NAMA :
Johannes Nababan
Sistem Pemilu dalam
Alkitab
(PL dan PB)
I.
Pendahuluan
Untuk menjaga kedaulatan sebuah bangsa atau
negara, maka perlu sistem pemerintahan sebagai upaya mengkelolah, menata dan
mengatur negara tersebut. Biasanya bagi sebuah negara Demokratis akan memilih
pemimpinnya dengan cara demokratis pula. Pada kesempat kali
saya akan mencoba memaparkan bagaimana sistem pemilu dalam kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.. semoga dalam sajian ini dapat menambah wawasan
kita bersama.
II.
Pembahsan
Pemilihan umum (disebut Pemilu) adalah proses memilih orang
untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut
beraneka-ragam, mulai dari presiden,wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan,
sampai kepala desa.
Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi
jabatan-jabatan seperti ketua OSISatau ketua kelas,
2.2. Pemilu (Demokrasi)
Dalam Perjanjian Lama
Dalam
Perjanjian Lama, terlihat jelas munculnya semangat demokrasi ketika umat Israel
berada di padang gurun menuju Kanaan setelah keluar dari Mesir, Musa mengangkat
pemimpin-pemimpin kelompok dari kelompok seribu hingga kelompok sepuluh dari
antara umat itu (Kel. 1:13). Sekalipun dalam bentuk kerajaan, namun partisipasi
rakyat terlihat jelas (Ul. 17; I Sam. 10:21-27; II Raja. 9:12-13; 11:17;
23:1-3); ada kalanya mereka mengambil keputusan bersama dengan raja (II Taw.
23:3. Ketika Daud mengungsi akibat pemberontakan Absalom, Daud tidak kembali
hingga para wakil rakyat menjemputnya (II Sam. 19:11-15). Bila disimpulkan,
bangsa Israel adalah bangsa yang meyakini kekuasaan Tuhan atas mereka,
khususnya ‘pengurapan-Nya’ atas elite agama dan politik (Theokrasi), namun
mereka juga memiliki semangat untuk berpartisipasi dalam berbagai hal yang
mereka dapat lakukan (demokrasi). Inilah yang sebut sebagai theokrasi-demokrasi Israel[2]
JANGAN DICOPY BULAT2 YAH, MARIBELAJAR, saya masukkan ini hanya sebagai bahan referensi bagi anda yang membutuhkan, semoga tersenym membaca ini.
Orang-orang Israel pada akhirya memilih untuk menjadi sebuah negara kerajaan. Pada kisah awalnya mereka memilih
raja untuk melawan bangsa Falistin. Mereka memerlukan sebuah organisasi
kerajaan untuk membentuk meliter yang kuat, terlati dan berdisplin. Hal itu
dikarenakan tidak muda mengumpulkan para suka relawan dari berbagai suku dalam
waktu yang singkat sebelum berperang, sebagaimana yang dilakukan para Hakim
dahulu. Karena itu Israel memerlukan seorang raja yang dapat memimpin dan membangun
suatu angkatan perang yang tetap, kuat dan yang terlatih untuk berperang. Suara rakyat ini
didengarkan oleh Allah
Orang pertama yang dipilih menjadi Israel ialah Saul. Kisah tentang pemilihan
dan pengangkatannya menjadi raja dilaporkan dalam I Samuel 8:12,. Samuel
mengurapi Saul menjadi seorang raja. Kebiasaan mengurapi seseorang menjadi
pejabat kerajaan sudah lebih dahulu dikenal oleh orang-orang Mesir, terutama
dalam pengangkatan seorang pejabat kerajaan di Mesir maupun Palistina yang
bertanggung jawab secara langsung kepada Firaun. Rupanya Samuel mencontoh
kebiasaan tersebut dalam hal mengangkat seorang pemimpin di Israel yang harus
bertanggungjawab langsung kepada Allah.[3] Apakah Allah memilih
pemimpin (raja-raja) itu secara langsung? Perjanjian Lama menyaksikan ada
berbagai cara Allah yang digunakan Allah untuk memilih pemimpin itu. Umumnya
raja-raja diangkat melalui tokoh masyarakat atau melalui persetujuan bangsa
Israel, (I Sam. 11:15; I Raj. 12:1; I Raja: 16:16), ini membuktikan bahwa dalam
pemilihan tersebut Allah juga mengikutsertakan peranan dan keinginan manusia di
dalam pemilihan tersebut, (demokrasi).[4]
Pemilu (Demokrasi) dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru memilih (Pemilu)
menggunakan kata eklegesthai uang
berasal dari kata eklegomai yang dalam pemahaman dinia Yunani lebih umum
diartikan dengan "suatu tindakan memilih bagi pribadi pemilih itu sendiri"
atau "suatu tindakan dalam membuat suatu pilihan". Dan dalam
pemahamannya, kata eklegomai sering
dimaknai ke dalam pemilihan yang bersifat selektif untuk memeperoleh pilian
yang terbaik. Salah satu contoh dalam pemilihan para budak, dan pemilihan yang
lainnya yakni yang layak mendapatkan penghargaan dan pujian. Paulus dan Yakobus
dalam menggunakan kata eklegomai ini
lebih mengarahkanpemahamannya kepada kehendak Allah yang memilih menjadi
umat-Nya.[5]
Yang menjadi dasar orang Kristen
masuk dalam keterlibatan Dunia Politik adalah juga hubungan sikapa dan ketaatan
kepada pemerintah, karena pemerintah adalah merupakan hambah Allah, (Rom.
13:1-9), makanya dalam I Tim. 2:1-2, kita diminta mendoakan pemerintah.
Pemerintah sebagai hambah Allah berarti Allah yang memilih dan menetapkan
pemerintah. Masyarakat melaksanakan peran dan tanggungjawab politiknya melalui
perwakilannya yang dipilih sendiri. Disatu sisi pemerintah adalah Hambah Allah
yang dipilih dan ditetapkan oleh Allah. Hal ini menimbulkan bagaimana cara
Allah memilih dan menetapkan pemerintah?. Ada suatu ungkapan yang mengatakan,
"Suara rakyat adalah suara Allah, suara Allah suara rakyat" (vox populi, vox Dei, vox Dei, vox populi).
Hal itu menyatakan bahwa Allah memilih dan menetapkan pemerintah melalui warga
negara. Karena ketaatan orang Kristen kepada pemerintah adalah dalam rangka
menaati Allah, berarti menggunakan hak pilih adalah merupakan ibadah kepada
Tuhan.[6]
2.3. Pandangan Teologis Makna Pemilu dalam Negara
Demokrasi
Alkitab banyak bicara mengenai pemerintah dan
pemerintah atau hubungan orang percaya sebagai warga kerajaan Allah dengan
pemerintahan dunia. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa warga Kristen sebagai warga di
tengah dunia ini dan sekaligus sebagai warga kerajaan Allah, harus taat kepada
pemerintah dan juga harus tunduk kepada Allah (Mat. 22:21). Rasul Paulus juga
menegaskan bahwa pemerintah sebagai pengelolah kekuasaan lembaga politis adalah
atas kehendak Allah (Rm. 13:1-7). Dari sudut pandang Teologis, sebagai warga
gereja dan suja sebagai warga negara, umat Kristen wajib turut berpartisipasi
dan bertanggung jawab untuk mensukseskan setiap pemilihan umum di negara RI
ini, sebab:
1. Gereja dan
Masyrakat harus berjuang agar hak asisi manusia tetap dilindungi dan hidup
demokratis tetap terwujud (Kej. 1:28; Kej. 2:8-25; Mat. 22:21; Kis. 5:29).
2. Gereja dan
masyarakat harus berjuang agar hukum tetap berjalan dengan konsisten (Rm.
13:4-5; 1 Raj. 21:1-23).
3. Gereja dan
masyrakat harus turut bertanggung jawab agar kehidupan masyarakat tetap
didasarkan atas keadilan dan kesejahteraan bagi semua orang (Yer. 23:3; 29:7;
Am. 5:15-24).[7]
III.
Kesimpulan
Dalam
pembahasan sitem Pemilu dalam pandanga Alkitab dapat disimpulkan, bahwa sistem
pemilu secara demokrasi tersebut menjadi sebuah kenyataan yang berada dalam
sejarah perjalanan Umat Allah. Jadi dapat diartikan secara libih luas jika
diperhadapakan dengan sistem pemilu dalam konteks masakini maka sistem pemilu
tersebut tidak bertentangan dengan sistem pemilu dalam alkitab, baik dalam Perjanjian
Lama maupun dalam Perjanjian Baru.
IV.
Daftar Pustaka
Hinson David F., Sejarah Israel pada Zaman Alkitab, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
Manurung Kaleb, Suatu Tinjauan Etika Kristen Tentang Pemilu
dan Suap, dalam "Jurnal Teologi STT Abdi Sabda Edisi. XXX Juli-Desember
2016", Medan: STT Abdi Sabda Medan, 20016
Panjaitan Farel, Firman Hidup
68, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008
Saragih Agus Jetron, Pemilihan dan Suap Tinjauan Teologi Perjanjian
Lama, dalam "Jurnal Teologi
Tabernakel STT Abdi Sabda Edisi. XXXVI Juli-Desember 2016", (Medan: STT
Abdi Sabda Medan,20016
Sibarani Poltak YP, Persinggungan Nilai-nilai Demokrasi dan
Ajaran Kristen, dalam "Tabloid Redormata edisi 128 Juni 2010", Jakarta:
YAPAMA, 2010
Situmeang Mesak Ebitnego, Pemilu dan Suap: Tinjauan Teologis
Perjanjian Baru-Eksegetis, Tentang Khasus Penghianatan Yudas dan Pemilihan
antara Yesus dan Barnabas dalam Injil Matius Sebagai Langkah Membangun Prinsip
Teologi Kristen dalam Memaknai Pemilu di Indonesia, dalam "Jurnal
Teologi Abdi Sabda Edisi. XXXVI Juli-Desember 2016", Medan: STT Abdi Sabda
Medan, 20016
[3] David F. Hinson, Sejarah Israel
pada Zaman Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 114
[5] Mesak Ebitnego Situmeang,
Pemilu dan Suap: Tinjauan Teologis
Perjanjian Baru-Eksegetis, Tentang Khasus Penghianatan Yudas dan Pemilihan
antara Yesus dan Barnabas dalam Injil Matius Sebagai Langkah Membangun Prinsip
Teologi Kristen dalam Memaknai Pemilu di Indonesia, dalam "Jurnal
Teologi Abdi Sabda Edisi. XXXVI Juli-Desember 2016", (Medan: STT Abdi
Sabda Medan),41-42
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
ReplyDeleteSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^