Nama
Johannes Nababan
Mata
Kuliah : Dogmatika II
EKKLESIOLOGI
(Tiga Aspek Gereja : Persekutuan, Lembaga, Umat
Allah)
I.
Pendahuluan
Pentingnya Gereja tidak
dapat diragukan lagi, karena sudah ditebus Allah dengan darah AnakNya (Kis.
20:28). Gereja dikasihi, dirawat dan dirawat oleh Kristus. Gereja adalah
persekutuan orang-orang kudus. Dan pada kesmpatan ini kita akan membahas
mengenai tiga aspek Gereja: Persekutuan, Lembaga dan umat Allah. Semoga sajian
ini dapat membuka pemahaman kita mengenai tiga aspek gereja yang saling
berkaitan satu dnegan yang lain.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian Ekklesiologi
Ekklesiologi
adalah cabang teologi yang secara sistematis mempelajari asal-usul, hakikat,
ciri-ciri khusus, dan perutusan gereja.[1] Istilah
ini dipakai pertama kali untuk ilmu pengetahuan tentang gedung-gedung Gereja
yang kini mulai dipakai untuk istilah teologi tentang-beluk gereja.[2]
Kata Gereja
berasal dari bahasa Portugis igreya yang
artinya milik Tuhan.[3] Dalam
Perjanjian Lama, kata gereja terdiri
dari dua istilah yaitu Qahal yang
artinya “memanggil” dan Edhah yang
artinya “memilih” atau “menunjuk” atau “bertemu bersama-sama disuatu tempat
yang telah ditunjuk”. Kata edhah lebih
menunjuk kepada arti berkumpul karena sudah ada perjanjian. Hal ini menunjuk
kepada bangsa Israel yang telah dibentuk oleh anak-anak Israel. Sedangkan kata Qahal menunjukkan arti dari pertemuan
bersama suatu umat.[4]
Di dalam
Perjanjian Baru, kata yang dipakai untuk menyebutkan persekutuan para orang
beriman adalah ekklesia, yang artinya
rapat atau kumpulan yang terdiri dari orang-orang beriman yang dipanggil untuk
berkumpul.[5]
Secara umum, kata Ekklesia dalam Perjanjian Baru menunjuk pada gereja dan
menunjuk pada pertemuan secara umum (Kis 19:32). Di dalam Alkitab pemakaian
kata ekklesia menunjuk pada gereja terdiri dari orang-orang yang dipanggil
keluar dari masyarakat (kegelapan). Yesus memakai kata ini untuk menunjuk
kepada murid-murid yang bersama-sama dengan Dia (Mat 16:18).[6]
2.2.Tiga Aspek Gereja
2.2.1.
Lembaga
Menurut KBBI, Lembaga adalah asal mula atau badan (organisasi) yang
bermaksud melakuk an sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha.[7] Yang di dalam kehidupan sehari-hari kita
dihadapkan dengan Gereja sebagai lembaga atau organisasi dengan segala
kesibukannya, yaitu : kebaktian hari minggu, katekisasi, penyelidikan Alkitab,
komisi sekolah minggu, remaja, pemuda sad dewan gereja, baik yang setempat,
maupun yang sewilayah ataupun yang bersifat nasional atau internasional.
Kesibukan ini semakin hari tidak berkurang, namun semakain bertambah.[8]
2.2.1.1.Diaken
Istilah ini
berasal dari istilah Yunani Diakonos (Filipi
1:1; 1 Tim 3:8), yang artinya seorang pelayan (Mark 10:43; Yoh 2:5; 12:26).[9]
Diakon merupakan jabatan gereja yang berada di bawah presbiter dan uskup, yang
bertugas memberikan pelayanan kepada orang-orang gereja. Dalam Gereja
Protestan, diakon memegang jabatan dalam pelayanan sebagai pembantu pendeta
jemaat.[10]
Jabatan pelayanan tidak diciptakan oleh manusia, namun dilembagakan oleh Allah
sendiri. Ini merupakan kehendak Allah kepada anak-anakNya untuk memberitakan
Firman Allah bersama-sama dengan jemaat. Karena orang Kristen tidakboleh
menjadi menjauhkan diri dari yang lain, namun harus tetap mempertahankan
persekutuan (Kis. 2:42).[11]
Fungsi diaken
secara khusus tidak di uraikan (1 Tim 3:8-12) karena umumnya telah dikenal.
Sebagaimana penatua, yang harus memiliki kemampuan untuk memerintah dengan baik
dan mencurahkan perhatian.[12]
Namun di dalam Roma 12:8 dikatakan bahwa kewajiban diaken adalah menunjukkan
kemurahan, atau melayani. Dan 1 Kor 12:28 mengatakan jabatan diaken adalah
karunia, yang perlu bagi jalannya pelayanan dandapat diatur dan ditentukan.
Artinya, gereja harus dapat diatur dan dipimpin, dengan karunia dan segala
kekuatan dalam pembangunan Gereja.[13]
2.2.1.2.Penatua
Kisah Para Rasul
mengatakan bahwa Paulus menetapkan para penatua yang didirikannya (Kis. 14:23),
yang kemudian meluas ke gereja-gereja Helenistik (Kis. 11:30). Tugas dan
tanggung jawab para penatua dikemukakan dalam 1 Timotius 5:17-22, mereka harus
menjalankan tiga fungsi, yaitu: mengatur, berkhotbah, dan mengajar.[14]
Dengan kata lain, penatua harus dapat memberi bimbingan di dalam mengatur
jemaat, secara jasmani dan rohani, dapat membela dan menganjurkan ajaran
Kristen.
Pada awalnya
jabatan yang tetap hanya dua, yaitu penatua dan diaken. Yang kemudian jabatan
penatua dibagi menjadi dua, penatua yang memerintah dan penatua yang mengajar,
yaitu pendeta.[15]
2.2.2.
Persekutuan
Di dalam KBBI,
arti kata persekutuan adalah suatu persatuan antara orang-orang yang sama
kepentingannya.[16]
Gereja tidak dipandang dari jumlah, tapi secara organisme. Tidak ada perbedaan
antara Gereja lokal dan Universal, semuanya itu mewakili keseluruhan masyarakat
Gereja. Dengan kata lain, kuasa Kristus tetap dapat diperoleh oleh setiap
jemaat sehingga berfungsi dalam perkumpulan sebagaimana gereja Universal
berfungsi dalam dunia secara keseluruhan, dan berada dalam kebersamaan dengan
gereja secara keseluruhan.[17]
Persekutuan
adalah salah satu tanda penting bagi gereja (Kis. 2:42). Hal ini bukan hanya
sekedar persekutuan atau berkumpul, namun ini adalah ciptaan yang eskatologis
dari Roh Kudus. Dimana hubungan ini tercipta karena orang-orangnya telah turut
ambil bagian dalam hubungan bersama dengan Kristus (1 Kor 1:9). Gereja adalah
persekutuan orang-orang yang terpilih (Ef 1:4; 1 Tes 1:4), tanpa melihat status
sosial, pendidikan, kekayaan maupun warna kulit (1 Kor 1:27). Hal ini
menegaskan bahwa gereja bukanlah lembaga buatan manusia atas
perbuatan-perbuatan baik, melainkan merupakan ciptaan Allah yang didasarkan
atas maksud kasih karunia-Nya (Rm. 9:11; 11:5-6).[18]
Dalam
persekutuan ini, mereka mendapat bagian di dalam keselamatan (syalom) yang
diberikan oleh Tuhan Allah dalam AnakNya Yesus Kristus kepada jemaat yang harus
dibagi-bagikan dan diteruskan untuk seluruh umat manusia.[19]
Dengan demikian dapat dikatakan gereja sebagai persekutuan yang terpanggil bukan
untuk diri sendiri tapi untuk demi kemuliaan Allah dan kehendakNya kepada
dunia,yaitu menyelamatkan. Gereja harus sadar akan tugasnya di dunia sebagai
alat yang di pakai Tuhan sebagai alatNya menyelamatkan dunia ini.
Yang termasuk
kedalam persekutuan adalah manusia yang sudah berdosa namun diperdamaikan
dengan Allah, oleh pekerjaan Yesus Kristus.[20]
2.2.3.
Umat
Allah
Israel sebagai
umat pilihan Allah, yang berbeda dari bangsa-bangsa lain dan diperhatikan oleh
Allah secara khusus melalui ikatan perjanjian (Kel 5:1; 19:6; Ul:4:20). Dan di
dalam PB, umat Allah adalah orang-orang yang percaya kepada Kristus (Rm
9:25-26; 1Ptr 2:9-10; Why 21:3).[21]
Gereja adalah
umat Allah yang baru, dalam arti mereka yang berada dalam hubungan khusus
dengan Allah. Israel adalah umat Allah yang menolak terhadap Mesiasnya. Gereja
sebagai umat Allah yang baru berdasarkan kutipan-kutipan dari Hosea yang
diperintahkan untuk menyebut Israel “bukan umat” karena murtad dan bukan lagi
umat Allah dan Ia bukan lagi Allah mereka (Hos 1:10). Tetapi Paulus mengatakan
bahwa Israel tetap sebagai umat Allah yang digabung dengan umat lainnya, dengan
kata lain umat Yahudi masih tetap sebagai umat yang “kudus” (Rm 11:16), umat
yang menjadi milik Allah.[22]
Jadi dapat
dikatan bahwa umat Allah adalah perhimpunan orang-orang yang telah ditebus, dan
tidak lagi terhalangi dalam hubungan mereka dengan Allah. Dengan kata lain,
mereka (manusia) pada kenyataannya adalah umat yang diperdamaikan dengan Allah:
menjadi Israel yang sejati[23]
melalui pekerjaan Yesus Kristus.
III.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa
Ekklesiologi adalah cabang teologi yang secara sistematis mempelajari
asal-usul, hakikat, ciri-ciri khusus, dan perutusan gereja. Dan gereja adalah
persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang yang
dari Allah. Di dalam bentuk organisasinya gereja tidak terlepas dari tiga aspek
yang tidak dapat dipisahkan. Dengan sederhana dapat dijelaskan, karena gereja
adalah sebuah lembaga atau organisasi dari persekutuan atau perkumpulan
orang-orang yang di panggil Allah sebagai umat Allah.
IV.
Daftar
Pustaka
..., Kamus
Besar Bahasa Indoneisa, Jakarta: Balai Pustaka, 1988
Abineno, J. L. Ch., Jemaat : Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayannya, Jakarta:
BPK-GM
Bekhof, Louis, Teologi Sistematika Volume 5, Surabaya: Momentum, 1997
Guthrie, Donald, Teologi Perjanjian Baru 3, Jakarta: BPK-GM, 2012
Hadiwijono, Harun, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2010
Koehler, Edward W.A., Intisari Ajaran Kristen, Pematang
Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2010
Ladd, George Eldon, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, Bandung:
Kalam hidup, 2002
Niftrik, G. C. Van
& Boland, B. J., Dogmatika Masa Kini,
Jakarta: BPK-GM, 2008
O’Collins, Gerald & Farrugia, Edward G., Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius,
1996
Thiessen, Henry C., Teologi Sistematika, Malang: Gandum Mas,
1979
Wellem, F.D., Kamus Sejarah Gereja, Jakarta: BPK-GM,
2011
[1] Gerald O’Collins & Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 64
[2] F.D. Wellem, Kamus Sejarah
Gereja, (Jakarta: BPK-GM, 2011), 91
[3] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta:
BPK-GM, 2010), 362
[4] Louis Bekhof, Teologi
Sistematika Volume 5, (Surabaya: Momentum, 1997), 6
[5] Harun Hadiwijono, Iman Kristen,362
[6] Louis Bekhof, Teologi Sistematika Volume 5, 5-7
[7] ...., KBBI, 582
[8] Harun Hadiwijono, Iman Kristen, 390
[9] Henry C. Thiessen, Teologi
Sistematika, (Malang: Gandum Mas, 1979), 492
[10] F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja,72-74
[11] Edward W.A. Koehler, Intisari
Ajaran Kristen, (Pematang Siantar: Kolportase Pusat GKPI, 2010), 290-291
[12] George Eldon Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 2, (Bandung: Kalam hidup, 2002), 321
[13] Harun Hadiwijono, Iman Kristen,394
[14] George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 2, 320-321
[15] Harun Hadiwijono, Iman Kristen,
394-395
[16] ...., KBBI,891
[17] George Eldon Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 2, 326
[18] George Eldon Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 2, 334-335
[19] J. L. Ch. Abineno, Jemaat :
Ujud, Peraturan, Susunan, Pelayanan dan Pelayannya, (Jakarta: BPK-GM,), 32
[20] G. C. Van Niftrik & B. J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK-GM, 2008), 380
[21] Gerald O’Collins & Edward
G. Farrugia, Kamus Teologi,344
[22] George Eldon Ladd, Teologi
Perjanjian Baru Jilid 2, 327
[23] Donald Guthrie, Teologi
Perjanjian Baru 3, (Jakarta: BPK-GM, 2012), 78