Monday, March 13, 2017

PROGRAM BAHAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRSTEN PADA ANAK USIA 0-5 TAHUN (BALITA/PRA SEKOLAH)



Nama              : Johannes Nababan
STT. Abdi Sabda

 
FRIEDRICH W.A. FROEBEL DAN PROGRAM BAHAN PENGAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KRSTEN PADA ANAK USIA 0-5 TAHUN (BALITA/PRA SEKOLAH)
I.                   Pendahuluan
Pada pembahasan ini, akan membahas mengenai bahan pengajaran yang dapat dilakukan pada anak. Dalam hal ini, kita akan membahas mengenai  pengajaran Pendidikan Agama Kristen pada anak usia 0-5 tahun. Pengajaran yang dilakukan harus juga sesuai dengan umur anak-anak tersebut sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Yang didasarkan dari pendapat seorang tokoh Friedrich W.A. Froebel (1782-1852), seorang pendiri atau pencetus ide cikal bakal adanya Taman Kanak-kanak hingga saat ini.

II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Program
Program adalah rancangan mengenai asas dan usaha. Program adalah kata, ekspresi atau pernyataan yang disusun menjadi satu kesatuan prosedur, yang berupa urutan langkah untuk menyelesaikan masalah yang diimplementasikan. Program juga berisikan sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode skema atau bentuk lain.[1] Sehingga dapat disimpulkan bahwa program adalah membuat suatu susunan yang sistematis.



2.2.Pengertian dan Prinsip Pengajaran
Pengertian pengajaran dapat digolongkan kedalam beberapa bagian, yaitu antara lain :
1.      Proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan;
2.      Perihal mengajar; segala sesuatu mengenai mengajar: sejarah nasional sangat diutamakan
3.      Peringatan (tentang pengalaman, peristiwa yg dialami atau dilihatnya)[2]

Adapun yang menjadi prinsip pengajaran yaitu:[3]
1.      Pengajaran haruslah menimbulkan aktifitas dan kesadaran orang yang dididik
2.      Pengajaran hendaknya diletakkan pada minat perhatian
3.      Pengajaran hendaknya menjalankan teori dan praktik
4.      Pengajaran harus dapat menunjukkan perpaduan belajar dan bekerja
5.      Pengajaran harus sistematik
6.      Pengajaran harus dapat merangsang dan memadukan belajar sendiri dan kolektif

2.3.Pengertian Anak Secara Umum
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata anak mempunyai pengertian yaitu: manusia yang masih kecil, orang yang berasal atau yang dilahirkan.[4] Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki . Menurut pandangan teologis, anak adalah keturunan yang akan menggantikan orang tua dan merupakan harapan orang tua di kemudian hari, anak bukanlah milik kita, kebahagiaan yang tertinggi bukan juga melalui relasi atau perwujudtan cita-cita mereka sendiri, melainkan menemukan rencana Tuhan bagi mereka. [5]
2.3.1.      Pengertian Anak Kristen
Dalam pengertian Kristen, anak adalah titipan Allah kepada kedua orang tua, masyarakat bangsa dan negara yang kelak akan memakmurkan dunia dan sebagai pewaris ajaran agamanya. Pengertian ini mengandung arti bahwa setiap anak yang dilahirkan harus diakui, diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan yang diterima oleh akan dari orang tua, masyarakat , bangsa dan negara. Ada satu prinsip terahir yang perlu dinyatakan. Kita harus perlu menegaskan pertobatan anak-anak sebagai makhluk Tuhan yang mulia. [6]Hal ini adalah supaya dapat mengubah kehidpan yang adalah karunia istimewa yang diberikan Allah dan disediakan bagi ciptaan-Nya yang tertinggi.[7]
2.3.2.      Pengertian Anak Menurut Ilmu Lain
1.      Menurut Psikologi perkembangan
Anakmerupakanindividuyangberadadalamsaturentangperubahan perkembanganyangdimulaidaribayihingga remaja.Masaanakmerupakanmasa pertumbuhandanperkembanganyangdimulaidaribayi(0-1tahun)usia bermain/oddler(1-2,5tahun),prasekolah(2,5-5),usiasekolah(5-11tahun) hinggaremaja(11-18tahun).[8]
2.      Menurut Sosiologi
Sosiologi memandang bahwa anak merupakan bagian dari masyarakat. Dimana keberadaan anak sebagai bagian yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, baik dengan keluarga, komunitas, atau masyarakat pada umumnya.[9]
3.      Menurut Antropologi
Anak menurut perspektif antropologi sebagai individu yang merupakan bagian suatu kebudayaan, yang dibentuk melalui pola pengasuhan orang tua, dan melakukan sosialisasi dengan lingkungan sosialnya.[10]

2.4.Dasar Teologis Anak
2.4.1.      Dalam Perjanjian Lama
Konsep budaya Yahudi menjungjung tinggi martabat anak, namun tidak dalam segala hal bisa dipuji, misalnya dalam hal diskriminasi jenis kelamin, namun budaya Yahudi mempunyai konsepsi yang lebih tinggi terhadap anak. Budaya Yahudi memberi arti teologis dan pedagogis terhadap anak. Anak dinilai sebagai warisan berharga yang diberikan turun-temurun dari Tuhan: "Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka daripada Tuhan, dan buah kandungan adalah sesuatu upah" (Mzm 127:3). Mengandung dan melahirkan dinilai sebagai bagian dari proses penciptaan oleh Tuhan (Kej 1:28), kesuburan kandungan sebagai bagian dari janji Tuhan (Kej 12:3).Konsep yang tinggi tentang anak disebabkan oleh keyakinan umat Israel sebagai umat pilihan, sehingga anak mempunyai fungsi meneruskan Taurat. Sebab itu anak perlu mendapat pendidikan yang baik agar hidup sesuai dengan Taurat. Dalam Perjanjian Lama ada garis merah yang menekankan perlunya orangtua mendidik anak: "Haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu..." (Ul 6:4-9).Tujuan pendidikan adalah agar sejak usia dini orang mempunyai pengetahuan dan hikmat.[11]
Dengan demikian pendidikan anak adalah salah satu aktivitas utama sebagai konsekuensi bangsa Israel sebagai bangsa pilihan Allah. Keluarga Yahudi beranggapan bahwa anak-anak adalah pemberian Tuhan dan orang tua bertanggung jawab kepada Allah untuk mengajar mereka dan bertindak sebagai guru yang pertama sekali.
2.4.2.      Dalam Perjanjian Baru
Keempat kitab Injil mencatat beberapa kejadian di mana Yesus menjadi marah,hal ini disebabkan karena  Yesus melihat anak-anak kecil dihalau oleh para murid-Nya. Peristiwa ini dicatat secara sinoptis dalam Matius 19:13-15Markus 10:13-16 dan Lukas 18:15-17.Kitab Injil ini tidak mencatat mengapa para murid menolak anak-anak itu. Para penginjil juga tidak memberitahu siapa yang membawa anak-anak itu; mungkin orang tua mereka, mungkin juga hanya ayah mereka, sebab pada waktu itu ada kebiasaan  bahwa ayah membawa anak kepada rabi terkenal untuk diberkati.[12]
Ucapan Yesus dalam Markus 10:14-15, tampak seperti berpokok pada karakteristik anak kecil, misalnya polos, lugu dan bersahaja. Tetapi sebenarnya di sini Yesus sedang berbicara tentang karakteristik Allah. Allah memberikan kerajaan-Nya kepada orang yang polos, lugu dan bersahaja, yang sama sekali tidak mempunyai perasaan sanggup, unggul atau lebih dalam hal kerohanian. Sebagai lambang pemberian Kerajaan Allah. Yesus memeluk anak-anak itu. Perikop ini memperlihatkan kutub-kutub yang bertolak belakang: Yesus marah dan Yesus memeluk, para murid menghalau tetapi Yesus menyambut, budaya masyarakat meremehkan anak tetapi Yesus menghargai anak.[13]
2.5.Teologi Anak
-          Anak adalah anggota kelaurga yang harus selalu dididik dimanapun, kapanpun, bagaimanapun oleh orang dewasa atas perintah Tuhan
-          Anak adalah gambaran kerajaan sorga
-          Anak adalah gambaran orang-orang surgawi
-          Anak adalah milik kepunyaan Allah
-          Anak adalah milik pusaka dari pada Tuhan
-          Anak adalah pembawa sukacita
-          Anak adalah pemberi dan pembawa ketentraman
-          Anak adalah pribadi yang tidak boleh disesatkan oleh orang dewasa
-          Anak adalah yang empunya kerajaan Sorga
-          Anak adalah generasi Illahi
-          Anak adalah individu yang sedang bertumbuh dan memiliki pribadi yang unik (penampilannya yang blak-blakan)
-          Anak adalah merupakan pribadi ciptaan Tuhan yang punya kebutuhan dan Iman

2.6.Teori Psikologi Perkembangan Anak
2.6.1.      Perkembangan Fisik
Menurut Piaget, perkembangan adalah suatu proses perubahan sebagai hasil dari proses belajar yang merupakan kombimasi atau interaksi dari pembelajaran, pengalaman dan kematangan.[14] Dibawah ini akan diuraikan berbagai perkembangan yang terjadi pada anak-anak.
a.      0-1 tahun
Karakteristik utamanya adalah: Bayi bertumbuh dengan cepat dan mulai belajar berjalan pada usia 8-12 bulan. Pada usia ini, bayi mempunyai kecepatan belajar paling cepat selam periode hidupnya. Bayi mulai belajar memutar, berguling, bangun, merangkak, tertatih-tatih, berjalan tegak, berlari dan mengkomunikasikan kebutuhannya kepada ibunya.


b.      2-3 tahun
Karakteristik utamanya adalah: Anak bertumbuh dengan cepat, aktif, banyak menggunakan energinya untuk bermain-main dan otot-otot tangan dan kakinya bertumbuh cepat dan mulai berkata-kata dengan singkat.
c.       4-5 tahun
Anak bertumbuh dengan cepat pada usia 4 tahun, mulai bertumbuh lebih tinggi, ototnya besar terus bertumbuh, suka melompat-lompat untuk melenturkan otot besarnya. Koordinasi otot-otot kecil sangat kurang, koordinasi mata dan tangan kurang bagus tetapi berkembang menjadi lebih baik.
2.6.2.      Perkembangan Kognitif
Piaget memandang bahwa anak-anak berbeda dengan  orang dewasa secara kognitif. Ia menyatakan dalam semua usia dan budaya terdapat pola mengenai cara anak-anak memahami lingkungannya.[15] Perkembangan kognitif bermaksud memahami aktifitas perilaku manusia seperti perhatian, rekognisi, pembuatan kepuyusan, pemecahan masalah, pengertahuan konseptual, belajar, penalaran, prinsisp-prinsip dan mekanisme perkembangan, intelegensi, interprestasi, atribusi, penilaian, memori dan imajinasi.[16] Dibawah akan siuraiakan empat tahap perkembangan kognitif oleh Jean Piaget. Empat Tahap dan Karakteristik Perkembangan Kognitif  Piaget yaitu:
a.      0-2 tahun
Ciri pokok perkembangannya Pada periode ini , tingkah laku bayi kebanyakan bersifat reflex, spontan, tidak disengaja dan tidak terbedakan. Tindakannya didasarkan pada adanya brancangan luar yang ditanggapi secara reflex. Refleks yang pokok pada periode ini adalah menggerakan tangan dan kepala. Misalnya apabila kita mendekatkan suatu benda ke mulutnya maka ia akan menghisapnya.
b.      2 – 5 tahun
Anak mulai dapat menggunakan simbol atau tnda untuk merepresentasikan suatu benda yang tidak tampak dihadapannya dan tampak secara jelas dalam gejala seperti imitasi tidak langsung, permainan simbolis, menggambar, gambaran mental dan bahasa ucapan. Anak mulai berbicara secara egosentris yaitu berbicara dengan dirinya sendiri, anak tidak berniat berbicara dengan orang lain, tetapi pada umur 4 sampai 5 tahun anak mulai lebih komunikatif dengan temannya, anak mulai menirukan apa yang baru saja ia dengar tanpa sadar, urutan cerita anak dalam berbicara  masih kacau dapat mulai dari yang terakhir atau sebaliknya, dan ceritanya terpotong-potong. Pada tahap ini anak menggunakan pemikiran intuitif.
2.6.3.      Perkembangan Emosi
Emosi dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi yang memungkinkan bayi dan anak mengungkapkan keterangan mengenai dirinya, perasaan, kebutuhan juga keinginannya.[17] Dibawah ini akan diuraikan bagaimana perkembangan afektif dari anak-anak. Beberapa bulan setelah bayi lahir, muncul berbagai macam pola emosi seperti.[18]
a.      0-2 tahun
Emosi anak pada usia ini sangat tidak stabil. Anak sangat rentan dengan lingkunga sekitarnya. Jika keinginannya tidak sesuai, anak akan gampang menangis atau anak akan sangat rewel dan sensitif.
b.      2-3 tahun
Menyukai suasana yang sudah dikenal dan takut pada suasana asing. Takut pada orang asing. Emosinya tidak stabil. Sangat peka terhadap lingkungan sekitar.
c.       4-5 tahun
Anak suka melakukan sesuatu secara positif dan aktif. Menyatakan ketakutan secara nyata. Dapat menahan tangisan. Ketika marah akan melepaskan kemarahan. Iri hati atau cemburu. Mempunyai sifat simpati/keharuan.

2.6.4.      Perkembanga Afektif
Rangsangan yang umumya menimbulkan rasa takut pada masa bayi ialah suara yang keras, binatang, kamar yag gelap, tempat yang tinggi, berada seorang diri, rasa sakit, orang yang tidak dikenal, tempat dan obyek yang tidak dikenal. Anak kecil lebih takut kepada benda-benda dibandingkan dengan bayi atau anak yang lebih tua.  rasa malu merupakan bentuk ketakutan terhadap orang yang tak dikenal atau orang yang sudah dikenal tetapi memakai baju atau tata rambut yang tidak seperti biasanya. Pada bayi, reaksi yang umum terhadap rasa malu ialah menangis, memalingkan muka dari orang yang tak dikenal dan bergayut pada orang yang sudah akrab untuk berlindung. Bila mereka telah yakin bahwa tidak ada bahaya yang nyata barulah mereka mau mendekati orang yang sudah tidak dikenal itu. Anak-anak yang lebih tua menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan berbicara sesedikit mungkin, dengan tingkah yang gugup seperti menarik-narik telinga atau baju, dengan menolehkan wajah kea rah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu untuk menatap orang yang tak dikenalnya itu.
Frekuensi dan intensitas kemarahan pada anak berbeda-beda sebagian anak dapat melawan rangsangan yang menimbulkan kemarahan secara lebih baik dibandingkan anak lainnya tergantung kepada kebutuhan yang dirintangi, kondisi fisik, emosi dan situasi pada masa itu. Anak mengespresikannya dengan kejengkelan sedikit, mengasingkan diri dengan menunjukkan kekecewaan yang mendalam dan perasaan tidak mampu, bersikap menderita, cemberut, mengasihani diri sendiri dan mengancam untuk melarikan diri. Bayi bereaksi dengan ledakan marah terhadap ketidak enakakan fisik yang ringan, rintangan terhadapa aktivitas fisik dan pembebanan paksaan dalam hal perawatan, misalnya pada saat mandi dan dikenakan pakaian, juga saat mereka diambil dari tempat tidur. Dengan semakin meluasnya lingkungan anak-anak, semakin luas pula keingintahuan mereka, mereka ingin tau tentang manusia, mengapa berpakaian , berbuat, dan berbicara seperti yang mereka lakukan, mengapa orang tua beda dengan orang yang lebih muda, mengapa laki-laki berbeda dengan perempuan.
Bayi mengekspresikan keingin tahuannya dengan menegakkan otot-otot muka, membuka mulut, menjulurkan lidah, dan mengerutkan dahi, mereka mencoba memeriksa dengan menatap, mencekau, dan memeriksa dengan mememgang yang menggoyangkan segala sesuatu yang ada dalam jangkauan mereka. Anak mulai bertanya sekitar usia 3 tahun dan mencapai puncaknya kira-kira pada saat anak memasuki kelas 1 sekolah dasar.
2.6.5.      Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Sikap anak-anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial dan seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain sebagian besar akan tergantung pada pengalaman belajar selama bertahun-tahun awal kehidupan yang merupakan masa pembentukan. Dibawah ini akan diuraikan perkembangan sosial anak.



a.      2-3 bulan
Bayi memalingkan muka ke arah suara manusia dan tersenyum membalas senyuman atau suara berketuk. Bayi mengekspresikan kegembiraan terhadap kehadiran orang lain dengan tersenyum menyepakkan kaki atau melambaikan tangan ia akan menangis jika diajak berbicara atau dialihkan perhatiannya dengan suara gemerincing.
b.      4-5 bulan
Bayi melakukan penyesuaian pendahuluan kalau akan diangkat, memperlihatkan perhatian yang selektif terhadap wajah orang yang meninggalkannya, tersenyum kepada seseorang yang berbicara dengannya, memperlihatkan kegembiraan terhadap perhatian pribadi dan tertawa bila diajak bermain.
c.       6-7 bulan
Bayi bereaksi secara berbeda kepada senyuman dan omelan dan dapat membedakan antara suara yang ramah dan suara yang bernada marah dan gerak sosial mereka semakin agresif seperti menarik- narik rambut orang yang membopongnya
d.      8 bulan - 1 tahun
Anak sangat memperhatikan keadaan di sekitarnya, terutama melalui alat permainannya.
e.       2-3 tahun
Anak memperlihatkan sikap ingin berkawan yaitu dengan tukar-menukar alat permainannnya, meski suasana berkawan ini tidak dapat berlangsung dalam waktu yang lama. Keinginannya untuk bermain dengan anak lain makin jelas ketika ia berumur 3 tahun.
f.       4-5 tahun
Berpusat pada diri sendiri, Persahabatan berkembang, Lebih suka bermain dengan teman lain Mengharapkan atau ingin mendapat pujian.

2.6.6.      Perkembangan Moral
Perkembangan moral bersangkutan dengan bertambahnya kemampuan menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam lingkungan hidupnya atau dalam masyarakatnya. Pada awalnya kehidupan bayi tidak dapat kita nilai tingkah lakunya bermoral atau tidak pada hakekatnya seorang bayi belum bermoral artinya ia belum memiliki pengetahuan dan pengertian akan yang dilakukannya. Bagi seorang anak, perkembangan moral itu akan dikembangkan melalui pemenuhan kebutuhan jasmani (dorongan nafsu fisiologi), untuk selanjutnya dipolakan melaui pengalaman dalam lingkungan keluarga sesuai dengan nilai – nilai yang ada. Perkembangan seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Perkembangan seorang anak tidak terlepas dari lingkungan, kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang sama seperti aspek moral anak tersebut. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang salah.[19]
2.6.7.      Perkembangan Spiritual
Anak adalah orang yang berdosa dan memerlukan Juruselamat. Dalam hal ini anak berdosa dapat memahami kebenaran rohani, dapat memuji Tuhan dan dapat berkembang secara rohani.[20] Di bawah akan diuraikan perkembangan spiritual anak.
a.      0-1 tahun
Bayi mendapat pengajaran rohani melalui apa yang dilihatnya, mereka mempunyai iman yang sederhana melalui keyakinan dan keteladanan orang tuanya, misalnya bayi dapat melihat orangtuanya disaat berdoa dengan melihat kedua tangannya meskipun dia belum mengerti implikasi teologi dari doa itu.
b.      2-3 tahun
Meniru tingkah laku orang dewasa. termasuk juga sikapnya kepada Tuhan. Banyak kebenaran yang tak dapat dipahami, namun dapat dirasakan. Tahu mengucapkan syukur  pada Bapa di Surga. Suka mendengarkan Alkitab. Dapat memahami kasih Allah. Dapat memahami hal-hal yang berhubungan dengan Allah.
c.       4-5 tahun
Dapat mengenal kasih Yesus/Allah melalui kasih orang dewasa terhadap diri mereka. Iman terhadap Allah dinyatakan melalui rasa percaya dinyatakan melalui  rasa percayanya terhadap orang dewasa. Dapatbelajar mengenal Allah melalui kebaktian. Memiliki kesadaran tertentu terhadap hal yang salah dan yang benar. Dapat belajar berdoa.



2.7.Riwayat Hidup Friedrich W.A. Froebel (1782-1852)[21]
Froebel adalah anak bungsu dari lima laki-laki bersaudara. Ia baru berumur sembilan bulan ketika ibunya meninggal. Ayahnya seorang pendeta, tinggal di desa Oberweissbach yang letaknya di hutan Thuringia, Jerman. Karena kesibukannya sebagai pendeta, ia cenderung melalaikan kebutuhan Froebel muda yang kehilangan ibu itu, masa kanak-kanaknya dipersulit sesudah ayahnya menikah lagi, khususnya sesudah ibu tirinya melahirkan bayi. Namun, ayahnya tidak angkat tangan sama sekali dari tanggung jawab seorang ayah. Dengan susah payah ia mengajari Froebel untuk membaca, tetapi pengalaman itu pahit untuk kedua belah pihak sehingga hubungan mereka semakin buruk. Bagi ayahnya, sang anak bungsu tidak berbakat, suatu pendapat yang dianggap benar oleh Froebel.
Ketika ia berumur sepuluh tahun, keadaan berubah seratus delapan puluh derajat, karena kunjungan pamannya. Karena merasa sayang akan ponakannya yang tidak menerima kasih sayang dari orang tua, ia meminta persetujuan sang ayah untuk menjadi wali Froebel. Lima tahun selanjutnya menjadi tahun-tahun bahagia bagi Froebel. Kalau ia tidak diselamatkan dari kehidupan buruk di pastori ayahnya, maka terdapat kemungkinan besar bahwa ia tidak berhasrat mendirikan Kindergartendi kemudian hari.
Ketika Froebel mendengar bacaan dari Injil yang berhubungan dengan peristiwa dalam kehidupan Yesus, tidak jarang ia menangis karena begitu hebat emosinya meluap. Kemudian ia bersumpah untuk mengikut Yesus. Ia disidi oleh sang paman dan mnejadi warga gereja seumur hidupnya, walaupun tidak selalu aktif dalam urusan jemaat. Ia juga mulai menulis dan mengataka bahwa, Tuhan yang dijumpai di tengah-tengah tanaman dikenal lebih jelas dan berarti daripada Tuhan yang disaksikan melalui kebaktian gerejawi yang formal. Selama ia bekerja di hutan, ia terkesan pada kesatuan dan kesinambungan yang tampak dalam alam, dua tema yang akan timbul nanti dalam teori dan praktek pendidikan yang ia akan kembangkan.
Ia sedang memikirkan tentang kelakuan anak di sekolah. Ia semakin yakin bahwa kelas satu sekolah dasar sudah terlambat untuk memperbaiki pola kelakuan anak. Mesti ada pengalaman teratur bagi anak-anak sebelum mereka memulai kelas satu. Demikianlah dia mengadakan kelas khusus untuk anak kecil di bawah enam tahun. I amelihat bagaimana mereka waspada terhadap segala sesuatu dalam dunia sekitar dan agar mereka rajin mengucapkan tanggapan terhadap dunia tersebut. Atas dasar tersebut, ia menyediakan sajak dan cerita sederhana, nyanyian, mainan, gerakan badan, benda dan bahan yang dapat mereka gunakan. Tinjauan ini mendorong Froebel untuk berpikir tentag cara mendidik ibu muda untuk lebih mampu mempersiapkan anak bagi pendidikan formal nanti.
Pada tahun 1837 ia membuka lembaga yang dinamakan “Sekolah Latihan Psikologis Bagi Anak-anak melalui Permainan dan Kegiatan”, yang kemudian berganti nama menjadi Die Kindergarten atau Taman Kanak-kanak. Sesuai dengan nama “Taman Kanak-kanak”, anak kecil dipandang sebagai tanaman yang indah yang diberikan kesempatan untuk bertumbuh dan berkembang dalam suasana kasih. “Taman” baru ini membangun atas kasih yang sudah anak alami di rumah tangga. Anak yang dilalaikan denagn kebutuhan pribadi yang tidak dipenuhi di rumah tangga akan mengalami kasih. Kasih itu akan tampak melalui bimbingan yang teratur, penggunaan peralatan, pergaulan dengan anak sebaya, melibatkan anak dalam pengalaman yang lebih luas daripada yang tersedia di rumah. Alhasil anak bertumbuh secara sosial di samping memperoleh pelbagai keterampilan sederhana di taman kanak-kanak, sehingga lebih siap untuk masuk ke sekolah dasar kelas satu nanti. Dan pada tanggal 21 Juni 1852, pendiri taman kanak-kanan itu meninggal dunia. Ribuan pendidik lain bersyukur kepada Froebel karena penglihatan mulia terhadap kemungkinan yang terbuka untuk pendidikan bagi anak kecil.
2.7.1.      Dasar Ilmu Jiwa[22]
Dalam dasar ilmu jiwa ini Froebel tidak memberikan batas-batas umur tertentu. Dia hanya memakai tiga tahap yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, dan masa tanggung. Karena perkembangan menurut Froebel terjadi bukan karena umur tetapi apabila seorang anak sudah dapat memenuhi kebutuhannya baik itu sebagai anak maupun sebagai orang dewasa. Alasan lain adalah setiap tahap yang diberikannya mempunyai ciri khas tertentu.
a.      Tahap Bayi (masa ketergantungan) : Dari Lahir hingga usia 3 tahun
Pada bagian ini Froebel menamakannya sebagai tahap “pendahuluan” bagian dasar pendidikan. Pada tahap ini orang tua dituntut aktif dan orang tua harus memperhatikan bayi sebelum bayi menunjukkan tindakan atau gerakan seperti menangis. Hal itu perlu dilakukan untuk sang bayi agar terjadi kesatuan baru yaitu pertumbuhan batin, dimana sang bayi akan menghormati orang yang ada disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi juga dinamakan Saugling (menyusu atau menghisap), maksudnya pada tahap ini bayi menangkap keanekaragaman dari sekitarnya. Oleh karena itu, orang disekitar bayi tersebut mampu mengembangkan lingkungan yang sehat, aman, menarik, dan murni. Selain itu, Froebel juga sangat menekankan bahwa setiap gerakan bayi haruslah diperhatikan mulai dari bayi tersebut tersenyum, sedang diam, dan juga saat bayi tersebut ada dalam pangkuan ibu.
b.      Masa Kanak-kanak (masa permulaan pendidikan): Usia 3-7 tahun
Froebel mengatakan bahwa pada tahap ini merupakan masa permulaan pendidikan karena pada tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun, kata yang pertama diucapkan anak tersebut biasanya sedikit salah dan merupakan kewajiban orang tua atau pendampingnya untuk memperbaiki perkataan tersebut dengan benar. Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai bermain dan menarik hubungan antara bermain dengan pengalaman pendidikan. Menurut Froebel, bermain merupakan dimana proses perkembangan kepribadian sedang terjadi. Oleh karena itu, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi maka itu sama dengan mengikat nalar anaknya karena ia tidak bebas untuk menjelajahi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini berakhir apabila seorang anak sudah mempunyai pengalaman lahiriah dna menjadikannya sebagai pengaaman batiniah.
c.       Masa Anak Tanggung (masa untuk belajar): usia 7-10 tahun
Dalam bagian ini, anak sudah mendapatkan pendidikan formal dan sistematis baik itu di bawah bimbingan guru maupun orang tua. Titik beratnya adalah usaha untuk memperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang lahiriah, khas, dan khusus. Dalam tahap ini, Froebel juga menekankan bahwa anak mempunyai kecenderungan untuk mengerjakan sesuatu dan dalam mengerjakan sesuatu alangkah baiknya jika orangtua memperhatikan apa yang dikerjakan anak dan memberikan dukungan dan apabila pekerjaan tersebut selesai maka orang tua selayaknya memuji pekerjaan anak tersebut. Dalam tahap ini anak juga sudah mulai berhubungan dengan orang-orang di sekitarnya menyadari bahwa anak ini mempunyai sifat yang buruk. Namun, menurut Froebel sifat yang muncul dari anak ini disebabkan oleh lingkungannya. Menurutnya, seorang anak menjadi nakal karena di lingkungannya ia tidak diperlakukan dengan baik. 


2.7.2.      Asas-asas Pendidikan
Froebel mendasarkan pandangannya tentang pendidikan atas dua dasar, dasar teologi dan dasar psikologi. Apabila pendidikan terlalu menekankan salah satu sisi baik itu sisi rohani maupun sisi kecerdasan maka akan timpang atau berat sebelah. Oleh karena itu, pendidikan haruslah menekankan kedua sisi tersebut.
1.      Pendidikan sebagai pengalaman rohani
Pendidikan adalah pengalaman rohani yang mengantar anak didik bertindak sesuai dengan jati dirinya sebagai makhluk yag belum lengkap, sebelum ia mengikuti kesatuannya dengan Allah. Pendidikan yang dimaksudkan untuk memperlengkapi manusia dengan semua peralatan dan sarana yang ia perlukan untuk mencapai tujuan mulia tersebut.
2.      Asas Perkembangan
Ada empat pola perkembangan yang tampak dalam pendidikan, yaitu :
-          Benih yang kelak menghasilkan kedewasaan yang sudah ada dalam diri anak.
-          Hubungan dari bagian dengan keutuhan, dalam arti guru memperhatikan anak sebagai pribadi yang unik namun perlu memperoleh tempat yang sehat dalam kelompok.
-          Yang batiniah didorong menjadi yang lahiriah, dalam arti mendidik itu mencakup usaha untuk menolong anak menyampaikan pikiran, perasaan, kekuatan jasmani dan imaannya yang telah ada secara batin, agar menjadi kelihatan (lahiriah) berupa buah nalar yaitu pikiran, perasaan dalam bentuk seni, kekuatan jasmani melalui pelbagai keterampilan, dan iman melalui tindakan bermoral dan pelayanan terhadap sesama manusia.
-          Asas perlawanan, tampak dalam alam dan menyoroti gaya hidup dinamis dan tidak statis.
3.      Penyampaian Arti melalui bahasa lambang (simbol)
Froebel meninjau bagaimana anak memanfaatkan benda tertentu, berupa obyek seperti bola, kubus, tulisan, lagu, gambar, karena simbol tersebut mencerminkan intisari ilahi dari dunia ini termasuk manusia.

4.      Belajar dengan Berbuat
Hal ini dapat dilakukan dengan membangun tugas belajar yang berarti bahwa anak didik bukanlah bejana pasif yag enerima apa saja dari susu, melainkan ia adalah seorang yang langsung ambil bagian dalam pendidikannya sesuai dengan asas yang dikemukakan oleh John Amos Comenius. Semboyan “belajar dengan bermain” memuat pesan bahwa anak perlu berefleksi atas kegiatan tersebut dalam terang perasaannya.
-          Bermain, mencakup pemberian dan kerajinan tangan di samping tugas belajar yang dipilih, karena anak menikmatinya.
-          Menyanyi, merupakan cara pokok untuk belajar.
-          Menggambar, melalui menggambar anak sedang mengungkapkan gagasannya secara kelihatan dan lisan.
-          Memelihara, tanaman atau binatang kecil.
-          Kesinambungan, dalam arti guru mengembangkan tuugas belajar baru yang sesuai dengan pengalaman belajar sebelumnya.

2.7.3.      Dasar Teologi
Froebel mendasarkan teologinya pada alam. Ia menekankan hubungan antara kutub kecerdasan dan kutub alam. Menurut dia, alam senantiasa berupaya atau berubah untuk mencapai kecerdasannya atau alam terus mengalami perubahan atau perkembangan untuk menuju bentuk sempurna. Selain itu, ia juga mengatakan bahwa alam itu menggambarkan Allah atau bisa dikatakan bahwa roh Allah diserap oleh setiap ciptaan-Nya.
2.7.4.      Praktek Pendidikan[23]
2.7.4.1.Tujuan Umum
Tujuan umum pendidikan adalah membimbing anak didik untuk semakin sadar akan jati diri sebagai anak Allah dan anak alam, bertumbuh dalam pengetahuan dan pengertian, juga menghargai perasaannya sebagai cara mengetahui yang berlaku, supaya ia dapat memecahkan masalah-masalah secara tangkas, bermoral dan adil terhadap diri sendiri, sesamanya dan dunia alam, serta memenuhi panggilannya dalam masyarakat. Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Froebel adalah untuk mendorong dan membimbing manusia sebagai sadar, berpikir dan memahami menjadi representasi murni dan sempurna itu hukum batin ilahi melalui pilihan pribadinya sendiri. Pendidikan harus menunjukkan kepadanya cara dan makna mencapai tujuan tersebut.
2.7.4.2.Kurikulum
Froebel membagi tahapan kurikulumnya untuk empat golongan/keolpok usia, yakni anak pra sekolah, taman kanak-kanak, anak kecil dan anak tanggung.
a.       Pra Sekolah
Ada 4 pelajaran yang akan kita coba bahas dalam bukunya : Mottoes and Commenteries of Frobel’s play. Dalam buku tersebut, setiap bab terdiri dari selembar lukisan dari ukiran kayu, sajak pendek dan penafsiran atas lukisan tersebut. Lukisannya berupa seorang anak pra sekolah yang terlibat dalam berbagai kegiatan sesuai dengan aktivitasnya.
·         Dalam sajak berjudul “Si anak Laki-laki dan Bulan Purnama”. Sajak ini mendorong para ibu agar jangan memberikan jawaban yang salah atas pertanyaan dan keingintahuan anak, tetapi memberikan jawaban yang bijaksana, jujur dan mempunyai bibit pikiran yang dapat berkembang menjadi pemahaman ilmiah dikemudian hari.
·         Dalam bab yang berjudul “Kerugian”. Melalui penggambaran keadaan yang sedemikian rupa Froebel menolong para ibu untuk menjelaskan kepada anak pra sekolah mengenai bertindak hati-hati, waspada dan tidak mudah tergoda.
·         Pelajaran berjudul “Si Kecil sebagai Tukang Kebun”. Melalui kegiatan yang bermanfaat seperti berkebun, anak dapat dilatih untuk bertindak secara bertanggung jawab. Di sini ditekankan melibatkan anak pada suatu proses pemmbelajaran melalui kegiatan dan pengalaman.
·         Pelajaran mengenai “Beribadah di Gereja”. Melalui permainan, anak memasuki diperkenalkan kepada hak-hal/konsep rohani tetapi bukan dengan penjelasan definitif dan sulit bagi pemikiran anak pra sekolah melainkan melalui ungkapan perasaan dan gerak tubuh iman sang ibbu yang terlihat oleh anak.
b.      Masa Kanak-kanak (Taman Kanak-kanak)
Kurikulumnya yang pertama adalah pelbagai peristiwa dan pekerjaan sehari-hari yang terjadi dalam keluarga. Bagi anak kecil, Froebel merencanakan kurikulum yang paling teratur, yang terdiri dari pemberian dan keterampilan (kerajinan tangan), permainan yang berporos pada nyanyian yang diiringi syair dan lagunya dan pemeliharaan tanaman.
·         Pemberian (gifts) terdiri dari 6, berupa sebuah kotak kayu yang didalamnya terdapat bermacam-macam barang yang akan menolong anak untuk secara tahap belajar, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai kepada yang makin kompleks.
·         Kerajinan tangan. Pengalaman belajar yang berporos pada penggunaan bahan yang dapat digunting, dicat, semua bahan yang dapat dibentuk kembali menurut kehendak anak dan dibimbing oleh guru. Tujuannya mempersiapkan anak untuk tugas dikemudian hari, memakai dan memanfaatkan peralatan serta perkakas yang ada.
·         Nyanyian yang diiringi gerak badan. Secara bersama melalui permainan, nyanyian dan gerakan badan anak memperoleh pengalaman yang menyenangkan secara pribadi tetapi juga belajar mempunyai sikap sosial yang selaras dan bagaimana bekerja sama dalam kelompok.
·         Pemeliharaan tanaman (atau binatang kecil). Anak diajar untuk mengamati, memperdalam pengetahuannya, memelihara dan bertanggung jawab melalui pengalamannya.
c.       Masa Anak Tanggung (Sekolah Dasar)
Kurikulumnya terdiri dari empat pelajaran utama : agama, ilmu pengetahuan alam dan matematika, bahasa dan seni, serta karya seni.
·         Agama. Pengalaman agama terlampau penting untuk dihafalkan saja, oleh karena itu ia tidak mau mengajarkan isi katekismus tetapi ia memberikan empat pengalaman yang tergolong dalam vak pendidikan agama : nyanyian rohani dan doa perbendaharaan gereja, peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus, tabiat Allah yang dinyatakan dalam segala ciptaan-Nya, serta bimbingan yang menolong anak didik menang atas kesulitan.
·         Ilmu pengetahuan alam. Froebel tidak memakai buku sebagai sumber pengetahuan bagi anak didik melainkan segala hal yang ada di alam itu sendiri yag dipakai untuk menggali dan memperoleh pengetahuan. Dengan bimbingan guru, anak didik didorong untuk mencari dan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya sendiri.
·         Matematika. Froebel menekankan ilmu hitung.
·         Bahasa. Melalui bahasa seorang anak belajar bagaimana menyatakan sifat dan makna kehidupan. Belajar membaca dan menulis, menambah perbendaharaan kata, mengarang cerita yang berasal dari pengalaman anak.
·         Seni dan karya seni. Melalui menggambar, mengecat dan membuat benda-benda dari tanah liat, anak diajar untuk mengungkapkan perasaannya. Bidang ini sama bobotnya dengan bidang pelajaran yang lain karena melalui pengalaman belajar seni anak mampu mengekspresikan pemahaman dan pengetahuannya.

2.7.4.3.Metodologi
Ada beberapa metode yang dipakai Froebel untuk mengembangkan seseorang sesuai tabiatnya, yaitu : berdoa, percakapan, menghafalkan (walaupun hanya tahap sekunder), mengucapkan jawaban secara bersama-sama (secara berirama), bermain, swakaji (guru tidak berceramah), meninjau dan memeriksa, pelaporan (lisan maupun tulisan), bertanya, mengajarkan berdasarkan pola-pola (khususnya dalam vak bahasa), berecrita, latihan dan ulangan.
2.7.4.4.Peranan Guru
Pentingnya peranan guru untuk mempersiapkan pengalaman belajar, merencanakan pengaaman belajar selengkap mungkin tetapi bersedia mengevaluasi rencana itu demi pengalaman belajar yang lebih dalam bagi si anak didik. Oleh karena itu, tugas dan peranan guru menitik beratkan pada panggilan hidup seorang guru ketimbang hanya pada bakatnya saja.
2.7.4.5.Peranan Keluarga
Peranan ayah sama pentingnya dengan peranan ibu dalam proses perkembangan dan pendidikan anak. Keluarga harus menjadi wadah yang mampu mengembangkan semua kemungkinan yang tersirat dalam tabiat anak sebagai mahkluk yang diciptakan segambar dengan Allah. Orang tua/keluarga adalah kunci untuk memperbaharui pendidikan, hal ini terwujud dalam bentuk buku pegangan bagi kaum ibu.

2.8.Materi Pengajaran
Dalam bagian ini, materi yang akan dibawakan dibagi kedalam tiga bagian, yaitu :
1.      Usia 0-2 tahun : Bernyanyi dan Berdoa
2.      Usia 2-4 tahun : Tuhanku lebih hebat dari Superman  
3.      Usia 4-6 tahun : Tuhan sayang semua orang
A.    Tujuan Materi Pelajaran
Tujuan dari materi ini adalah untuk mengajarkan anak-anak pra sekolah memuji Tuhan dengan bernyanyi, berdoa, mengenalkan kepada mereka bahwa Tuhan lebih hebat dari super hero yang sering mereka lihat di televisi dan juga mengajarkan bahwa Tuhan sayang semua orang.
B.     Strategi Materi Pengajaran
Strategi yang digunakan adalah strategi pengajaran yang afektif. Dalam strategi ini seorang guru harus menjunjung tingu panggilan hidupnya. Agar pengetahuan yang diberikan tidak di luar nalar anak didik dan dapat memecahkan masalah dalam cerita maupun gambar yang digunakan sebagai peraga.
C.    Model Pengajaran
Model yang digunakan adalah storytelling dimana seorang guru menceritakan mengenai topik cerita kepada anak, bernyanyi dan menggunakan alat peraga berupa gambar. Seorang guru harus mampu membuat anak untuk mengerti dan menikmati cerita yang di berikan dan menghindari ceramah, tetapi selalu melibatkan anak-anak dalam setiap aktivitas yang dilakukan guru pengajar.
D.    Pendekatan Pengajaran
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan individual. Disini seorang guru dituntut mengenal dan mendekati anak satu per satu agar dapat membangkitkan semangat anak didik. Dan pengajar juga harus dapat mengetahui kapan ia perlu menerima dan kapan memberi, kapan mempersatukan dan memisahkan, kapan bertindak dan kapan berpangku tangan, kapan melarang dan kapan mengizinkan serta kapan bersikap tegas dan kapan bersikap kompromistis. Supaya anak tetap merasa nyaman selama pengajaran berlangsung dan tidak merasa ketakutan maupun terbeban.
E.     Media Pengajaran
Media yang digunakan adalah berupa gambar dan balon, supaya proses pengajaran dapat menarik minat anak didik.
2.9. Bahan Pengajaran
Ø  Usia 0-2 tahun
Nats     :Amsal 17:22a:     Hati yang gembira adalah obat yang manjur”
Tujuan :
a.              Agar membuat anak lebih merasakan kasih Allah
b.              Dapat mengekspresikan diri dengan lincah.
c.              Membuat anak agar hidup dalam perlindungan Tuhan dan bersukacita
Metode: bernyanyi, tanya jawab, bercerita dan berdoa.
Media: gambar
Ø  Usia 2-4 tahun
Nats     : Ester 4: 10-17
Tujuan :
a.       Supaya anak mengenal Allah yang hebat.
b.      Menyebutkan tindakan yang hebat
c.       Agar anak didik lebih mengagumi Tuhan dari pada tokoh kartun.
Metode            : bernyanyi, bercerita dan mewarnai gambar superman, menirukan gaya superman terbang.
Media              : gambar superman yang di dadanya ada gambar salib.
Ø  Usia 4-5 tahun
Nats : Keluaran 2: 1-10
Tujuan :
a.       Agar anak didik sayang sama semua orang (orang tua, temannya)
b.      Agar anak mengetahui bagaimana rasanya dikasihi oleh orang tua terlebih oleh Tuhan.
c.       Mampu menyebutkan tema secara bersama-sama (berirama)
d.      Agar anak didik mengatakan kepada orang tuanya jika dua mengasihi orang tuanya.
Media  : gambar anak-anak yang sedang berpelukan.
Metode            : bernyanyi lagu “Kau temanku, Ku temanmu”, menafsirkan apa yang sedang dilakukan oleh anak-anak yang ada di gambar, mengajak anak didik menceritakan pengalamannya ketika bermain bersama teman-temannya. Dan mewarnai gambar.

III.             Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Program adalah rancangan mengenai asas dan usaha. Dan menurut pandangan teologis, anak adalah keturunan yang akan menggantikan orang tua dan merupakan harapan orang tua di kemudian hari. anak mempunyai kehidupan yang mulia, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi seperti diberi nafkah baik lahir maupun batin, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia. Anak-anak masih sangat bergantung dan masih meniru apa yang orang lain lakukan dan katakan. Sehingga orang yang disekeliling anak tersebut seperti orangtua, lingkungan maupun guru sekolah minggu harus memperhatikan kebutuhan anak tersebut. Di dalam setiap pengajaran yang diberikan oleh guru sekolah minggu, harus menggunakan metode dan media yang tepat bagi anak sesuai dengan umur mereka. Supaya mereka dapat mengerti dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan.

IV.             Daftar Pustaka
Beers,V. Gilbert, Orang Tua, Berbicaralah Dengan Anak Anda!, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003
Boehlke,Robert R., Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK, 2003
Boyd,W., History of Western Education, New York: Barnes & Noble, 1985
Gultom,Rida,  Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak,catatan kedua, 2011
Gunarsa,Yulia Singgih D., Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman, Jakarta: BPK-GM, 2002
Kartasapoetra,Hartini G.,Kamus Sosiologi dan Kependudukan, Jakarta:  Bumi Aksara, 1992
Kristianto, Paulus Lilik, Prinsip & Praktik PAK, Yokyakarta: Andi, 2006
Monks,Fj., Psikologi Perkembangan, Yokyakarta: Gajah  Mada Press, 2006
Naipospos,P.S.,Penuntun Sekolah Minggu, Jakarta: Yayasan Bina Komunikasi, 1962
Pasaribu, I.L. & Simanjuntak,B., Proses Belajar Mengajar, Bandung: Tarsito, 1983
Poerwadamanta, KBBI, Jakarta: Balai Pustaka, tth.  
Richards, Lawrence O., Pelayanan Kepada Anak-anak, Bandung:Yayasan Kalam Hidup, 2007
Singgih D. Gunarsa, Yulia Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,Jakarta: BPK-GM, 2003
Thalib,Syamsul Bahcri,Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif,Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010
Volkhard,  Hidup Sebelum dan Sesudah Nikah, Batu Malang, 1985
Weber,Hans-Ruedi, Jesus and The Children-Biblical Resources for Study and Preaching, Geneva: WCC, 1979



[1] Poerwadamanta, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, tth), 475                                                                   
[2]Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik PAK, (Yokyakarta: Andi, 2006), 234
[3]I.L. Pasaribu dan B. Simanjuntak, Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1983),  99-100
[4]J.W.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia , 31
[5]Volkhard,  Hidup Sebelum dan Sesudah Nikah, (Batu Malang, 1985), 83
[6]Lawrence O.Richards, Pelayanan Kepada Anak-anak, (Bandung:YAYASAN KALAM HIDUP, 2007), 549
[7]V. Gilbert Beers, Orang Tua, Berbicaralah Dengan Anak Anda!, (Bandung: YAYASAN KALAM HIDUP, 2003), 16
[8]Fj. Monks, Psikologi Perkembangan, ( Yokyakarta: Gajah  Mada Press, 2006), 104
[9]Hartini G Kartasapoetra,. Kamus Sosiologi dan Kependudukan, (Jakarta:  Bumi Aksara, 1992) , 76
[10]...., Wikipedia Indonesia Bebas, 15.
[11]W. Boyd, History of Western Education, (New York: Barnes & Noble, 1985), 52-61. 
[12]Hans-Ruedi Weber, Jesus and The Children-Biblical Resources for Study and Preaching, (Geneva: WCC, 1979), 15.
[13]Hans-Ruedi Weber, Jesus and The Children-Biblical Resources for Study and Preaching, 17.
[14]Syamsul Bahcri Thalib,Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2010),22
[15]Rida Gultom,  Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak,( catatan kedua, 2011), 37
[16]Syamsul Bachri Thalib, Psikologi, 22
[17]Yulia Singgih D. Gunarsa, Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman, 58
[18]Rida Gultom,  Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak, 29-35
[19]Singgih D. Gunarsa, Yulia Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK-GM, 2003), 61
[20]P.S.Naipospos,Penuntun Sekolah Minggu, (Jakarta: Yayasan Bina Komunikasi, 1962),  20
[21]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK, 2003), 275-297.
[22]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, 309-318.
[23]Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen,332-367.

No comments:

Post a Comment

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...