Nama : Johannes Nababan
M. Kuliah : PAK Kateketik Dewasa
Ke Mana Tujuan Mengajar
?[1]
I.
Pendahuluan
Dalam
setiap kegiatan pembelajaran, guru berhadapan dengan berbagai ragam tugas. Guru
dituntut menguasai bahan pengajaran dan memahami peserta didik, serta juga
harus memikirkan dan merumuskan tujuan, merencanakan bahan pengajaran, serta
mengadakan evaluasi terhadap aktivitas yang sudah berlangsung. Guru perlu
tampil sebagai seorang yang menguasai seluk-beluk pengajarannya di hadapan
peserta didik karena anak didik akan bersemangat karena melihat gurunya ahli.
Dalam hal ini, salah satu bagian lain yang esensial adalah memikirkan tujuan (goal) dan sasaran (objective) yang hendak dicapai peserta didik. Untuk itu, guru harus
berpikir tentang sikap dan perilaku atas apa yang akan berubah dalam diri anak
setelah mengikuti pembelajaran. Perubahan inilah yang menjadi tujuan atau
sasaran pembelajaran.
II.
Pembahasan
2.1.Pentingnya Tujuan
1. Tujuan
dapat membantu guru untuk mengetahui arah kegiatan belajar. Apakah kegiatan
belajar membentuk dan meningkatkan pengetahuan? apakah membentuk pikiran
analisis dan kritis? Apakah kegiatan belajar mengarah ke pembentukan dan
peningkatan keterampilan?
2. Tujuan
yang jelas sangat membantu guru dalam merencanakan bahan pengajaran, berkaitan
dengan segi-segi kedalaman, keluasan, dan kerelevansiannya. Mungkin bahan yang
diajarkan guru terlalu dangkal atau luas.
3. Tujuan
akan memberikan gambaran bagi guru mengenai strategi dan metode yang tepat,
yang akan dipilihnya dalam rangka mengaktifkan kegiatan belajar. Penetapan
strategi dan pemilihan metode juga bergantung pada sifat bahan pengajaran.
Bersifat kognitifkah, afektif atau sosial ?
4. Tujuan
membantu guru merencanakan jenis pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh
peserta didik. Apakah murid akan menyanyikan dua atau tiga buah lagu sebelum
mereka membaca teks Alkitab dan mengikuti penjelasan gurunya ?
5. Tujuan
juga memberikan landasan bagi guru mengenai apa yang akan dinilai dari peserta
didik serta bagaimana mengadakan evaluasi. Evaluasi sangat berguna bagi guru
untuk memperoleh umpan balik dari seluruh kegiatan yang dikelolanya. Dengan
hasil yang di dapatkan, guru dapat mengembangkan pendekatan, strategi, dan metode
pembelajaran yang lebih kreatif. Pada hakikatnya, tujuan kegiatan pendidikan
ialah menjawab kebutuhan peserta didik.
2.2.Jenis-Jenis Tujuan
Arah
pembicaraan uraian ini berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran agama (iman)
Kristen, baik dalam konteks sekolah maupun dalam lingkungan jemaat.
2.2.1.
Tujuan
Tertinggi Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Tujuan
PAK haruslah membimbing peserta didik agar percaya dalam hati dan mengakui
dengan mulut serta menyatakan dalam perilaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan
dan Juruselamat. Dengan demikian, menuntun peserta didik untuk berakar dalam
Kristus, bertumbuh, di bangun di atas-Nya, dan menjadi muridNya sehingga menjadi
semakin sempurna di dalamNya. Untuk itu peserta didik harus mendapatkan
bimbingan bagaimana menjalani kehidupan, baik di kala senang maupun susah,
dengan mengandalkan Kristu, sebab Yesus Kristuslah pengharapan akan kemuliaan
masa depan (Kol.1:27).
Ketika
mengajarkan pokok pembahasan kepada peserta didik, guru harus memiliki
pemahaman bahwa pengajaran itu merupakan salah satu langkah untuk menuntun
mereka semakin mengenal Allah. Mengenal Allah berarti memiliki hubungan yang
sangat pribadi, mendalam, dan dinamis di dalam Tuhan Yesus Kristus sebab Ia
adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, pencipta segala sesuatu, yang telah
mengalahkan maut, dan di dalamNya berdiam seluruh kepenuhan Allah (bnd.
Yoh.14:6 dan Mat.11:28-29). Pengenalan kepada Allah itu tidak saja bersifat
kognitif (pengetahuan belarka), tetapi juga afektif (mencakup emosi), spritual,
dan melibatkan perubahan tingkah laku.
2.2.2.
Tujuan
Kurikuler
Dalam
sebuah pedoman kurikulum, biasanya harus terdapat sejumlah komponen dasar,
yaitu rumusan tujuan, kemudian pokok-pokok bahasan beserta isinya, serta
pernyataan dengan strategi dan metode apa dalam kegiatan belajar yang
dilaksanakan. Berdasarkan tujuan dan fungsinya, ruang lingkup PAK dalam konteks
sekolah meliputi dua aspek: 1). Allah Tritunggal dan karya-karyaNya serta 2).
Nilai-nilai Kristiani.
Kebenaran
Alkitab mengenai pribadi dan karya Allah Tritunggal memang harus tetap
dipelajari dan diperbincangkan, tetapi harus berkaitan dengan nilai hidup
kristiani atau terintegrasi dengan praktik kehidupan sehari-hari. Iman harus
selalu nyata dalam perbuatan. Nilai-nilai hidup moral yang dipelajari di
sekolah, (mengucap syukur, bersuka cita, menghargai, rasa hormat kepada orang
tua, dan lain sebagainya) harus bertolak dari pemahaman dan keyakinan iman Kristen
yang diajarkan di dalam Alkitab.
2.2.3.
Tujuan
Instruksional
Tujuan
yang dikemukakan untuk setiap kegiatan interaksi belajar dan mengajar disebut
“tujuan instruksional”.
1. Tujuan
tetap harus dirumuskan dari sudut peserta didik karena merekalah yang belajar
dan mengalami perubahan.
2. Tujuan
instruksional umum dirumuskan dengan menggunakan kata kerja secara umum
sehingga masih menimbulkan penafsiran.
3. Tujuan
instruksional khusus dirumuskan berdasarkan tujuan umum yang telah dibentuk.
Rumusan tujuan khusus itu diungkapkan secara lebih spesifik sehingga tidak
mengundang berbagai penafsiran lagi. Rumusan itu haruslah memperlihatkan siapa
melakukan siapa, bagaimana, dan sampai dimana. Satu kata kerja yang dipilih dan
dimasukkan dalam tujuan itu jelas menyatakan kegiatan dan perubahan yang
diharapkan. Oleh karena itu, guru perlu mengerti ciri-ciri dari tujuan khusus
yang baik.
Dengan
pemahaman tersebut, guru dapat mengembangkan alat tes secara lebih terinci.
Guna mengukur keberhasilan peserta didik, guru dapat menyelenggarakan ujian
singkat untuk mendorong mereka mengingat hal-hal yang telah dipelajari.
2.3.Kompetensi Sebagai
Tujuan
Sejak
tahun 2004, dalam konteks sekolah, kita mengenal istilah kompetensi di dalam
merumuskan tujuan pembelajaran. Kompetensi merupakan pernyataan kemampuan apa
yang diwujudkan siswa setelah mengikuti kegiatan belajar. Hal ini mencakup
pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang dikuasai oleh peserta didik dari
hasil belajarnya serta dapat diwujudkan dalam perilaku kognitif, afektif dan
psikomotoris.
Sebagaimana
telah disinggung, dlam konteks sekolah, tujuan pembelajaran dinyatakan dalam
bentuk standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD),hasil belajar, indikator.
SK merupakan kemampuan secara umum yang diharapkan terjadi dalam diri peserta
didik setelah mengikuti kegiatan belajar. KD, merupakan sasaran atau target
pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik. Indikator merupakan
gambaran keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajarnya yang bertolak
dari satu kompetensi dasar, menunjukkan tanda-tanda dan perbuatan serta respons
yang ditunjukkan oleh peserta didik. Indikator dirumuskan dengan kata kerja
spesifik, konkret, dapat dinilai apakah terwujud atau tidak.
2.4.Dimensi Tujuan
Benyamin
S. Bloom, dkk. Menggolongkan tujuan-tujuan pembelajatan ke dala tiga dimensi
utama yang lazim disebut taksonomi: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah
psikomotorik.
Pertama,
tujuan yang menunjuk pada perubahan dalam segi pengetahuan dan pengertian
sering disebut tujuan kognitif. Maksudnya, setelah mengikuti kegiatan belajar,
pengetahuan peserta didik diharapkan bertambah, termasuk dapat menghafalkan
sesuatu, mengerti apa yang dihafalkan, juga mampu mengaplikasikan prinsip yang
dipelajarinya.
Kedua,
tujuan yang menunjuk pada perubahn dalam segi sikap hidup, emosi, dan kehendak
lazim disebut tujuan afektif. Peserta didik yang telah mengikuti kegiatan
belajar dapat menerima atau menaruh perhattian terhadap apa yang diperolehnya.
Minat dan motivasi bertambah serta memberi respons, baik yang positif maupun
yang negatif. Ia juga mampu melihat manfaat atau nilai pribadi dari hal-hal
yang dipelajarinya itu.
Ketiga,
tujuan yang menunjuk pada perubahan dalam dimensi keterampilan, kecekatan
berbuat, atau tindakan nyata umumnya disebut tujuan psikomotoris atau konatif. Dalam
setiap proses pembelajaran tidaklah mungkin perubahan yang dialami oleh peserta
didik itu terjadi hanya menyangkut satu dimensi saja. Sebab kegiatan belajar
itu selalu membuahkan dampak atau membawa pengaruh ketiga aspek tersebut secara
bersamaan. Namun persentase kualitas setiap dimensi itulah yang berbeda-beda,
tergantung pada sifat pengajaran.
2.4.1.
Dimensi
Tujuan Kognitif
Dalam
pengajaran agama Kristen, baik di sekolah maupun gereja, guru tidak dapat
memisahkan diri dari pembentukan dan pengembangan kemampuan kognitif peserta
didik. Dalam hal itu, iman yang diajarkan guru menurut Alkitab ialah iman yang
memiliki dimensi kognitif. Iman sebagai pemberian Allah membuat orang percaya
mengerti kebenaran firman Tuhan. Tentu saja pekerjaan Roh Kudus terkait di
dalam proses itu. Untuk itu, guru harus membimbing peserta didiknya agar
belajar mengerti apa yang mereka percaya meskipun banyak perkara iman di luar
kemampuan kognisi karena akal manusia terbatas memahami pribadi dan karya Allah
Tritunggal yang kudus.
Tujuan
belajar dalam dimensi kognitif biasanya dikenal memiliki enam tingkatan cara
bepikir atau kemampuan, mulai dari yang paling sedrhana hingga ke tingkat yang
sangat tinggi. Keenam tingkatan itu adalah mengetahui (pengetahuan), memahami,
menerapkan, menganalisis, menyintesis (sintesis) dan menilai (evaluasi).
2.4.2.
Dimensi
Tujuan Afektif
Istilah
affection (Latin: afficere ‘memengaruhi’) mengandung arti
‘baik, bagus, perasaan menyukai, menyenangi’, sedangkan kata affective memiliki makna ‘muncul dari
emosi, bukan dari pemikiran, berkaitan dengan masalah sikap dan nilai’.
Dalam
rangka pembentukan kebiasaan watak, sikap guru peru memahami dimensi tujuan itu
dengan baik. Untuk dimensi afektif, D.R. Krathwohl, B.S. Bloom, dan B.B. Masia
mengemukakan lima tahapan kemampuan, yaitu :
a. Sikap
menerima. Peserta yang mengalami perubahan dalam kemampuan menerima berarti
memiliki kesadaran, lalu menaruh perhatian terhadap kondisi, keadaan, gejala,
dan masalah tertentu. Kesadaran atas situasi itu membuat orang maju ke tahap bersedia
menerima dan menaruh perhatian, serta tidak menolak.
b. Sikap
merespons. Jika peserta didik sudah mampu merespons, berarti ia memberikan
reaksi atas keadaan yang menyenangkan ataupun merugikan. Termasuk mengemukakan
pandangan, pendapat dan menyatakan keluhan hatinya.
c. Sikap
menghargai. Menghargai merupakan tindakan memberi penilaian secara positif atas
hal-hal yang didengar, dilihat, dan dikerjakan.
d. Kemampuan
mengorganisasi. Peserta didik yang memiliki kemampuan ini menyatakannya dalam
hal merumuskan sistem nilai hidup yang benar dan tidak benar. Peserta didik
diharapkan mampu mengorganisasikan nilai-nilai
apa saja yang harus bertumbuh dalam setiap relasi. Misal nilai-nilai apa
yang sangat mendasar dalam hubungan orabng tua dan anak atau relasi anak terhadap
orang tua, dalam hubungan keluarga dan masyarakat.
e. Karakterisasi.
Pada tahap ini seseorang sudah membiasakan diri bertindak sesuai dengan nilai
yang dianggap dan diterimanya benar. Konsistensi mewarnai orang yang sudah tiba
pada tingkatan ini.
2.4.3.
Dimensi
Tujuan Psikomotoris
Dalam
rangka membangun keterampilan, berbagai tingkatan dalam dimensi psikomotoris
perlu kita pahami dengan baik. Namun, dalam banyak hal kegiatan belajar,
dimensi itu kerap kali terabaikan dan kurang mendapat perhatian sebab, dalam
konteks sekolah, kebanyakan guru mengelola kegiatan belajar untuk membangun
kemmapuan kognitif dan afektif peserta didik.
Dalam
kegiatan pelatihan, guru dituntut mengerti ragam tingkatan psikomotoris, yaitu
kemampuan gerakan refleks, kecekatan dasar, keterampilan perseptual,
keterampilan fisik, keterampilan adaptif, dan keterampilan diskursif (ekspresif
dan interpretatif). Dewasa ini ada konsep yang mengorganisasikan dimensi ini ke
dalam empat tingkatan, yaitu: memperhatikan (observing), menirukan (imitation),
melakukan (practicing), dan
menyesuaikan (adapting). Dalam
pembentukan keterampilan, mula-mula peserta didik memperhatikan, kemudian
menirukan sebelum mulai berlatih dan menjadi terbiasa atau handal.
Melalui
berbagai latihan berdasarkan petunjuk, peserta didik menjadi lebih terampil
atau cekatan berdasarkan aturan. Pada tingkat yang lebih tinggi, peserta didik
dapat melakukan kreativitasnya sendiri dengan berbagai gaya dan gerak maupun
tindakan.
III.
Kesimpulan
Dalam
kesimpulan ini perlu ditegaskan kembali bahwa, betapa pentingnya guru menyadari
bahwa di dalam tahap persiapan mengajar itu, ia harus mengerti tujuan
pembelajaran. Guru harus berlatih merumuskan tujuan supaya dapat merencanakan
bahan pengajaran dan memikirkan strategi serta metode mengajar yang tepat.
IV.
Daftar
Pustaka
Sidjabat,
B.S., Mengajar Secara Profesional,
Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2011
No comments:
Post a Comment