
Dalam
pengertian Kristen, anak adalah titipan Allah kepada kedua orang tua,
masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia dan sebagai
pewaris ajaran agamanya. Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang
dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan
yang diterima oleh akan dari orang tua, masyarakat , bangsa dan negara. Ada
satu prinsip terahir yang perlu dinyatakan. Kita harus perlu menegaskan
pertobatan anak-anak sebagai makhluk Tuhan yang mulia. [6]Hal
ini adalah supaya dapat mengubah kehidpan yang adalah karunia istimewa yang
diberikan Allah dan disediakan bagi ciptaan-Nya yang tertinggi.[7]
2.3.2.
Pengertian
Anak Menurut Ilmu Lain
1. Menurut
Psikologi perkembangan
Anakmerupakanindividuyangberadadalamsaturentangperubahan
perkembanganyangdimulaidaribayihingga remaja.Masaanakmerupakanmasa pertumbuhandanperkembanganyangdimulaidaribayi(0-1tahun)usia bermain/oddler(1-2,5tahun),prasekolah(2,5-5),usiasekolah(5-11tahun)
hinggaremaja(11-18tahun).[8]
2. Menurut Sosiologi
Sosiologi memandang bahwa anak merupakan
bagian dari masyarakat. Dimana keberadaan anak sebagai bagian yang berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya, baik dengan keluarga, komunitas, atau masyarakat
pada umumnya.[9]
3. Menurut Antropologi
Anak menurut perspektif antropologi
sebagai individu yang merupakan bagian suatu kebudayaan, yang dibentuk melalui
pola pengasuhan orang tua, dan melakukan sosialisasi dengan lingkungan
sosialnya.[10]
2.4.Dasar Teologis Anak
2.4.1.
Dalam
Perjanjian Lama
Konsep budaya Yahudi menjungjung tinggi martabat anak, namun tidak dalam
segala hal bisa dipuji, misalnya dalam hal diskriminasi jenis kelamin, namun
budaya Yahudi mempunyai konsepsi yang lebih tinggi terhadap anak. Budaya Yahudi
memberi arti teologis dan pedagogis terhadap anak. Anak dinilai sebagai warisan
berharga yang diberikan turun-temurun dari Tuhan: "Sesungguhnya, anak-anak
lelaki adalah milik pusaka daripada Tuhan, dan buah kandungan adalah sesuatu
upah" (Mzm 127:3). Mengandung dan
melahirkan dinilai sebagai bagian dari proses penciptaan oleh Tuhan (Kej 1:28), kesuburan kandungan sebagai bagian dari janji Tuhan
(Kej 12:3).Konsep yang tinggi tentang anak disebabkan oleh keyakinan umat Israel
sebagai umat pilihan, sehingga anak mempunyai fungsi meneruskan Taurat. Sebab
itu anak perlu mendapat pendidikan yang baik agar hidup sesuai dengan Taurat.
Dalam Perjanjian Lama ada garis merah yang menekankan perlunya orangtua
mendidik anak: "Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada
anak-anakmu..." (Ul 6:4-9).Tujuan pendidikan adalah agar sejak usia dini orang mempunyai pengetahuan
dan hikmat.[11]
Dengan
demikian pendidikan anak adalah salah satu aktivitas utama sebagai konsekuensi
bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Keluarga Yahudi beranggapan bahwa
anak-anak adalah pemberian Tuhan dan orang tua bertanggung jawab kepada Allah
untuk mengajar mereka dan bertindak sebagai guru yang pertama sekali.
2.4.2.
Dalam
Perjanjian Baru
Keempat kitab Injil mencatat beberapa kejadian di mana Yesus menjadi
marah,hal ini disebabkan karena Yesus
melihat anak-anak kecil dihalau oleh para murid-Nya. Peristiwa ini dicatat
secara sinoptis dalam Matius
19:13-15, Markus 10:13-16 dan Lukas
18:15-17.Kitab Injil ini
tidak mencatat mengapa para murid menolak anak-anak itu. Para penginjil juga tidak memberitahu siapa yang membawa anak-anak itu; mungkin orang tua
mereka, mungkin juga hanya ayah mereka, sebab pada waktu itu ada kebiasaan bahwa ayah membawa anak kepada rabi terkenal
untuk diberkati.[12]
Ucapan
Yesus dalam Markus 10:14-15, tampak seperti berpokok
pada karakteristik anak kecil, misalnya polos, lugu dan bersahaja. Tetapi
sebenarnya di sini Yesus sedang berbicara tentang karakteristik Allah. Allah
memberikan kerajaan-Nya kepada orang yang polos, lugu dan bersahaja, yang sama
sekali tidak mempunyai perasaan sanggup, unggul atau lebih dalam hal
kerohanian. Sebagai lambang pemberian Kerajaan Allah. Yesus memeluk anak-anak
itu. Perikop ini memperlihatkan kutub-kutub yang bertolak belakang: Yesus marah
dan Yesus memeluk, para murid menghalau tetapi Yesus menyambut, budaya
masyarakat meremehkan anak tetapi Yesus menghargai anak.[13]
2.5.Teologi Anak
-
Anak adalah anggota
kelaurga yang harus selalu dididik dimanapun, kapanpun, bagaimanapun oleh orang
dewasa atas perintah Tuhan
-
Anak adalah gambaran
kerajaan sorga
-
Anak adalah gambaran
orang-orang surgawi
-
Anak adalah milik
kepunyaan Allah
-
Anak adalah milik
pusaka dari pada Tuhan
-
Anak adalah pembawa
sukacita
-
Anak adalah pemberi dan
pembawa ketentraman
-
Anak adalah pribadi
yang tidak boleh disesatkan oleh orang dewasa
-
Anak adalah yang
empunya kerajaan Sorga
-
Anak adalah generasi
Illahi
-
Anak adalah individu
yang sedang bertumbuh dan memiliki pribadi yang unik (penampilannya yang
blak-blakan)
-
Anak adalah merupakan
pribadi ciptaan Tuhan yang punya kebutuhan dan Iman
2.6.Teori Psikologi
Perkembangan Anak
2.6.1.
Perkembangan
Fisik
Menurut
Piaget, perkembangan adalah suatu proses perubahan sebagai hasil dari proses
belajar yang merupakan kombimasi atau interaksi dari pembelajaran, pengalaman
dan kematangan.[14]
Dibawah ini akan diuraikan berbagai perkembangan yang terjadi pada anak-anak.
a.
0-1
tahun
Karakteristik
utamanya adalah: Bayi bertumbuh dengan cepat dan mulai belajar berjalan pada
usia 8-12 bulan. Pada usia ini, bayi mempunyai kecepatan belajar paling cepat
selam periode hidupnya. Bayi mulai belajar memutar, berguling, bangun,
merangkak, tertatih-tatih, berjalan tegak, berlari dan mengkomunikasikan
kebutuhannya kepada ibunya.
b.
2-3
tahun
Karakteristik
utamanya adalah: Anak bertumbuh dengan cepat, aktif, banyak menggunakan
energinya untuk bermain-main dan otot-otot tangan dan kakinya bertumbuh cepat
dan mulai berkata-kata dengan singkat.
c.
4-5
tahun
Anak
bertumbuh dengan cepat pada usia 4 tahun, mulai bertumbuh lebih tinggi, ototnya
besar terus bertumbuh, suka melompat-lompat untuk melenturkan otot besarnya.
Koordinasi otot-otot kecil sangat kurang, koordinasi mata dan tangan kurang
bagus tetapi berkembang menjadi lebih baik.
2.6.2.
Perkembangan
Kognitif
Piaget
memandang bahwa anak-anak berbeda dengan
orang dewasa secara kognitif. Ia menyatakan dalam semua usia dan budaya
terdapat pola mengenai cara anak-anak memahami lingkungannya.[15]
Perkembangan kognitif bermaksud memahami aktifitas perilaku manusia seperti
perhatian, rekognisi, pembuatan kepuyusan, pemecahan masalah, pengertahuan
konseptual, belajar, penalaran, prinsisp-prinsip dan mekanisme perkembangan,
intelegensi, interprestasi, atribusi, penilaian, memori dan imajinasi.[16]
Dibawah akan siuraiakan empat tahap perkembangan kognitif oleh Jean Piaget.
Empat Tahap dan Karakteristik Perkembangan Kognitif Piaget yaitu:
a.
0-2
tahun
Ciri
pokok perkembangannya Pada periode ini , tingkah laku bayi kebanyakan bersifat
reflex, spontan, tidak disengaja dan tidak terbedakan. Tindakannya didasarkan
pada adanya brancangan luar yang ditanggapi secara reflex. Refleks yang pokok
pada periode ini adalah menggerakan tangan dan kepala. Misalnya apabila kita
mendekatkan suatu benda ke mulutnya maka ia akan menghisapnya.
b.
2
– 5 tahun
Anak
mulai dapat menggunakan simbol atau tnda untuk merepresentasikan suatu benda
yang tidak tampak dihadapannya dan tampak secara jelas dalam gejala seperti
imitasi tidak langsung, permainan simbolis, menggambar, gambaran mental dan
bahasa ucapan. Anak mulai berbicara secara egosentris yaitu berbicara dengan
dirinya sendiri, anak tidak berniat berbicara dengan orang lain, tetapi pada
umur 4 sampai 5 tahun anak mulai lebih komunikatif dengan temannya, anak mulai
menirukan apa yang baru saja ia dengar tanpa sadar, urutan cerita anak dalam
berbicara masih kacau dapat mulai dari
yang terakhir atau sebaliknya, dan ceritanya terpotong-potong. Pada tahap ini
anak menggunakan pemikiran intuitif.
2.6.3.
Perkembangan
Emosi
Emosi
dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi yang memungkinkan bayi dan anak
mengungkapkan keterangan mengenai dirinya, perasaan, kebutuhan juga
keinginannya.[17]
Dibawah ini akan diuraikan bagaimana perkembangan afektif dari anak-anak.
Beberapa bulan setelah bayi lahir, muncul berbagai macam pola emosi seperti.[18]
a.
0-2
tahun
Emosi
anak pada usia ini sangat tidak stabil. Anak sangat rentan dengan lingkunga
sekitarnya. Jika keinginannya tidak sesuai, anak akan gampang menangis atau
anak akan sangat rewel dan sensitif.
b.
2-3
tahun
Menyukai
suasana yang sudah dikenal dan takut pada suasana asing. Takut pada orang
asing. Emosinya tidak stabil. Sangat peka terhadap lingkungan sekitar.
c.
4-5
tahun
Anak
suka melakukan sesuatu secara positif dan aktif. Menyatakan ketakutan secara
nyata. Dapat menahan tangisan. Ketika marah akan melepaskan kemarahan. Iri hati
atau cemburu. Mempunyai sifat simpati/keharuan.
2.6.4.
Perkembanga
Afektif
Rangsangan
yang umumya menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang keras,
binatang, kamar yag gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit,
orang yang tidak dikenal, tempat dan obyek yang tidak dikenal. Anak kecil lebih
takut kepada benda-benda dibandingkan dengan bayi atau anak yang lebih
tua. rasa malu merupakan bentuk
ketakutan terhadap orang yang tak dikenal atau orang yang sudah dikenal tetapi
memakai baju atau tata rambut yang tidak seperti biasanya. Pada bayi, reaksi
yang umum terhadap rasa malu ialah menangis, memalingkan muka dari orang yang
tak dikenal dan bergayut pada orang yang sudah akrab untuk berlindung. Bila
mereka telah yakin bahwa tidak ada bahaya yang nyata barulah mereka mau
mendekati orang yang sudah tidak dikenal itu. Anak-anak yang lebih tua
menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan berbicara sesedikit mungkin,
dengan tingkah yang gugup seperti menarik-narik telinga atau baju, dengan
menolehkan wajah kea rah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu
untuk menatap orang yang tak dikenalnya itu.
Frekuensi
dan intensitas kemarahan pada anak berbeda-beda sebagian anak dapat melawan
rangsangan yang menimbulkan kemarahan secara lebih baik dibandingkan anak
lainnya tergantung kepada kebutuhan yang dirintangi, kondisi fisik, emosi dan
situasi pada masa itu. Anak mengespresikannya dengan kejengkelan sedikit,
mengasingkan diri dengan menunjukkan kekecewaan yang mendalam dan perasaan
tidak mampu, bersikap menderita, cemberut, mengasihani diri sendiri dan mengancam
untuk melarikan diri. Bayi bereaksi dengan ledakan marah terhadap ketidak
enakakan fisik yang ringan, rintangan terhadapa aktivitas fisik dan pembebanan
paksaan dalam hal perawatan, misalnya pada saat mandi dan dikenakan pakaian,
juga saat mereka diambil dari tempat tidur. Dengan semakin meluasnya lingkungan
anak-anak, semakin luas pula keingintahuan mereka, mereka ingin tau tentang
manusia, mengapa berpakaian , berbuat, dan berbicara seperti yang mereka
lakukan, mengapa orang tua beda dengan orang yang lebih muda, mengapa laki-laki
berbeda dengan perempuan.
Bayi
mengekspresikan keingin tahuannya dengan menegakkan otot-otot muka, membuka
mulut, menjulurkan lidah, dan mengerutkan dahi, mereka mencoba memeriksa dengan
menatap, mencekau, dan memeriksa dengan mememgang yang menggoyangkan segala
sesuatu yang ada dalam jangkauan mereka. Anak mulai bertanya sekitar usia 3
tahun dan mencapai puncaknya kira-kira pada saat anak memasuki kelas 1 sekolah
dasar.
2.6.5.
Perkembangan
Sosial
Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan
sosial. Sikap anak-anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial dan seberapa
baik mereka dapat bergaul dengan orang lain sebagian besar akan tergantung pada
pengalaman belajar selama bertahun-tahun awal kehidupan yang merupakan masa
pembentukan. Dibawah ini akan diuraikan perkembangan sosial anak.
a.
2-3
bulan
Bayi
memalingkan muka ke arah suara manusia dan tersenyum membalas senyuman atau
suara berketuk. Bayi mengekspresikan kegembiraan terhadap kehadiran orang lain
dengan tersenyum menyepakkan kaki atau melambaikan tangan ia akan menangis jika
diajak berbicara atau dialihkan perhatiannya dengan suara gemerincing.
b.
4-5
bulan
Bayi
melakukan penyesuaian pendahuluan kalau akan diangkat, memperlihatkan perhatian
yang selektif terhadap wajah orang yang meninggalkannya, tersenyum kepada
seseorang yang berbicara dengannya, memperlihatkan kegembiraan terhadap
perhatian pribadi dan tertawa bila diajak bermain.
c.
6-7
bulan
Bayi
bereaksi secara berbeda kepada senyuman dan omelan dan dapat membedakan antara
suara yang ramah dan suara yang bernada marah dan gerak sosial mereka semakin
agresif seperti menarik- narik rambut orang yang membopongnya
d.
8
bulan - 1 tahun
Anak
sangat memperhatikan keadaan di sekitarnya, terutama melalui alat permainannya.
e.
2-3
tahun
Anak
memperlihatkan sikap ingin berkawan yaitu dengan tukar-menukar alat
permainannnya, meski suasana berkawan ini tidak dapat berlangsung dalam waktu
yang lama. Keinginannya untuk bermain dengan anak lain makin jelas ketika ia
berumur 3 tahun.
f.
4-5
tahun
Berpusat
pada diri sendiri, Persahabatan berkembang, Lebih suka bermain dengan teman
lain Mengharapkan atau ingin mendapat pujian.
2.6.6.
Perkembangan
Moral
Perkembangan
moral bersangkutan dengan bertambahnya kemampuan menyesuaikan diri terhadap
aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam lingkungan hidupnya atau dalam
masyarakatnya. Pada awalnya kehidupan bayi tidak dapat kita nilai tingkah
lakunya bermoral atau tidak pada hakekatnya seorang bayi belum bermoral artinya
ia belum memiliki pengetahuan dan pengertian akan yang dilakukannya. Bagi
seorang anak, perkembangan moral itu akan dikembangkan melalui pemenuhan
kebutuhan jasmani (dorongan nafsu fisiologi), untuk selanjutnya dipolakan
melaui pengalaman dalam lingkungan keluarga sesuai dengan nilai – nilai yang
ada. Perkembangan seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia
hidup. Perkembangan seorang anak tidak terlepas dari lingkungan, kepribadian
seorang individu tidak dapat berkembang sama seperti aspek moral anak tersebut.
Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus
bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang salah.[19]
2.6.7.
Perkembangan
Spiritual
Anak
adalah orang yang berdosa dan memerlukan Juruselamat. Dalam hal ini anak
berdosa dapat memahami kebenaran rohani, dapat memuji Tuhan dan dapat
berkembang secara rohani.[20]
Di bawah akan diuraikan perkembangan spiritual anak.
a.
0-1
tahun
Bayi
mendapat pengajaran rohani melalui apa yang dilihatnya, mereka mempunyai iman
yang sederhana melalui keyakinan dan keteladanan orang tuanya, misalnya bayi
dapat melihat orangtuanya disaat berdoa dengan melihat kedua tangannya meskipun
dia belum mengerti implikasi teologi dari doa itu.
b. 2-3 tahun
Meniru tingkah laku
orang dewasa. termasuk juga sikapnya kepada Tuhan. Banyak kebenaran yang tak
dapat dipahami, namun dapat dirasakan. Tahu mengucapkan syukur pada Bapa di Surga. Suka mendengarkan
Alkitab. Dapat memahami kasih Allah. Dapat memahami hal-hal yang berhubungan
dengan Allah.
c.
4-5
tahun
Dapat mengenal kasih
Yesus/Allah melalui kasih orang dewasa terhadap diri mereka. Iman terhadap
Allah dinyatakan melalui rasa percaya dinyatakan melalui rasa percayanya terhadap orang dewasa.
Dapatbelajar mengenal Allah melalui kebaktian. Memiliki kesadaran tertentu
terhadap hal yang salah dan yang benar. Dapat belajar berdoa.
2.7.Riwayat Hidup Friedrich W.A. Froebel (1782-1852)[21]
Froebel adalah anak
bungsu dari lima laki-laki bersaudara. Ia baru berumur sembilan bulan ketika
ibunya meninggal. Ayahnya seorang pendeta, tinggal di desa Oberweissbach yang
letaknya di hutan Thuringia, Jerman. Karena kesibukannya sebagai pendeta, ia cenderung
melalaikan kebutuhan Froebel muda yang kehilangan ibu itu, masa kanak-kanaknya
dipersulit sesudah ayahnya menikah lagi, khususnya sesudah ibu tirinya
melahirkan bayi. Namun, ayahnya tidak angkat tangan sama sekali dari tanggung
jawab seorang ayah. Dengan susah payah ia mengajari Froebel untuk membaca,
tetapi pengalaman itu pahit untuk kedua belah pihak sehingga hubungan mereka
semakin buruk. Bagi ayahnya, sang anak bungsu tidak berbakat, suatu pendapat
yang dianggap benar oleh Froebel.
Ketika ia berumur
sepuluh tahun, keadaan berubah seratus delapan puluh derajat, karena kunjungan
pamannya. Karena merasa sayang akan ponakannya yang tidak menerima kasih sayang
dari orang tua, ia meminta persetujuan sang ayah untuk menjadi wali Froebel.
Lima tahun selanjutnya menjadi tahun-tahun bahagia bagi Froebel. Kalau ia tidak
diselamatkan dari kehidupan buruk di pastori ayahnya, maka terdapat kemungkinan
besar bahwa ia tidak berhasrat mendirikan Kindergartendi
kemudian hari.
Ketika Froebel
mendengar bacaan dari Injil yang berhubungan dengan peristiwa dalam kehidupan
Yesus, tidak jarang ia menangis karena begitu hebat emosinya meluap. Kemudian
ia bersumpah untuk mengikut Yesus. Ia disidi oleh sang paman dan mnejadi warga
gereja seumur hidupnya, walaupun tidak selalu aktif dalam urusan jemaat. Ia
juga mulai menulis dan mengataka bahwa, Tuhan yang dijumpai di tengah-tengah
tanaman dikenal lebih jelas dan berarti daripada Tuhan yang disaksikan melalui
kebaktian gerejawi yang formal. Selama ia bekerja di hutan, ia terkesan pada
kesatuan dan kesinambungan yang tampak dalam alam, dua tema yang akan timbul
nanti dalam teori dan praktek pendidikan yang ia akan kembangkan.
Ia sedang memikirkan
tentang kelakuan anak di sekolah. Ia semakin yakin bahwa kelas satu sekolah
dasar sudah terlambat untuk memperbaiki pola kelakuan anak. Mesti ada
pengalaman teratur bagi anak-anak sebelum mereka memulai kelas satu.
Demikianlah dia mengadakan kelas khusus untuk anak kecil di bawah enam tahun. I
amelihat bagaimana mereka waspada terhadap segala sesuatu dalam dunia sekitar
dan agar mereka rajin mengucapkan tanggapan terhadap dunia tersebut. Atas dasar
tersebut, ia menyediakan sajak dan cerita sederhana, nyanyian, mainan, gerakan
badan, benda dan bahan yang dapat mereka gunakan. Tinjauan ini mendorong
Froebel untuk berpikir tentag cara mendidik ibu muda untuk lebih mampu
mempersiapkan anak bagi pendidikan formal nanti.
Pada tahun 1837 ia
membuka lembaga yang dinamakan “Sekolah Latihan Psikologis Bagi Anak-anak
melalui Permainan dan Kegiatan”, yang kemudian berganti nama menjadi Die Kindergarten atau Taman Kanak-kanak.
Sesuai dengan nama “Taman Kanak-kanak”, anak kecil dipandang sebagai tanaman
yang indah yang diberikan kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam
suasana kasih. “Taman” baru ini membangun atas kasih yang sudah anak alami di
rumah tangga. Anak yang dilalaikan denagn kebutuhan pribadi yang tidak dipenuhi
di rumah tangga akan mengalami kasih. Kasih itu akan tampak melalui bimbingan
yang teratur, penggunaan peralatan, pergaulan dengan anak sebaya, melibatkan
anak dalam pengalaman yang lebih luas daripada yang tersedia di rumah. Alhasil
anak bertumbuh secara sosial di samping memperoleh pelbagai keterampilan
sederhana di taman kanak-kanak, sehingga lebih siap untuk masuk ke sekolah
dasar kelas satu nanti. Dan pada tanggal 21 Juni 1852, pendiri taman
kanak-kanan itu meninggal dunia. Ribuan pendidik lain bersyukur kepada Froebel
karena penglihatan mulia terhadap kemungkinan yang terbuka untuk pendidikan
bagi anak kecil.
2.7.1.
Dasar
Ilmu Jiwa[22]
Dalam
dasar ilmu jiwa ini Froebel tidak memberikan batas-batas umur tertentu. Dia
hanya memakai tiga tahap yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, dan masa tanggung.
Karena perkembangan menurut Froebel terjadi bukan karena umur tetapi apabila
seorang anak sudah dapat memenuhi kebutuhannya baik itu sebagai anak maupun
sebagai orang dewasa. Alasan lain adalah setiap tahap yang diberikannya
mempunyai ciri khas tertentu.
a.
Tahap
Bayi (masa ketergantungan) : Dari Lahir hingga usia 3 tahun
Pada
bagian ini Froebel menamakannya sebagai tahap “pendahuluan” bagian dasar
pendidikan. Pada tahap ini orang tua dituntut aktif dan orang tua harus
memperhatikan bayi sebelum bayi menunjukkan tindakan atau gerakan seperti
menangis. Hal itu perlu dilakukan untuk sang bayi agar terjadi kesatuan baru
yaitu pertumbuhan batin, dimana sang bayi akan menghormati orang yang ada
disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi juga dinamakan Saugling (menyusu atau menghisap),
maksudnya pada tahap ini bayi menangkap keanekaragaman dari sekitarnya. Oleh
karena itu, orang disekitar bayi tersebut mampu mengembangkan lingkungan yang
sehat, aman, menarik, dan murni. Selain itu, Froebel juga sangat menekankan
bahwa setiap gerakan bayi haruslah diperhatikan mulai dari bayi tersebut
tersenyum, sedang diam, dan juga saat bayi tersebut ada dalam pangkuan ibu.
b.
Masa
Kanak-kanak (masa permulaan pendidikan): Usia 3-7 tahun
Froebel
mengatakan bahwa pada tahap ini merupakan masa permulaan pendidikan karena pada
tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun, kata yang
pertama diucapkan anak tersebut biasanya sedikit salah dan merupakan kewajiban
orang tua atau pendampingnya untuk memperbaiki perkataan tersebut dengan benar.
Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai bermain dan menarik
hubungan antara bermain dengan pengalaman pendidikan. Menurut Froebel, bermain
merupakan dimana proses perkembangan kepribadian sedang terjadi. Oleh karena
itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi maka itu sama dengan mengikat nalar
anaknya karena ia tidak bebas untuk menjelajahi lingkungannya. Masa kanak-kanak
ini berakhir apabila seorang anak sudah mempunyai pengalaman lahiriah dna
menjadikannya sebagai pengaaman batiniah.
c.
Masa
Anak Tanggung (masa untuk belajar): usia 7-10 tahun
Dalam
bagian ini, anak sudah mendapatkan pendidikan formal dan sistematis baik itu di
bawah bimbingan guru maupun orang tua. Titik beratnya adalah usaha untuk
memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang lahiriah, khas, dan khusus. Dalam
tahap ini, Froebel juga menekankan bahwa anak mempunyai kecenderungan untuk
mengerjakan sesuatu dan dalam mengerjakan sesuatu alangkah baiknya jika
orangtua memperhatikan apa yang dikerjakan anak dan memberikan dukungan dan
apabila pekerjaan tersebut selesai maka orang tua selayaknya memuji pekerjaan
anak tersebut. Dalam tahap ini anak juga sudah mulai berhubungan dengan
orang-orang di sekitarnya menyadari bahwa anak ini mempunyai sifat yang buruk.
Namun, menurut Froebel sifat yang muncul dari anak ini disebabkan oleh
lingkungannya. Menurutnya, seorang anak menjadi nakal karena di lingkungannya
ia tidak diperlakukan dengan baik.
2.7.2.
Asas-asas
Pendidikan
Froebel
mendasarkan pandangannya tentang pendidikan atas dua dasar, dasar teologi dan
dasar psikologi. Apabila pendidikan terlalu menekankan salah satu sisi baik itu
sisi rohani maupun sisi kecerdasan maka akan timpang atau berat sebelah. Oleh
karena itu, pendidikan haruslah menekankan kedua sisi tersebut.
1. Pendidikan
sebagai pengalaman rohani
Pendidikan
adalah pengalaman rohani yang mengantar anak didik bertindak sesuai dengan jati
dirinya sebagai makhluk yag belum lengkap, sebelum ia mengikuti kesatuannya
dengan Allah. Pendidikan yang dimaksudkan untuk memperlengkapi manusia dengan
semua peralatan dan sarana yang ia perlukan untuk mencapai tujuan mulia
tersebut.
2. Asas
Perkembangan
Ada
empat pola perkembangan yang tampak dalam pendidikan, yaitu :
-
Benih yang kelak
menghasilkan kedewasaan yang sudah ada dalam diri anak.
-
Hubungan dari bagian
dengan keutuhan, dalam arti guru memperhatikan anak sebagai pribadi yang unik
namun perlu memperoleh tempat yang sehat dalam kelompok.
-
Yang batiniah didorong
menjadi yang lahiriah, dalam arti mendidik itu mencakup usaha untuk menolong
anak menyampaikan pikiran, perasaan, kekuatan jasmani dan imaannya yang telah
ada secara batin, agar menjadi kelihatan (lahiriah) berupa buah nalar yaitu
pikiran, perasaan dalam bentuk seni, kekuatan jasmani melalui pelbagai
keterampilan, dan iman melalui tindakan bermoral dan pelayanan terhadap sesama
manusia.
-
Asas perlawanan, tampak
dalam alam dan menyoroti gaya hidup dinamis dan tidak statis.
3. Penyampaian
Arti melalui bahasa lambang (simbol)
Froebel
meninjau bagaimana anak memanfaatkan benda tertentu, berupa obyek seperti bola,
kubus, tulisan, lagu, gambar, karena simbol tersebut mencerminkan intisari
ilahi dari dunia ini termasuk manusia.
4. Belajar
dengan Berbuat
Hal
ini dapat dilakukan dengan membangun tugas belajar yang berarti bahwa anak
didik bukanlah bejana pasif yag enerima apa saja dari susu, melainkan ia adalah
seorang yang langsung ambil bagian dalam pendidikannya sesuai dengan asas yang
dikemukakan oleh John Amos Comenius. Semboyan “belajar dengan bermain” memuat
pesan bahwa anak perlu berefleksi atas kegiatan tersebut dalam terang
perasaannya.
-
Bermain,
mencakup pemberian dan kerajinan tangan di samping
tugas belajar yang dipilih, karena anak menikmatinya.
-
Menyanyi,
merupakan cara pokok untuk belajar.
-
Menggambar,
melalui menggambar anak sedang mengungkapkan
gagasannya secara kelihatan dan lisan.
-
Memelihara,
tanaman atau binatang kecil.
-
Kesinambungan,
dalam arti guru mengembangkan tuugas belajar baru
yang sesuai dengan pengalaman belajar sebelumnya.
2.7.3.
Dasar
Teologi
Froebel
mendasarkan teologinya pada alam. Ia menekankan hubungan antara kutub
kecerdasan dan kutub alam. Menurut dia, alam senantiasa berupaya atau berubah
untuk mencapai kecerdasannya atau alam terus mengalami perubahan atau
perkembangan untuk menuju bentuk sempurna. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa
alam itu menggambarkan Allah atau bisa dikatakan bahwa roh Allah diserap oleh
setiap ciptaan-Nya.
2.7.4.
Praktek
Pendidikan[23]
2.7.4.1.Tujuan Umum
Tujuan
umum pendidikan adalah membimbing anak didik untuk semakin sadar akan jati diri
sebagai anak Allah dan anak alam, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian,
juga menghargai perasaannya sebagai cara mengetahui yang berlaku, supaya ia
dapat memecahkan masalah-masalah secara tangkas, bermoral dan adil terhadap
diri sendiri, sesamanya dan dunia alam, serta memenuhi panggilannya dalam
masyarakat. Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Froebel adalah untuk
mendorong dan membimbing manusia sebagai sadar, berpikir dan memahami menjadi
representasi murni dan sempurna itu hukum batin ilahi melalui pilihan
pribadinya sendiri. Pendidikan harus menunjukkan kepadanya cara dan makna
mencapai tujuan tersebut.
2.7.4.2.Kurikulum
Froebel
membagi tahapan kurikulumnya untuk empat golongan/keolpok usia, yakni anak pra
sekolah, taman kanak-kanak, anak kecil dan anak tanggung.
a. Pra
Sekolah
Ada
4 pelajaran yang akan kita coba bahas dalam bukunya : Mottoes and Commenteries of Frobel’s play. Dalam buku tersebut,
setiap bab terdiri dari selembar lukisan dari ukiran kayu, sajak pendek dan
penafsiran atas lukisan tersebut. Lukisannya berupa seorang anak pra sekolah
yang terlibat dalam berbagai kegiatan sesuai dengan aktivitasnya.
·
Dalam sajak berjudul
“Si anak Laki-laki dan Bulan Purnama”. Sajak ini mendorong para ibu agar jangan
memberikan jawaban yang salah atas pertanyaan dan keingintahuan anak, tetapi
memberikan jawaban yang bijaksana, jujur dan mempunyai bibit pikiran yang dapat
berkembang menjadi pemahaman ilmiah dikemudian hari.
·
Dalam bab yang berjudul
“Kerugian”. Melalui penggambaran keadaan yang sedemikian rupa Froebel menolong
para ibu untuk menjelaskan kepada anak pra sekolah mengenai bertindak
hati-hati, waspada dan tidak mudah tergoda.
·
Pelajaran berjudul “Si
Kecil sebagai Tukang Kebun”. Melalui kegiatan yang bermanfaat seperti berkebun,
anak dapat dilatih untuk bertindak secara bertanggung jawab. Di sini ditekankan
melibatkan anak pada suatu proses pemmbelajaran melalui kegiatan dan
pengalaman.
·
Pelajaran mengenai
“Beribadah di Gereja”. Melalui permainan, anak memasuki diperkenalkan kepada
hak-hal/konsep rohani tetapi bukan dengan penjelasan definitif dan sulit bagi pemikiran
anak pra sekolah melainkan melalui ungkapan perasaan dan gerak tubuh iman sang
ibbu yang terlihat oleh anak.
b. Masa
Kanak-kanak (Taman Kanak-kanak)
Kurikulumnya
yang pertama adalah pelbagai peristiwa dan pekerjaan sehari-hari yang terjadi
dalam keluarga. Bagi anak kecil, Froebel merencanakan kurikulum yang paling
teratur, yang terdiri dari pemberian dan keterampilan (kerajinan tangan),
permainan yang berporos pada nyanyian yang diiringi syair dan lagunya dan
pemeliharaan tanaman.
·
Pemberian (gifts) terdiri
dari 6, berupa sebuah kotak kayu yang didalamnya terdapat bermacam-macam barang
yang akan menolong anak untuk secara tahap belajar, mulai dari hal-hal yang
sederhana sampai kepada yang makin kompleks.
·
Kerajinan tangan.
Pengalaman belajar yang berporos pada penggunaan bahan yang dapat digunting,
dicat, semua bahan yang dapat dibentuk kembali menurut kehendak anak dan
dibimbing oleh guru. Tujuannya mempersiapkan anak untuk tugas dikemudian hari,
memakai dan memanfaatkan peralatan serta perkakas yang ada.
·
Nyanyian yang diiringi
gerak badan. Secara bersama melalui permainan, nyanyian dan gerakan badan anak
memperoleh pengalaman yang menyenangkan secara pribadi tetapi juga belajar
mempunyai sikap sosial yang selaras dan bagaimana bekerja sama dalam kelompok.
·
Pemeliharaan tanaman
(atau binatang kecil). Anak diajar untuk mengamati, memperdalam pengetahuannya,
memelihara dan bertanggung jawab melalui pengalamannya.
c. Masa
Anak Tanggung (Sekolah Dasar)
Kurikulumnya
terdiri dari empat pelajaran utama : agama, ilmu pengetahuan alam dan
matematika, bahasa dan seni, serta karya seni.
·
Agama. Pengalaman agama
terlampau penting untuk dihafalkan saja, oleh karena itu ia tidak mau
mengajarkan isi katekismus tetapi ia memberikan empat pengalaman yang tergolong
dalam vak pendidikan agama : nyanyian rohani dan doa perbendaharaan gereja,
peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus, tabiat Allah yang dinyatakan dalam
segala ciptaan-Nya, serta bimbingan yang menolong anak didik menang atas
kesulitan.
·
Ilmu pengetahuan alam. Froebel
tidak memakai buku sebagai sumber pengetahuan bagi anak didik melainkan segala
hal yang ada di alam itu sendiri yag dipakai untuk menggali dan memperoleh
pengetahuan. Dengan bimbingan guru, anak didik didorong untuk mencari dan
mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya sendiri.
·
Matematika. Froebel
menekankan ilmu hitung.
·
Bahasa. Melalui bahasa
seorang anak belajar bagaimana menyatakan sifat dan makna kehidupan. Belajar
membaca dan menulis, menambah perbendaharaan kata, mengarang cerita yang
berasal dari pengalaman anak.
·
Seni dan karya seni.
Melalui menggambar, mengecat dan membuat benda-benda dari tanah liat, anak
diajar untuk mengungkapkan perasaannya. Bidang ini sama bobotnya dengan bidang
pelajaran yang lain karena melalui pengalaman belajar seni anak mampu mengekspresikan
pemahaman dan pengetahuannya.
2.7.4.3.Metodologi
Ada
beberapa metode yang dipakai Froebel untuk mengembangkan seseorang sesuai
tabiatnya, yaitu : berdoa, percakapan, menghafalkan (walaupun hanya tahap
sekunder), mengucapkan jawaban secara bersama-sama (secara berirama), bermain,
swakaji (guru tidak berceramah), meninjau dan memeriksa, pelaporan (lisan
maupun tulisan), bertanya, mengajarkan berdasarkan pola-pola (khususnya dalam
vak bahasa), berecrita, latihan dan ulangan.
2.7.4.4.Peranan Guru
Pentingnya
peranan guru untuk mempersiapkan pengalaman belajar, merencanakan pengaaman
belajar selengkap mungkin tetapi bersedia mengevaluasi rencana itu demi
pengalaman belajar yang lebih dalam bagi si anak didik. Oleh karena itu, tugas
dan peranan guru menitik beratkan pada panggilan hidup seorang guru ketimbang
hanya pada bakatnya saja.
2.7.4.5.Peranan Keluarga
Peranan
ayah sama pentingnya dengan peranan ibu dalam proses perkembangan dan
pendidikan anak. Keluarga harus menjadi wadah yang mampu mengembangkan semua
kemungkinan yang tersirat dalam tabiat anak sebagai mahkluk yang diciptakan
segambar dengan Allah. Orang tua/keluarga adalah kunci untuk memperbaharui
pendidikan, hal ini terwujud dalam bentuk buku pegangan bagi kaum ibu.
2.8.Materi Pengajaran
Dalam
bagian ini, materi yang akan dibawakan dibagi kedalam tiga bagian, yaitu :
1. Usia
0-2 tahun : Bernyanyi dan Berdoa
2. Usia
2-4 tahun : Tuhanku lebih hebat dari Superman
3. Usia
4-6 tahun : Tuhan sayang semua orang
A.
Tujuan
Materi Pelajaran
Tujuan dari materi ini adalah untuk
mengajarkan anak-anak pra sekolah memuji Tuhan dengan bernyanyi, berdoa,
mengenalkan kepada mereka bahwa Tuhan lebih hebat dari super hero yang sering
mereka lihat di televisi dan juga mengajarkan bahwa Tuhan sayang semua orang.
B.
Strategi
Materi Pengajaran
Strategi yang digunakan adalah strategi
pengajaran yang afektif. Dalam strategi ini seorang guru harus menjunjung tingu
panggilan hidupnya. Agar pengetahuan yang diberikan tidak di luar nalar anak
didik dan dapat memecahkan masalah dalam cerita maupun gambar yang digunakan
sebagai peraga.
C.
Model
Pengajaran
Model yang digunakan adalah storytelling
dimana seorang guru menceritakan mengenai topik cerita kepada anak, bernyanyi
dan menggunakan alat peraga berupa gambar. Seorang guru harus mampu membuat
anak untuk mengerti dan menikmati cerita yang di berikan dan menghindari
ceramah, tetapi selalu melibatkan anak-anak dalam setiap aktivitas yang
dilakukan guru pengajar.
D.
Pendekatan
Pengajaran
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan
individual. Disini seorang guru dituntut mengenal dan mendekati anak satu per
satu agar dapat membangkitkan semangat anak didik. Dan pengajar juga harus
dapat mengetahui kapan ia perlu menerima dan kapan memberi, kapan mempersatukan
dan memisahkan, kapan bertindak dan kapan berpangku tangan, kapan melarang dan
kapan mengizinkan serta kapan bersikap tegas dan kapan bersikap kompromistis.
Supaya anak tetap merasa nyaman selama pengajaran berlangsung dan tidak merasa
ketakutan maupun terbeban.
E.
Media
Pengajaran
Media yang digunakan adalah berupa
gambar dan balon, supaya proses pengajaran dapat menarik minat anak didik.
2.9. Bahan Pengajaran
Ø Usia 0-2 tahun
Nats
:Amsal 17:22a: “Hati
yang gembira adalah obat yang manjur”
Tujuan
:
a.
Agar membuat anak lebih
merasakan kasih Allah
b.
Dapat mengekspresikan
diri dengan lincah.
c.
Membuat anak agar hidup
dalam perlindungan Tuhan dan bersukacita
Metode: bernyanyi, tanya jawab, bercerita
dan berdoa.
Media:
gambar
Ø Usia 2-4 tahun
Nats
: Ester 4: 10-17
Tujuan
:
a. Supaya
anak mengenal Allah yang hebat.
b. Menyebutkan
tindakan yang hebat
c. Agar
anak didik lebih mengagumi Tuhan dari pada tokoh kartun.
Metode
: bernyanyi, bercerita dan
mewarnai gambar superman, menirukan gaya superman terbang.
Media : gambar superman yang di dadanya
ada gambar salib.
Ø Usia 4-5 tahun
Nats
: Keluaran 2: 1-10
Tujuan :
a. Agar
anak didik sayang sama semua orang (orang tua, temannya)
b. Agar
anak mengetahui bagaimana rasanya dikasihi oleh orang tua terlebih oleh Tuhan.
c. Mampu
menyebutkan tema secara bersama-sama (berirama)
d. Agar
anak didik mengatakan kepada orang tuanya jika dua mengasihi orang tuanya.
Media : gambar anak-anak yang sedang berpelukan.
Metode : bernyanyi lagu “Kau temanku, Ku
temanmu”, menafsirkan apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak yang ada di
gambar, mengajak anak didik menceritakan pengalamannya ketika bermain bersama
teman-temannya. Dan mewarnai gambar.
III.
Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Program adalah rancangan mengenai asas
dan usaha. Dan menurut pandangan teologis, anak adalah keturunan yang akan
menggantikan orang tua dan merupakan harapan orang tua di kemudian hari. anak
mempunyai kehidupan yang mulia, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi
seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut
tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia. Anak-anak masih sangat bergantung dan
masih meniru apa yang orang lain lakukan dan katakan. Sehingga orang yang
disekeliling anak tersebut seperti orangtua, lingkungan maupun guru sekolah
minggu harus memperhatikan kebutuhan anak tersebut. Di dalam setiap pengajaran
yang diberikan oleh guru sekolah minggu, harus menggunakan metode dan media
yang tepat bagi anak sesuai dengan umur mereka. Supaya mereka dapat mengerti
dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
IV.
Daftar
Pustaka
Beers,V. Gilbert, Orang Tua, Berbicaralah Dengan Anak Anda!, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2003
Boehlke,Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK, 2003
Boyd,W., History of Western Education, New York: Barnes & Noble, 1985
Gultom,Rida, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak,catatan
kedua, 2011
Gunarsa,Yulia
Singgih D., Asas-asas Psikologi Keluarga
Idaman, Jakarta: BPK-GM, 2002
Kartasapoetra,Hartini G.,Kamus
Sosiologi dan Kependudukan, Jakarta:
Bumi Aksara, 1992
Kristianto, Paulus Lilik, Prinsip & Praktik PAK, Yokyakarta:
Andi, 2006
Monks,Fj., Psikologi Perkembangan, Yokyakarta: Gajah Mada Press, 2006
Naipospos,P.S.,Penuntun Sekolah Minggu, Jakarta: Yayasan Bina Komunikasi, 1962
Pasaribu, I.L. &
Simanjuntak,B., Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Tarsito, 1983
Poerwadamanta, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, tth.
Richards, Lawrence O., Pelayanan Kepada Anak-anak,
Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2007
Singgih D. Gunarsa,
Yulia Gunarsa, Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja,Jakarta: BPK-GM, 2003
Thalib,Syamsul
Bahcri,Psikologi Pendidikan Berbasis
Analisis Empiris Aplikatif,Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010
Volkhard, Hidup Sebelum dan Sesudah Nikah,
Batu Malang, 1985
Weber,Hans-Ruedi, Jesus and The Children-Biblical Resources
for Study and Preaching, Geneva: WCC, 1979
[1] Poerwadamanta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, tth), 475
[2]Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik PAK, (Yokyakarta:
Andi, 2006), 234
[3]I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak,
Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Tarsito, 1983), 99-100
[4]J.W.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia , 31
[5]Volkhard, Hidup Sebelum dan Sesudah Nikah,
(Batu Malang, 1985), 83
[6]Lawrence O.Richards, Pelayanan Kepada Anak-anak,
(Bandung:YAYASAN KALAM HIDUP, 2007), 549
[7]V. Gilbert Beers, Orang Tua, Berbicaralah Dengan Anak Anda!, (Bandung:
YAYASAN KALAM HIDUP, 2003), 16
[8]Fj. Monks, Psikologi Perkembangan, ( Yokyakarta: Gajah Mada Press, 2006), 104
[9]Hartini G Kartasapoetra,. Kamus
Sosiologi dan Kependudukan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992) , 76
[10]...., Wikipedia Indonesia Bebas, 15.
[11]W.
Boyd, History of Western Education, (New
York: Barnes & Noble, 1985), 52-61.
[12]Hans-Ruedi
Weber, Jesus and The Children-Biblical
Resources for Study and Preaching, (Geneva: WCC, 1979), 15.
[13]Hans-Ruedi Weber, Jesus and The Children-Biblical Resources
for Study and Preaching, 17.
[14]Syamsul Bahcri
Thalib,Psikologi Pendidikan Berbasis
Analisis Empiris Aplikatif,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010),22
[15]Rida Gultom, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak,(
catatan kedua, 2011), 37
[16]Syamsul Bachri
Thalib, Psikologi, 22
[17]Yulia Singgih D.
Gunarsa, Asas-asas Psikologi Keluarga
Idaman, 58
[18]Rida Gultom, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak, 29-35
[19]Singgih D. Gunarsa,
Yulia Gunarsa, Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 61
[21]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK, 2003), 275-297.
[22]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen, 309-318.
[23]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen,332-367.
No comments:
Post a Comment