Thursday, March 23, 2017

Ke Mana Tujuan Mengajar



Nama              : Johannes Nababan
M. Kuliah       : PAK Kateketik Dewasa
Ke Mana Tujuan Mengajar ?[1]
I.                   Pendahuluan
Dalam setiap kegiatan pembelajaran, guru berhadapan dengan berbagai ragam tugas. Guru dituntut menguasai bahan pengajaran dan memahami peserta didik, serta juga harus memikirkan dan merumuskan tujuan, merencanakan bahan pengajaran, serta mengadakan evaluasi terhadap aktivitas yang sudah berlangsung. Guru perlu tampil sebagai seorang yang menguasai seluk-beluk pengajarannya di hadapan peserta didik karena anak didik akan bersemangat karena melihat gurunya ahli. Dalam hal ini, salah satu bagian lain yang esensial adalah memikirkan tujuan (goal) dan sasaran (objective) yang hendak dicapai peserta didik. Untuk itu, guru harus berpikir tentang sikap dan perilaku atas apa yang akan berubah dalam diri anak setelah mengikuti pembelajaran. Perubahan inilah yang menjadi tujuan atau sasaran pembelajaran.
II.                Pembahasan
2.1.Pentingnya Tujuan
1.      Tujuan dapat membantu guru untuk mengetahui arah kegiatan belajar. Apakah kegiatan belajar membentuk dan meningkatkan pengetahuan? apakah membentuk pikiran analisis dan kritis? Apakah kegiatan belajar mengarah ke pembentukan dan peningkatan keterampilan?
2.      Tujuan yang jelas sangat membantu guru dalam merencanakan bahan pengajaran, berkaitan dengan segi-segi kedalaman, keluasan, dan kerelevansiannya. Mungkin bahan yang diajarkan guru terlalu dangkal atau luas.
3.      Tujuan akan memberikan gambaran bagi guru mengenai strategi dan metode yang tepat, yang akan dipilihnya dalam rangka mengaktifkan kegiatan belajar. Penetapan strategi dan pemilihan metode juga bergantung pada sifat bahan pengajaran. Bersifat kognitifkah, afektif atau sosial ?
4.      Tujuan membantu guru merencanakan jenis pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh peserta didik. Apakah murid akan menyanyikan dua atau tiga buah lagu sebelum mereka membaca teks Alkitab dan mengikuti penjelasan gurunya ?
5.      Tujuan juga memberikan landasan bagi guru mengenai apa yang akan dinilai dari peserta didik serta bagaimana mengadakan evaluasi. Evaluasi sangat berguna bagi guru untuk memperoleh umpan balik dari seluruh kegiatan yang dikelolanya. Dengan hasil yang di dapatkan, guru dapat mengembangkan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran yang lebih kreatif. Pada hakikatnya, tujuan kegiatan pendidikan ialah menjawab kebutuhan peserta didik.

2.2.Jenis-Jenis Tujuan
Arah pembicaraan uraian ini berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran agama (iman) Kristen, baik dalam konteks sekolah maupun dalam lingkungan jemaat.
2.2.1.      Tujuan Tertinggi Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Tujuan PAK haruslah membimbing peserta didik agar percaya dalam hati dan mengakui dengan mulut serta menyatakan dalam perilaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat. Dengan demikian, menuntun peserta didik untuk berakar dalam Kristus, bertumbuh, di bangun di atas-Nya, dan menjadi muridNya sehingga menjadi semakin sempurna di dalamNya. Untuk itu peserta didik harus mendapatkan bimbingan bagaimana menjalani kehidupan, baik di kala senang maupun susah, dengan mengandalkan Kristu, sebab Yesus Kristuslah pengharapan akan kemuliaan masa depan (Kol.1:27).
Ketika mengajarkan pokok pembahasan kepada peserta didik, guru harus memiliki pemahaman bahwa pengajaran itu merupakan salah satu langkah untuk menuntun mereka semakin mengenal Allah. Mengenal Allah berarti memiliki hubungan yang sangat pribadi, mendalam, dan dinamis di dalam Tuhan Yesus Kristus sebab Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, pencipta segala sesuatu, yang telah mengalahkan maut, dan di dalamNya berdiam seluruh kepenuhan Allah (bnd. Yoh.14:6 dan Mat.11:28-29). Pengenalan kepada Allah itu tidak saja bersifat kognitif (pengetahuan belarka), tetapi juga afektif (mencakup emosi), spritual, dan melibatkan perubahan tingkah laku.
2.2.2.      Tujuan Kurikuler
Dalam sebuah pedoman kurikulum, biasanya harus terdapat sejumlah komponen dasar, yaitu rumusan tujuan, kemudian pokok-pokok bahasan beserta isinya, serta pernyataan dengan strategi dan metode apa dalam kegiatan belajar yang dilaksanakan. Berdasarkan tujuan dan fungsinya, ruang lingkup PAK dalam konteks sekolah meliputi dua aspek: 1). Allah Tritunggal dan karya-karyaNya serta 2). Nilai-nilai Kristiani.
Kebenaran Alkitab mengenai pribadi dan karya Allah Tritunggal memang harus tetap dipelajari dan diperbincangkan, tetapi harus berkaitan dengan nilai hidup kristiani atau terintegrasi dengan praktik kehidupan sehari-hari. Iman harus selalu nyata dalam perbuatan. Nilai-nilai hidup moral yang dipelajari di sekolah, (mengucap syukur, bersuka cita, menghargai, rasa hormat kepada orang tua, dan lain sebagainya) harus bertolak dari pemahaman dan keyakinan iman Kristen yang diajarkan di dalam Alkitab.
2.2.3.      Tujuan Instruksional
Tujuan yang dikemukakan untuk setiap kegiatan interaksi belajar dan mengajar disebut “tujuan instruksional”.
1.      Tujuan tetap harus dirumuskan dari sudut peserta didik karena merekalah yang belajar dan mengalami perubahan.
2.      Tujuan instruksional umum dirumuskan dengan menggunakan kata kerja secara umum sehingga masih menimbulkan penafsiran.
3.      Tujuan instruksional khusus dirumuskan berdasarkan tujuan umum yang telah dibentuk. Rumusan tujuan khusus itu diungkapkan secara lebih spesifik sehingga tidak mengundang berbagai penafsiran lagi. Rumusan itu haruslah memperlihatkan siapa melakukan siapa, bagaimana, dan sampai dimana. Satu kata kerja yang dipilih dan dimasukkan dalam tujuan itu jelas menyatakan kegiatan dan perubahan yang diharapkan. Oleh karena itu, guru perlu mengerti ciri-ciri dari tujuan khusus yang baik.
Dengan pemahaman tersebut, guru dapat mengembangkan alat tes secara lebih terinci. Guna mengukur keberhasilan peserta didik, guru dapat menyelenggarakan ujian singkat untuk mendorong mereka mengingat hal-hal yang telah dipelajari.  

2.3.Kompetensi Sebagai Tujuan
Sejak tahun 2004, dalam konteks sekolah, kita mengenal istilah kompetensi di dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Kompetensi merupakan pernyataan kemampuan apa yang diwujudkan siswa setelah mengikuti kegiatan belajar. Hal ini mencakup pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dikuasai oleh peserta didik dari hasil belajarnya serta dapat diwujudkan dalam perilaku kognitif, afektif dan psikomotoris.
Sebagaimana telah disinggung, dlam konteks sekolah, tujuan pembelajaran dinyatakan dalam bentuk standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),hasil belajar, indikator. SK merupakan kemampuan secara umum yang diharapkan terjadi dalam diri peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar. KD, merupakan sasaran atau target pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik. Indikator merupakan gambaran keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajarnya yang bertolak dari satu kompetensi dasar, menunjukkan tanda-tanda dan perbuatan serta respons yang ditunjukkan oleh peserta didik. Indikator dirumuskan dengan kata kerja spesifik, konkret, dapat dinilai apakah terwujud atau tidak.
2.4.Dimensi Tujuan
Benyamin S. Bloom, dkk. Menggolongkan tujuan-tujuan pembelajatan ke dala tiga dimensi utama yang lazim disebut taksonomi: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Pertama, tujuan yang menunjuk pada perubahan dalam segi pengetahuan dan pengertian sering disebut tujuan kognitif. Maksudnya, setelah mengikuti kegiatan belajar, pengetahuan peserta didik diharapkan bertambah, termasuk dapat menghafalkan sesuatu, mengerti apa yang dihafalkan, juga mampu mengaplikasikan prinsip yang dipelajarinya.
Kedua, tujuan yang menunjuk pada perubahn dalam segi sikap hidup, emosi, dan kehendak lazim disebut tujuan afektif. Peserta didik yang telah mengikuti kegiatan belajar dapat menerima atau menaruh perhattian terhadap apa yang diperolehnya. Minat dan motivasi bertambah serta memberi respons, baik yang positif maupun yang negatif. Ia juga mampu melihat manfaat atau nilai pribadi dari hal-hal yang dipelajarinya itu.
Ketiga, tujuan yang menunjuk pada perubahan dalam dimensi keterampilan, kecekatan berbuat, atau tindakan nyata umumnya disebut tujuan psikomotoris atau konatif. Dalam setiap proses pembelajaran tidaklah mungkin perubahan yang dialami oleh peserta didik itu terjadi hanya menyangkut satu dimensi saja. Sebab kegiatan belajar itu selalu membuahkan dampak atau membawa pengaruh ketiga aspek tersebut secara bersamaan. Namun persentase kualitas setiap dimensi itulah yang berbeda-beda, tergantung pada sifat pengajaran.
2.4.1.      Dimensi Tujuan Kognitif
Dalam pengajaran agama Kristen, baik di sekolah maupun gereja, guru tidak dapat memisahkan diri dari pembentukan dan pengembangan kemampuan kognitif peserta didik. Dalam hal itu, iman yang diajarkan guru menurut Alkitab ialah iman yang memiliki dimensi kognitif. Iman sebagai pemberian Allah membuat orang percaya mengerti kebenaran firman Tuhan. Tentu saja pekerjaan Roh Kudus terkait di dalam proses itu. Untuk itu, guru harus membimbing peserta didiknya agar belajar mengerti apa yang mereka percaya meskipun banyak perkara iman di luar kemampuan kognisi karena akal manusia terbatas memahami pribadi dan karya Allah Tritunggal yang kudus.
Tujuan belajar dalam dimensi kognitif biasanya dikenal memiliki enam tingkatan cara bepikir atau kemampuan, mulai dari yang paling sedrhana hingga ke tingkat yang sangat tinggi. Keenam tingkatan itu adalah mengetahui (pengetahuan), memahami, menerapkan, menganalisis, menyintesis (sintesis) dan menilai (evaluasi).
2.4.2.      Dimensi Tujuan Afektif
Istilah affection (Latin: afficere ‘memengaruhi’) mengandung arti ‘baik, bagus, perasaan menyukai, menyenangi’, sedangkan kata affective memiliki makna ‘muncul dari emosi, bukan dari pemikiran, berkaitan dengan masalah sikap dan nilai’.
Dalam rangka pembentukan kebiasaan watak, sikap guru peru memahami dimensi tujuan itu dengan baik. Untuk dimensi afektif, D.R. Krathwohl, B.S. Bloom, dan B.B. Masia mengemukakan lima tahapan kemampuan, yaitu :
a.       Sikap menerima. Peserta yang mengalami perubahan dalam kemampuan menerima berarti memiliki kesadaran, lalu menaruh perhatian terhadap kondisi, keadaan, gejala, dan masalah tertentu. Kesadaran atas situasi itu membuat orang maju ke tahap bersedia menerima dan menaruh perhatian, serta tidak menolak.
b.      Sikap merespons. Jika peserta didik sudah mampu merespons, berarti ia memberikan reaksi atas keadaan yang menyenangkan ataupun merugikan. Termasuk mengemukakan pandangan, pendapat dan menyatakan keluhan hatinya.
c.       Sikap menghargai. Menghargai merupakan tindakan memberi penilaian secara positif atas hal-hal yang didengar, dilihat, dan dikerjakan.
d.      Kemampuan mengorganisasi. Peserta didik yang memiliki kemampuan ini menyatakannya dalam hal merumuskan sistem nilai hidup yang benar dan tidak benar. Peserta didik diharapkan mampu mengorganisasikan nilai-nilai  apa saja yang harus bertumbuh dalam setiap relasi. Misal nilai-nilai apa yang sangat mendasar dalam hubungan orabng tua dan anak atau relasi anak terhadap orang tua, dalam hubungan keluarga dan masyarakat.
e.       Karakterisasi. Pada tahap ini seseorang sudah membiasakan diri bertindak sesuai dengan nilai yang dianggap dan diterimanya benar. Konsistensi mewarnai orang yang sudah tiba pada tingkatan ini.

2.4.3.      Dimensi Tujuan Psikomotoris
Dalam rangka membangun keterampilan, berbagai tingkatan dalam dimensi psikomotoris perlu kita pahami dengan baik. Namun, dalam banyak hal kegiatan belajar, dimensi itu kerap kali terabaikan dan kurang mendapat perhatian sebab, dalam konteks sekolah, kebanyakan guru mengelola kegiatan belajar untuk membangun kemmapuan kognitif dan afektif peserta didik.
Dalam kegiatan pelatihan, guru dituntut mengerti ragam tingkatan psikomotoris, yaitu kemampuan gerakan refleks, kecekatan dasar, keterampilan perseptual, keterampilan fisik, keterampilan adaptif, dan keterampilan diskursif (ekspresif dan interpretatif). Dewasa ini ada konsep yang mengorganisasikan dimensi ini ke dalam empat tingkatan, yaitu: memperhatikan (observing), menirukan (imitation), melakukan (practicing), dan menyesuaikan (adapting). Dalam pembentukan keterampilan, mula-mula peserta didik memperhatikan, kemudian menirukan sebelum mulai berlatih dan menjadi terbiasa atau handal.
Melalui berbagai latihan berdasarkan petunjuk, peserta didik menjadi lebih terampil atau cekatan berdasarkan aturan. Pada tingkat yang lebih tinggi, peserta didik dapat melakukan kreativitasnya sendiri dengan berbagai gaya dan gerak maupun tindakan.



III.             Kesimpulan
Dalam kesimpulan ini perlu ditegaskan kembali bahwa, betapa pentingnya guru menyadari bahwa di dalam tahap persiapan mengajar itu, ia harus mengerti tujuan pembelajaran. Guru harus berlatih merumuskan tujuan supaya dapat merencanakan bahan pengajaran dan memikirkan strategi serta metode mengajar yang tepat.
IV.             Daftar Pustaka
Sidjabat, B.S., Mengajar Secara Profesional, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011


[1] B.S. Sidjabat, Mengajar Secara Profesional, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011), 173-202

No comments:

Post a Comment

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...