Sunday, May 6, 2018

PAK Dewasa


PAK Dewasa
jangan dicopy bulat2 dek
heheheheh 
I.                   Pendahuluan
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, oleh karena kasih setia-Nya penulis dapat menyelesaikan Buku Bahan Pengajaran PAK Dewasa ini dalam rangka menyelesaikan Ujian Akhir Semestes Mata Kuliah PAK Dewasa serta memberikan bahan pengajaran Kepada Gereja GBKP Rg. Pasar Pitu Padang Bulan Medan. Serta penulis menyampaikan terima Kasih kepada Dosen Dr. Setia Ulina Br Tarigan yang selalu membimbing dan memberi pengajaran dalam menyelesaikan Tugas ini.  Akhir Kata Semoga buku yang sederhana ini berguna bagi para pembaca sekalian. Terima Kasih

II.                Pembahasan
2.1. Dewasa
2.1.1.      Pengertian Orang Dewasa
Istilah “adult” berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah “adolescene-adolescere”, yang berarti tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi kata adult berasal dari bentuk lampau participle dari kata kerja adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.[1] Orang dewasa juga dapat diartikan sebagai individu-individu yang telah memiliki kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi dan telah dapat diharapkan memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dapat diharapkan memainkan peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.[2]
Elisabeth B.Hurlock menyatakan bahwa orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.[3] Ditinjau dari segi psikologis seseorang yang dapat dikatakan dewasa yaitu orang yang mampu mengarahkan diri sendiri, tidak selalu tergantung kepada orang lain, mau bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko dan mampu mengambil keputusan.[4] Orang juga dapat disebut dewasa apabila telah menyelesaikan tahun-tahun sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya. Banyak pendidik orang dewasa mengasumsikan (baik oleh pilihan sendiri maupun bukan) semacam tanggung jawab bagi diri sendiri dan barang kali juga terhadap orang lain, dan juga suatu tingkat kemandirian dari otoritas orangtua yang baik sama dengan para remaja dan pemuda.[5]


2.1.2.      Pengertian Orang Dewasa Dipandang Dari Berbagai Aspek
1.      Menurut Alkitabiah
Orang dewasa menurut alkitabiah adalah orang yang dianggap mampu untuk memperlihatkan kebenaran dan kesaksiannya (Bnd. Yeh 23:12). Orang dewasa dari Perjanjian Lama dibatasi dari segi umur saja tetapi lebih dominan ditunjukan oleh kemampuan dan kekuatannya dalam melakukan kehendak Allah. Didalam Perjanjian Lama gambaran orang dewasa adalah seorang yan mulai sadar dan dapat berpikir tentang dunia luar dan dirinya sendiri. Sedangkan dalam kitab Perjanjian Baru juga tidak ditemukan batasan tertentu tentang seseorang yang dikatakan dewasa. namun dalam 1 Tim 4:12 mengatakan bahwa “janganlah seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang percaya dalam perkataanmu, tingkah lakumu, dalam kasihmu dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”. Dari kesaksian ini terlihat bahwasannya orang dewasa merupakan orang yang dianggap belum mampu, namun sebenarnya telah mempunyai kemampuan jika setia kepada Tuhan dan suci dalam perbuatan.[6]
2.      Orang Dewasa Menurut Gereja
Orang dewasa didalam gereja adalah orang yang sudah menerima sidi (tanda kedewasaan Rohani di Gereja), oleh karena itu orang dewasa ini memiliki kedudukan yang sama denagn jemaatb yang lai, dalam arti sudah mendapat hak pilih dan dipilih menjadi penatua dan ikut dalam musyawarah jemaat. Maka dari itu orang dewasa dalam gereja mempunyai kewajiban dalam memberitakan injil kepada setiap orang (Mat 28:19-20).
3.      Orang Dewasa Secara Umum
Secara umum yang disebut orang dewasa adalah orang yang sudah mengerti membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, yang benar dan yang mana yang tidak benar, pemikirannya tidak seperti anak-anak lagi melainkan dapat berpikir lebih abstrak, hidup mandiri dan bertanggungb jawab. Orang dewasa secara umum juga mempunyai rasa ketidakamanan tertentu, bergerak dalam pekerjaan, mempunyai pandangan hidup yang beraneka dan mengalami gaya hidup baru.[7]
2.1.3.      Pembagian Umur Orang Dewasa
Masa Dewasa dibagi menjadi 3 bagian:[8]
1.      Dewasa Awal 18-34 tahun (Masa dewasa Dini/ Young Adult)
Adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduksi yaitu masa penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreatifitas dan penyesuain diri pada pola hidup yang baru.
2.      Dewasa Madya 35-60 tahun (Midle adulthood)
Status kesehatan menjadi persoalan utama masa dewasa madya, hal ini dikarenakan adanya sejumlah perubahan fisik. Perubahan kejantanan bagi pria dan juga wanita mengalami berkurang/ hilangnya kesuburan. Seperti, pada wanita mengalami monopouse.
3.      Dewasa Lanjut 60 tahun keatas (Masa Tua/ older adult)
Masa dewasa tua berkisar umur 60 tahun ke atas. Proses penuaan berarti menurunnya daya tahan fisik, menurut kartari (1993) lanjut usia disebabkan oleh meningkatnya usia, sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel jaringan serta sistem organ.
2.1.4.      Karekteristik
2.1.5.      Psikologi Perkembangan
1.      Pengertian Psikologi
Secara etimologi psikologi berasal dari bahasa Yunani yaitu “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu jiwa. Sehingga psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosenya, maupun latar belakangnya.[9] Menurut Aristoteles, psikologi adalah ilmu mengenai gejala-gejala jiwa manusia, dimana didalam ilmu itu dipelajari tentang tingkah laku manusia dan penghayatan akan manusia.[10] Psikologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku dan proses mental.[11] Jadi, pada dasarnya psikologi itu merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku seseorang atau sering disebut dengan ilmu jiwa.
2.      Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah perubahan individu ke arah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Selain itu perkembangan adalah perubahan yang terjadi dalam suatu medium. Elisabeth B.Hurlock mengartikan perkembangan sebagai serangkaian perubahan yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.[12] Perkembangan juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan dan perubahan itu tidak bersifat kuantitatif , melainkan kualitatif.[13]
3.      Psikologi Perkembangan Orang Dewasa
Psikologi perkembangan orang dewasa terbagi atas tiga baigan, yaitu:
a.      Dewasa Dini (18-34 tahun)
1.      Fisik
Sejak usia sekitar 25 tahun, perubahan perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan-perubahan ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif dari pada kualitatif. Secara berangsur-angsur, kekuatan fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah terserang penyakit. Akan tetapi bagaimana pun juga seseorang masih tetap cukup mampu untuk melakukan aktivitas normal bahkan bagi yang menjaga kesehatannya dan melakukan olahraga rutin masih terlihat bugar.[14]
2.      Kognitif
Berpikir positif, berpikir kreatif, proaktif dan kritis,[15] kemampuan menyatakan perbedaan pendapat dengan kebijaksanaan dan kemampuan menerima kegagalan dan keberhasilan secara simpati.
3.      Segi Emosi
Timbul kekuatiran tentang pekerjaan, perkawainan yang membuat mereka tegang, adanya kenginginan yang besar tentang karier, keluarga dan kesehatan. Memiliki semangat yang kuat dalam bersaing.
4.      Segi Sosial
Mulai menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan perkawinan, adanya waktu menerima waktu tanggung jawab dan mandiri, masa kesepian (terasing dari lngkungan). Berkembangnya kesadaran akan ketertiban sosial. Suka menjamu teman-teman dirumah dan mulai ada persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
5.      Segi Spiritual
Memperhatikan relasi pribadi dengan Tuhan seperti hubungan suami istri (ibadah yang teratur, membentuk tim-tim doa, mengajak mereka terlibat dalam kegiatan Gereja). Dalam ibadah yang tradisional (menajamkan kedewasaan dari berbagai sudut pandangan ilmu pengetahuan dan alam).[16]
b.      Dewasa Madya (35-60 tahun)
1.      Fisik
Kekuatan dan energi orang berkurang pada masa ini. Kaum wanita mengalami monopause dengan akibat yang negatif. Kemampuan panca indera dan seks berkurang. Mereka cenderung menyukai pekerjaan yang kurang keras.
2.      Kognitif
Penyesuaian terhadap peran dan pola hidup yang selau berubahcenderung membawa orang dewaswa kemasa stress. Pada masa ini dituntut bertanggung jawab yang nyata. Pada masa ini juga merupakan saat menevaluasi prestasi.
3.      Mental Intelektual
Semakin tua orang akan semakin lambat dalam belajar meskipun masih tetap mampu dalam belajar.
4.      Sosial
Umunya orang muda hanya bergerak keatasa dan hanya sedikit yang puas berpindah kesenjangan sosial yang lebih rendah. Masa ini merupakan masa keterpencilan yang mana dalam masa ini pria dan wanita merasa kesepian.
5.      Emosi
Akibat menurunnya kemampuan penginderaan, mungkin akan timbul perasaan tidak berguna, tidak aman dan depresi, tetaoi pada masa ini juga akan timbul sifat suka menoong orang lain dan lebih bijaksana dari pada sebelumnya.
6.      Spiritual
Orang pada masa usia ini menilai kembali tanggung jawab kedewasaanya dan pelayanannya dalam gereja.[17] Pada masa ini dewasa mempunyai toleransi agama yang lebih baik dari pada sebelumnya.
c.       Dewasa Lanjut (60 tahun keatas)
1.      Fisik
Pada usia 60 tahun biasanya terjadi penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Tubuh membungkuk dan tampak kecil, garis pinggang melebar.
2.      Kognitif
Orang yang berusia lanjut lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban mereka, kurang mampu mempelajari hal-hal yang baru. Keinginan untuk berpikir kreatif berkurang. Menurut Sntrock 5 hingga 10% dari neuron kita berhenti tumbuh sampai kita mencapai usia 70 tahun. Setelah itu hilangnya neuron akan semakin cepat.
3.      Sosial
Semakin lanjut usia seseorang berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari keterbatasan yang dimilikinya. Keadaaan ini mengakibatkan interaksi sosial pada lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada masa pensiun seseorang harus menyesuaikan diri dengan peran baru.
4.      Afektif
Harus bergantung pada orang lain. Cenderung untuk mengenang sesuatu yang sudah terlewatkan. Mencari teman baru untuk mengantikan suami atau istri yang sudah meninggal.
5.      Spiritual
Menurunya kehadiran dan partisipasinya dalam kegiatan gereja. Pada tingkat ini kepercayaan semakin mundur kelatar belakangan pribadi mengosongkan diri, sekaligus mengalami diri sebagai makhluk yang berakar dalam Allah dan daya kesatuan.[18]
2.1.6.      Media
1.      Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin medius. Dalam bahasa latin media dimaknai sebagai antara. Media merupakan bentuk jamak dari medium yang secara harafiah berarti pengantara atau pengantar. Secara khusus kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima.[19] Adapun pengertian media menurut pakar dan organisasi, yaitu:
·         Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram, 1982).
·         National Education Asociation (NEA) memberikan batasan bahwa media merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun auidovisual, termasuk teknologi perangkat kerasnya.
·         Briggs berpendapat bahwa media merupakan alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar.
·         Asociation of Education Comunication Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media merupakan segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan.
·         Gagne berpendapat bahwa berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
·         Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar (Miarao, 1989).[20]
2.      Pengertian Media Pembelajaran
Proses belajar mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.[21] Media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/ software). Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau informasi belajar yang dibawakan oleh media tersebut.[22]
3.      Fungsi Media Pembelajaran[23]
1.      Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas
2.      Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra
3.      Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar
4.      Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya.
5.      Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.


2.1.7.      Metode-metode
1.      Pengertian metode Pembelajaran
Metode secara harafiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umu, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Kata “pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa. Jadi metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.[24]
2.      Jenis Metode
1.      Seminar
Merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu sidang yang berusaha membahas/ mengupas masalah-masalah atau hal-hal tertentu dalam rangka mencari jalan memecahkannya atau mencari pedoman pelaksanaannya.
2.      Sociodrama dan Role Play (Bermain Peran)
Metode sosiodrama dan bermain peran merupakan suatu metode mengajar dimana siswa dapat mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak gerik wajah seseorang dalam hubungan sosial antar manusia.
3.      Demonstrasi
Demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
4.      Kerja Lapangan
Metode mengajar dengan mengajak siswa ke dalam suatu tempat di luar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun aktif ke lapangan kerja agar siswa dapat menghayati serta bekerja sendiri dalam pekerjaan.
5.      Simulasi
Metode simulasi merupakan cara mengajar dimana menggunakan tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang dimaksudkan dengan tujuan agar orang dapat menghindari lebih mendalam tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu dengan kata lain siswa memegang peranan sebagai orang lain.
6.      Kerja Kelompok
Suatu cara menyajiikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar (setelah dikelompokkan) mengerjakan tugas terntentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
7.      Ceramah

Metode yang meberikan penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain, metode ini adalah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umunya mengikuti secara pasif.
8.      Sumbang saran
Suatu cara mengajar dengan mengutarakan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian siswa menjwab mengemukakakn pendapat atau jawaban dan komentar sehingga masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru.
9.      Unit Teaching
Metode yang meberikan kesempatan pada siswa secara aktif dan guru dapat mengenal dan menguasai belajar secara unit.
10.  Sandiwara
Seperti memindahkan sepenggal cerita yang menyerupai kisah nyata atau situasi sehari-hari ke dalam pertunjukkan.
11.  Penemuan (Discovery)
Merupakan proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu proses atau prinsip-prinsip.
12.  Eksperimen
Merupakan salah satu cara mengajar dimana seorang siswa diajak beruji coba atau mengadakan pengamatan kemudian hasil pengamatan disampaikan di kelas dan di evaluasi oleh guru.
13.  Permainan
Metode yang digunakan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan antusiasme.
14.   Studi Kasus
Merupakan metode penyajian pelajaran dengan memanfaatkan kasus yang ditemui anak sebagai bahan pelajaran kemudian kasus tersebut dibahas bersama untuk mendapatkan penyelesaian.
15.  Inquiry
Teknik pengajaran di depan kelas dimana dilakukannya pembagian tugas meneliti suatu masalah ke kelas.
16.  Micro Teaching
Merupakan suatu latihan mengajar permulaan bagi guru atau calon guru dengan scope, latihan dan audience yang lebih kecil dan dapat dilaksanakan di lingkungan teman-teman setingkat sendiri atau sekelompok siswa di bawah bimbingan pembimbing.
17.  Problem Solving
Metode pemecahan masalah adalah menggunakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
18.  Metode Karya Wisata
Metode mengajar yang dilaksanakandengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu untuk mempelajari sesuatu.
19.  Practice/ Drill (Latihan /Praktek)
Latihan secara sederhana adalah latihan dengan daya dan upaya untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik dengan proses yang sistematis dan berulang-ulang dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan, waktu atau intesnsitasnya.
20.  Dialog
Merupakan salah satu teknik metode pengajaran untuk memberi motivasi pada siswa agar aktif pemikirannya untuk bertanya.
21.   Non Directive
Merupakan salah satu metode mengajar dimana siswa melakukan observasi, analisis dan berpikir sendiri.
22.   Tanya Jawab
Merupakan cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran
23.  Katekesmus
Merupakan suatu cara menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya sudah ditentukan.
24.   Prileksi
Merupakan suatu cara menyajikan pelajaran dengan menggunakan bahasa lisan, menyuruh para pelajar mendiskusikan, menganalisa, membandingkan dan akhirnya menarik kesimpulan dari apa yang disampaikan untuk mencapai tujuan pengajaran.
25.  Proyek
Merupakan suatu cara menyajikan bahan ajaran pada hal tertentu untuk mempelajari dalam rangka mewujudkan tujuan belajar.
26.  Berprogama
Menyajikan bahan pelajaran dengan menggunakan alat tertentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
27.  Musyawarah
Merupakan cara menyajikan bahan pelajaran melalui perundingan untuk mencapai musyawarah bersama.
28.  Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal anak
29.  Review (Ulasan)
                        Ulasan adalah kupasan, tafsiran, komentar, tanggapan.
30.   Sharing Time (Berbagi waktu)
Meluangkan waktu untuk bercerita kepada teman, keluarga untuk berdiskusi mengenai sesutau agar mempunyai solusi.
31.  Show and Tell (Menunjukkan dan Menjelaskan)
Mempertunjukkan dan menjelaskan adalah memperlihatkan kemudian menjelaskan apa yang kita pertunjukkan tersebut.
32.   Simulation Games (Simulasi Permainan)
Simulasi permainan adalah mneirukan sesuatu permainan dengan melihat keadaan sekelilingnya.
33.  Spontaneous Speaking (Berbicara Spontan)
Berbicara spontan pada hakikatnya berbicara tanpa persiapan juga deisebut dengan to aldlib atau ad libs berarti mengatakan sesuatu tanpa persiapan atau memberikan komentar secara spontan. Berbicara tanpa persiapan biasanya sering dilakukan oleh beberapa penyiar yang sudah berpengalaman karena dalam melakukannya, mereka jarang melihat catatan yang mereka bawa dan hanya memandu secara spontan.
34.  Story Writing/ Telling
Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain. Bercerita adalah upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap, untuk menyampaikan ide-ide dalam bentuk tulisan.
35.  Testing (Pengujian)
Pengujian adalah proses yang bertujuan untuk memastikan apakah semua fungsi sistem bekerja dengan baik dan mencari kesalahan yang terjadi pada sistem. Tujuan dari pengujian adalah untuk mendeteksi kesalahan bahasa (language error), kesalahan yang diakibatkan oleh penulisan.
36.  Simposium
Simposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandang.
37.  Dramatic Reading/ Membaca Drama
Membaca drama berbeda dari membaca fiksi drama menceritakan sedikit tentang karakter, biasanya hanya dalam arah tahap yang pemirsa dari tidak melihat pemain. Aktor dan pembaca harus membaca petunjuk dan harus hati-hati untuk membuat kesimpulan dari apa yang dipelajari tentang karakter dalam dialog. Dari apa yang dikatakan karakter, anda harus membangun sebuah penafsiran siapa mereka.
38.  Charadas
Charadas adalah metode dengan meniru atau mengikuti gambar gaya seseorang, biasanya dengan cara yang lucu.
39.  Monologue
Metode ini adalah metode dimana anak diajak untuk berbicara panjang sendiri. Ini juga dapat diartikan sebagai pidato dramatis oleh aktor tunggal.
40.  Pantomime
Metode ini adalah metode yang meniru gerakan tubuh tanpa kata-kata.
41.  Play/ Bermain
Bermain adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan kenikamatan. Kegiatan ini merupakan kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak sebagai bagian dari usaha mencoba-coba dan melatih diri.
42.  Silhouettes (Siluet)
Siluet merupakan metode dengan menggunakan apa yang dihasilkan dalam fotografi karena adanya perbedaan signifikan antara pantulan cahaya objek utama di bagian depan gambar dengan latar belakangnya. Untuk menghasilkan siluet, cahaya dari bagian belakang objek harus sangat terang kemudian ditangkap dengan mengukur luminitas cahaya latar belakang.
43.  Skit (Lelucon)
Metode ini adalah metode yang menggunakan cerita pendek atau susunan perkataan yang bersifat lucu. Terdapat beberapa kategori lelucon, dari lelucon sederhana hingga lelucon yang menggunakan sarkasme.
44.  Spontaneous drama (Drama Spontan)

Drama spontan merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan memyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan melihat drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat. Hal ini karena drama merupakan potert kehidupan manusia.
45.  Story Play (Bermain Cerita)

Bermain cerita berarti penceritaan cerita atau memainkan cerita. Selain itu bermain cerita disebut juga mendongeng seprti yang dikemukakan oleh Malan, mwndongeng adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Bermain cerita merupakan usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikira atau sebuah cerita kepada anak-anak secara lisan.
46.  Tableau (Tablo)
Tablo (kata benda) adalah petunjukan lakon tanpa gerak atau tanpa dialog.
47.  TV/ Radio Show (TV/ Acara Radio)
Metode ini adalah metode yang menggunakan TV atau acara radio
48.  Apprenticeship (Masa Belajar)
Dapat diartikan sebagao aktivitas mental (psikis) yang terjadi karena adanya interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan yang bersifat relatif dalam aspek: kognitif, psikomotr dan afektif. Perubahan tersebut dapat berubah ke arah sesuatu yang sama sekali baru atau penyempurnaan/ peningkatan dari hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnya.
49.  Assignment/ Homework (Tugas/ Pekerjaan Rumah)
Metode ini adalah metode dimana anak diberikan tugas atau pekerjaan rumah. Tugas juga dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan dan tanggung jawab seseorang. Pekerjaan yang dibebankan. Sesuatu yang wajib dilakukan atau ditentukan untuk perintah agar melakukan sesuatu dalam jabatan terntentu.
50.  Case Study (Studi Kasus)
Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset kyang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yng mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan menggunakan cara-caar ayng sistematis dalam melakukan pengamatan data, amalisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya akan dieproleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya.
51.  Metode Kerajinan tangan/ Kreatifitas
Merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengajar anak didik menciptakan suatu produk atau barang yang dilakukan dengan tangan dan memiliki fungsi pakai atau keindahan sehingga memiliki nilai jual.
52.  Metode minat atau pusat belajar
Merupakan cara pengajaran yang dilakukan dengan cara melihat minat yang ada pada diri anak.
53.  Metode Hewan dan Tanaman
Merupakan pengajaran yang dilakukan dengan memperkenalkan hewan-hewan dan tumbuhan kepada anak agar anak dapat mengenal dan memahami makhluk hidup yang lain.
54.  Metode Surat Kabar
Metode yang menggunakan surat kabar dengan tujuan mengajarkan anak untuk mengetahui kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya.
55.  Metode Laboratorium
Cara pengajaran yang dilakukan dengan cara melakukan percobaan di laboratorium.
56.  Programmed Learning and Instruction
Pembelajaran yang identik dengan kata” mengajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan ssehingga anak didik mau belajar. Maka dari itu pembelajaran adalah proses interaksi peserta dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai suatu objektif yang ditentukan. Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
57.  Reports (Laporan)
Laporan adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemeberitahuan atau pertanggung jawaban baik secara lisan maupun tertulis dari bawahan kepada atasan sesuai dengan hubungan wewenang dan tanggung jawab yang ada antara mereka.
58.  Research (Penelitian)
Penelitian sering dideskripsikan sebagai suaut proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta- fakta. Penelitian juga menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai sutau peristiwa, tingkah lkau, teori, dan hukum serta membuka peluang bagi penerapan praktik dari penegtahuan tetrsebut.
59.  Sensory Experiences (Pengalaman Sensorik)
Bagaimana sesuatu terlihat, suara, selera dan sebagian besar itu adalah tentang pengalaman visual, tapi deskripsi juga berhubungan dengan jenis lain dari persepsi.
60.  Supervised Study (Belajar diawasi)
Ini merupakan metode belajar yang dilakukan dengan perhatian penuh.
61.  Survey (Penelitian)
Suatu tindakan yang dilakukan untu mencari tahu tentang sesuatu.
62.  Team Teaching (Tim Mengajar)
Tim mengajar ini adalah sekelompok guru atau sukarelawan utnuk mendidik.
63.  Textbook Study (Buku Pelajaran)
Buku pelajaran ini adalah alat yang dipakai untuk menulis seluruh atau sebagian dari didikan guru.
64.  Unit of Learning (Unit Belajar)
Sekelompok orang yang tergabung dalam suatu rana pembelajaran.
65.  Verse Memorization (Ayat Hafalan)
Ayat hafalan adalah suatu metode yang penekanannya untuk daya ingatan baik itu cakupan waktu yang lama maupun waktu yang singkat.
66.  Workbook or Manual (Buku Kerja atau Manual)
Buku kerja ini adalah buku untuk pengamatan sesuatu yang bersifat langkah-langkah.
67.  Cathecism (Katekismus)
Katekismus ini suatu bentuk pengajaran tentang keagamaan mengenai keimanan seseorang.
68.  Choral Reading/ Speaking (Paduan suara membaca/ berbicara)
Paduan suara ini adalah metode ekskpresi diri untuk meluapkan kebahagiaan serta kesedihan di dalam sutau kata yang di aransemen mnejadi suatu nada yang indah di dengar.
69.  Circle Conversation (Lingkaran Percakapan)
Ini adalah sebuah bentuk percakapan yang dilakukan dalam kartun-kartun gunanya untuk menandakan ada topik pembicaraan tersebut.
70.  Creative Writing (Menulis kreatif)
Menulis kreatif ini metode pembelajaran yang dilakukan untuk menunjukkan bakat/ jiwa seni yang ada dalam dirinya sendiri.
71.  Games (Pertandingan)
Metode ini adalah metode dimana anak-anak di ajak untuk mengikuti pertandingan yang sudah ditetapkan guru. Dengan metode ini anak-anak dapat belajar untuk berjuang.
72.  Memorization (Menghafal)
Metode ini adalah metode degan memberikan anak hafalan-hafalan dan pada waktu yang sudah ditetapkan, apa yang sudah dihafal dikatakan.
73.  Paraphrase (Mengutip)
Mengutip adalah mengambil perkataan atau kalimat dari buku, mengumpulkan dari berbagai sumber, dan sebagainya.
74.  Puzzle (Menyatukan)
Menyatukan adalah menjadikan satu, mengumpulkan menjadi satu.
75.   Questions and Answer (Pertanyaan dan Jawaban)
Pertanyaan adalah sebuah ekspresi keingintahuan seseorang akan sebuah informasi yang dituangkan dalam kalimat tanya. Jawaban adalah sahutan, balasan, tanggapan.
76.  Play Time (instructive) (Waktu bermain)
Waktu bermain yaitu kita harus menyisihkan waktu untuk bermain agar tubuh bisa seimbang dengan kinerja otak.
77.  Reading (Membaca)
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis. Pengertian lain dari membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
78.  Mime
Mime adalah metode yang berkomunikasi sepenuhnya dengan gerakan dan ekspresi wajah. Ini merupakan jenis drama yang dimana orang-orang dan peristiwa umumnya diwakili secara konyol.

2.2. PAK Dewasa
2.2.1.      Pengertian Pendidikan
Secara Etimologi pengertian Pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.  Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau kementtrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari orang lain. [25]
2.2.2.      Pengertian PAK
Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa  dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan intelektualnya.[26] Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[27]
2.2.3.      Pengertian PAK (Dewasa)
Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar. Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis dan ciri biologis. Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa  dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk memperoleh atau menambahkan intelektualnya.[28] Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[29]
2.2.4.      Tujuan PAK Orang Dewasa
Tujuan PAK bagi orang dewasa ini dapat kita lihat yaitu merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membimbing dan mengarahkan setiap orang untuk memiliki kesadaran dalam tingkat kedewasaan dan kematangan yang dia miliki serta dapat ditunjukkannya dalam berbagai hal baik dalam moralitas, maupun mental spiritualitasnya. PAK haruslah dipahami sebagai isi sekaligus proses dari pengajaran Firman Tuhan, yang memimpin seseorang menjadi pelaku dan hidup sesuai dengan nilai-nilai utama dari Firman Tuhan. PAK sekaligus menjadi lembaga untuk mengimplementasikan Firman Tuhan menjadi bagian hidup individu dan komunitas masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh dimensi kehidupan mereka. Dalam tingkatan tertentu, PAK bisa diatur sebagai media penginjilan dan menjadikan semua orang sebagai Kristen yang matang dan dewasa secara spiritual.[30]
2.2.5.      PAK dan Iman Orang Dewasa
1.      Pengertian Iman
Kepercayaan eksistensial merupakan suatu kegiatan universal manusia. Kepercayaan eksistensial/iman mengandaikan suatu sikap suatu pilihan hati. Pilihan tersebut diambil sesuai dengan suatu pengertian tentang nilai dan kekuasaan yaitu tentang hal yang paling penting dan fundamental dalam hidup manusia.[31] Dalam perkembangan iman, agama juga mengatur tingkah laku baik buruk secara spikologis. Agama bisa merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah laku remaja. Hal ini dapat di mengerti karena agama memang mewarnai kehidupan masyarakat setiap hari. Agama juga menyajikan kerangka moral sehigga seseorang bisa membandigkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia, serta menawarkan rasa aman khususnya bagi remaja yang sedang mencari eksistensi dirinya.[32]
2.      Tahap perkembangan Iman
Makin maju perkembangan kepercayaan, makin erat pula integrasi antara segala aspek struktural itu. Pengkajian ilmiah dan operasional yang penting bagi setiap peneliti empiris tidak akan diperdalam lebih lanjut. Mengenai tahap-tahap kepercayaan eksistensial sebagai khas seorang pribadi berada dalam kepercayaanya.[33]
Dr. A. Supratiknya mengemukakan tujuh tahap perkembangan iman menurut teori James Fowler adalah:
v  Kepercayaan Awal dan Elementer (Usia Kanak-kanak, 0-2 atau 3 tahun)
Rasa percaya Elementer dan dasariah ini timbul sebagai kecondongan spontan yang bersifat pralinguistis- sebelum munculnya kemampuan berbahasa untuk mengandalkan seluruh hubungan timbal balik antara bayi dan lingkungan sekitar, terutama orang-orang yang secara tetap, teratur dan setia mengasuh dan memeliharanya (orangtua terutama ibu). Seluruh interaksi timbal balik tersebut menimbulkan dalam diri anak sejenis pengharapan dan rasa percaya yang organismik dan aman, boleh dipercayai dan diandalkan.[34]
Tahap kepercayaan awal yang elementer ditandai oleh cita rasa yang bersifat praveral terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan setia yang elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh sang bayi. Tentu saja sikap lingkungan yang menerima atau menolak itu, sangatlah penting bagi terbentuknya rasa kesatuan organik adaptif yang mesra antara bayi dan lingkungan.[35]
v  Kepercayaan Intuitive-Projektive (Masa Kanak-kanak, 3-7 Tahun)
Tahap ini membuat kepekaan anak terhadap dunia misteri dan yang Ilahi serta tanda-tanda nyata kekuasaan. Karena anak-anak sungguh-sunggh memperhatikan segala gerak isyarat, upacara dan kata-kata yang digunakan oleh orang-orang dewasa untuk mengungkapkan kepercayaan mereka, maka kemampuan dan minat anak terhadap misteri dan yang suci diarahkan dan dibina oleh persepsinya mengenai pandangan dan keyakinan religius orang dewasa. Dunia gambaran dan imajinasi ini menguasai seluruh hidup afektif dan kognitif yang mendasari pola kepercayaan si anak. Gambaran-gambaran tersebut menjadi kuat, bertahan lama dan tetap mempengaruhi secara positif atau negatif seluruh emosional dan kognitif kepercayaan anak d kemudian hari.[36]
Jenis anak yang kita temukan pada tahap ini adalah anak yang di dorong oleh rasa diri yang terbagi antara keinginan untuk mengekspresikan dorongan hatinya dan ketakutannya akan ancaman hukuman karena kebebasannya yang tanpa batas dan tanpa kekang.
v  Kepercayaan Mitis-Harafiah (Masa Kanak-kanak Usia 7-12 Tahun)
Pada tahap ini anak mulai belajar melepaskan diri dari sikap egosentrismenya, mulai membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain, serta memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain. Anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan kategori-kateori baru. Orang tua masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya khususnya dalam cerita, keyakinan, kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok keanggotanya, maka usia anak sekolah mulai berangsur-angsur menempatkan diri ke dalam perspektif orang lain serta mengambil alihnya. Yang paling digemari anak pada tahap ini, anak menjadi senang penutur dongeng (mitos) yang sungguh-sungguh. Anak berfikir secara konkret tanpa merefleksikan lebih lanjut tindakan berfikirnya.
Berkat daya logika baru dan pengambilan perspektif orang lain tersebut, maka anak sanggup memeriksa dan menguji gambaran serta pandangan religiusnya dengan tolak ukur logikanya sendiri, pengecekan atau pengamatannya, dan pandangan religius orang dewasa yang diandalkannya sebagai sumber autoritas. Pada tingkat moral, anak belum mampu menyusun dunia batin yaitu seluruh perasaan, sikap dan proses penuntut batiniah, yang dimiliki dirinya sendiri. Apabila ia mau mengreti tatanan moral, kenyataan dan hidup, maka ia bersandar pada struktur-struktur ekstern sikap kejujuran dan mengandalkan orang dewasa yang masih dipandang sebagai instansi wibawa moral. Pandangan moralnya menuntut bahwa yang baik harus dihadiahi dan yang jahat harus dihukum. Pada tahap ini ceritalah yang menjadi sarana utama seseorang untuk mengumpulkan berbagai arti menurut sifat keterkaitannya dan untuk membentuk pendapatnya.
v  Kepercayaan Sintetis-Konvensional Masa Adolesen dan Seterusnya, (Usia 12 Tahun sampai Sekitar 20 Tahun)
Disekitar umur 12 tahun, seseorang biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu perasi-operasi formal, maka seseorang mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal balik”. Yang perlu ialah mengintegrasikan segalagambaran diri yang begitu berbeda supaya menjadi satu identitas diri yang koheren. Maka tugas paling pokok tahap ini adalah supaya menciptakan sintesis identitas. Oleh sebab itu tahap ini disebut “sintetis”. Soal identitas dan diri batiniah, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, menjadi topik paling mengasyikan bagi remaja. Seluk beluk kepribadian, gaya dan sisinya menjadi titik perhatian mereka. Gambaran diri itu di bangun dalam ketergantungannya pada orang lain yang berarti baginya. Remaja mendapatkan suatu kumpulan nilai, gambaran relligius, dan keyakinan kepercayaan baginya kriteria adalah fakta bahwa segala nilai, norma, dan keyakinan religius tersebut disahkan para anggota kelompok yang bernilai baginya.
v  Kepercayaan Individual-Reflektif (Usia 20 Tahun ke Atas- Awal Masa Dewasa)
Disini orang mengalami suatu perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya. Orang dewasa muda tidak lagi berhasil mengatasi semua masalah dengan pola pikir konvensional. Pola dasar kepercayaan ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai(religius) lama. Pribadi sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggung jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan baginya untuk meningkatkan diri dengan cara menunjukkan kesetiaan pada seluruh hubungan dan panggilan tugas. Perubahan akibat struktur berfikir itu yang pertama pada tahap itu yang pertama pada tahap ini muncul suatu kesadaran jelas tentang identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri di perjuangkan jenis kemandirian baru. Perubahan penting yang kedua ialah orang dewasa muda mulai mengajukan pertanyaan kritis mengenai keseuruhan nilai dan pandangan hidup.
v  Kepercayaan Konjungktif (Usia 35 Tahun ke Atas)
Kepercayaan konjungtif timbul pada masa usia 35 tahun keatas. Perhatian utama pada tahap ini ditunjukkan pada upaya membuat hidupnya lebih utuh, ia lebih peka terhadap fakta bahwa hidupnya merupakan anugrah pemberian daripada hasil rasional kita sendiri. Batas-batas sistem pandangan hidup teridentitas diri yang jelas, kaku, dan tertutup, kini menjadi runtuh. Tahap ini ditandai oleh sesuatu keterbukaan dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks, dan ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan terwujud apabila paradoks dan sebagainnya itu diakui dan diungkap dalam bentuk pemikiran dialektis. Orang mencari berbagai cara dan daya untuk mempersatukan pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam pikiran dan pengalamannya, karna sadar bahwa manusia membuka sebuah tafsiran majemuk terhadap kenyataan multidimensional.
Peribadi ini mencoba mengolah kembali, memperbaiki, dan memperluas seluruh kebenaran yang diresapkannya pada masa kanak-kanaknya sendiri, tetapi juga sunguh-sungguh menghargai orang lain yang asing sebagai pemilik kebenaran baru. Tahap ini tidak menyediakan tempat bagi sikap sukuisme kelompok yang religius dan homogen dan tertutup atau niat untuk mengadakan perdebatan. 
v  Kepercayaan Universalitas (Usia 45 Tahun ke Atas)
Kepercayaan yang mengacu pada Universalitas dapat berkembang pada umur 45 tahun ke atas. Pribadi ini berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan dan kehidupan yang mutlak. Pada tahap ini pribadi melampaui tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berakar pada kesatuan yang ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang terdalam. Idenifikasi dan partisipasi dengan yang ultim sebagai dasar dan sumber segala yang hidup menjadi mungkin, karena pribadi berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan, dan tolak ukur kehidupan yang mutlak. Visi tanggung jawab universal mendorongnya untuk membaktikan seluruh diri penuh cinta kasih dalam berbagai macam keterlibatan etis dan kreatif, misalnya tekad untuk menyelsaikan perselisihan-perselisihan, mengatasi segala macam penidasan dan situasi yang kurang berperi kemanusiaan, membongkar pandangan picik dan akuistik, serta ide dan idola palsu yang biasanya dianut oleh masyarakat luas.[37]
3.      Perspektif perkembangan iman orang dewasa
Biasanya sesudah sesorang sudah menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di bidang kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih remaja. Setelah ia menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan hidup, yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat terjadi bahwa meninggalkan agama yang dianut keluarga, karena mungkin agama tersebut tidak memberi kepuasan kepadanya. Tetapi pada umur 20 tahun periode inilah yang paling tidal religius karena pada masa inilah mereka akan mudah terpengaruh oleh lingkungan mereka, sehingga mereka kurang meminati agama dan tak jarang pergi kegereja atau sikap acuh tak acuh terhadap ibadat.
Apibala sesorang sudah berkeluarga, umumnya ia akan kembali kepada agama atau setidaknya ia tampak menaruh cukup perhatian. Ia merasa bahwa mengajarkan dasar agama pada anak-anaknya.[38]
a.      Dewasa dini (usia 18-34 tahun)
Dalam konteks hubungan orang dewasa kaum muda, bimbingan rohani merupakan dialog yang mengundang kaum muda untuk menyadari, mengerti dan menjawab panggilan Yesus dalam konteks pengalaman pribadi dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi orang muda sangat dipengaruhi oleh masalah-masalah perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Bimbingan rohani bagi kaum muda bertujuan mengembangkan adanya kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam aktivitas hidup sehari-hari kaum muda, yakni dalam karya bermain,dalam studi, dalam pergaulan ataupun dalam pengalaman apa saja.[39]
Dalam peningkatan iman orang dewasa pada usia dini perlu sekali pembelajaran yaitu dengan cara:
a.       Pengenalan akan Allah, sangat sentral dalam kehidupan kristen. sebagaimana diajarkan Alkitab, pengenalan akan Allah merupakan panggilan dan tujuan hidup manusia.
b.      Pandangan mengenai kedudukan dan fungsi Alkitab. Jadikan alkitab sebagai alat pengajaran, alkitab digunakan sebagai ‘metafora’ dalam upaya menyampaikan nilai-nilai moral, etis dan spritual.
c.       Pengenalan terhadap Yesus Kristus. Menurut alkitab Yesus adalah ‘manusia ideal’ yang mampu membawa manusia mencapai pemulihan keutuhan. Ia adalah sumber kedamaian batin serta kekuatan spritual dan mental dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari.[40]
b.      Dewasa Madya (usia 35-60 tahun)
Orang dewasa pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri, mempunyai rasa identitas individual. Orang dewasa lebih banyak memiliki pengalaman dari pada anak-anak. Tiap orang dewasa masih perlu bertumbuh dalam kedewasaan kepribadian dan kedewasaan imannya. Menurut Efesus 4:15, tiap orang dewasa masih perlu ‘bertumbuh didalam segala hal kearah Dia’. Kedewasaan bukanlah sesuatu yang bisa dicapai sekaligus, melainkan sesuatu yang masih harus berkembang dalam proses waktu panjang. Dewasa secara fisik dan usia belum berarti dewasa secara kepribadian, moral dan kepercayaan. Begitupula kedewasaan dalam iman perlu adanya pembekalan samapai kita semua telah mencapai kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.[41]
Orang dewasa masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka dapat hidup sebagai orang Kristen yang dapat bertanggung jawab dalam dunia karjanya. Orang dewasa adalah orang yang setia dan bertanggung jawab. Orang dewasa setia kepada janji, tujuan, prinsip, dan imannya. Karna itu kedewasaan bukan soal umur atau ‘kurun waktu menjadi kristen’ namun soal sikap, khususnya sikap setia (konsekwen dan konsisten) terhadap janji,prinsip,tujuan,cita-cita dan iman.[42]
c.       Dewasa lanjut ( usia 60 tahun keatas)
Iman orang dewasa lanjut usia sangatlah penting untuk di tingkatkan karena dalam kehidupan sehari-hari lansia adalah conoh teladan bagi generasi yang dibawahnya. Seperti seorang anak mempunyai kecenderungan yang besar untuk belajardan mengikuti setiap kebijakan orang tuanya, begitulah dari posisi lansia ditengah kehidupan sosialnya. Ia adalah panutan dan tempat orang meminta nasihat, untuk memelihara pertumbuhan iman bagi orang yang lenjut usia dapat diadakan penbelajaran Pak melalui gereja.[43]
Proses pendewasaan diri dalam kristus dapat terus maju walaupun orang semakin tua, karna Kristus selalu bersama kita menarik kita agar semakin dekat dengannya. Kristus senantiasa menawarkan anugrahNya agar kita semakin bertumbuh didalam kasih terhadap Tuhan dan sesama.[44]
2.2.6.      PAK dan Pendidikan Nilai Orang Dewasa
1.      Pengertian Pendidikan
Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu.  Sedangkan menurut Kamus Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatiha.
Pendidikan dapat diperoleh baik secara formal dan non formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau kementtrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang dialami atau dipelajari dari orang lain. [45]
2.      Tujuan Pendidikan
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan bangsa.
Berdasarkan MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945. 
Berdasarkan UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[46]
3.      Pengertian Nilai
Nilai merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, dan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis.[47] Nilai merupakan suatu ide sebuah konsep mengenai sesuatu yang dianggap penting dalam kehidupan. Ketika seseorang menilai sesuatu ia menganggap sesuatu tersebut berharga untuk dimiliki, berharga untuk dikerjakan, atau berharga untuk dicoba maupun untuk diperoleh. Studi tentang nilai biasanya terbagi ke dalam area estetik dan etik. Estetik berhubungan erat dengan studi dan justifikasi terhadap sesuatu yang dianggap indah oleh manusia apa yang mereka nikmati. Etik merupakan studi dan justifikasi dari tingkah laku bagaimana orang berperilaku. Dasar dari studi etik adalah pertanyaan mengenai moral yang merupakan suatu refleksi pertimbangan mengenai sesuatu yang dianggap benar atau salah.”[48]
4.      Pengertian Nilai Menurut Tokoh[49]
1.      Gordon Allport mendefinisikan nilai sebagai sebuah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.
2.      Kupperman mendefinisikan nilai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
3.      Kluckhohn berpendapat bahwa nilai adalah konsepsi dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan.
4.      Mulyana mengatakan bahwa nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.
5.      Ciri- ciri Nilai
Ciri-ciri nilai Menurut bambang daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut:
a.        Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat di tangkap melalui panca indra. Tetapi ada).
Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia. Misalnya, manusia mengakui adanya keindahan. Akan tetapi, keindahan sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat diindra). Yang dapat diindra adalah objek yang memiliki nilai keindahan itu. Misalnya, lukisan atau pemandangan.
b.      Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).
Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oelh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang baik dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan. Keadilan sebagai nilai adalah alternatif.
c.       Berfungsi sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).
Nilai menjadikan manusia terdrong untuk melakukan tindakan agar harapan yang terwujud dalam kehidupannya. Nilai diharapkan manusia seagai mendorong amnusia berbuat. Misalnya, siswa berharap akan kepandaian. Maka siswa melakukan berbagai kegiatan agar pandai. Kegiatan manusia pada dasarnya digerakkan atau didorong oleh nilai.[50]
5.      Hakikat Nilai[51]
1.      Nilai sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri.
2.      Nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal.
3.      Nilai-nilai merupakan unsur –unsur objektif yang mneyusun kenyataan.  Sedangkan menurut Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai berikut: menurut teori voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
6.      Fungsi Dasar Pendidikan Orang Dewasa
Fungsi dasar pendidikan orang dewasa adalah instruksi, konseling, perkembangan program dan administrasi. Proses pengembangan program melibatkan penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan mengeksekusi keputusan yang diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memposisikan dan mengevaluasi hasil. Keunikan dan keterpusatan fungsi pengembangan program dalam pendidikan orang dewasa berasal dari perbedaan tujuan dan kebutuhan pendidik orang dewasa.
Sebuah upaya dilakukan untuk mempertemukan bermacam-macam perubahan individu dan kebutuhan kelompok walaupun berupa program jangka pendek. Hal ini mengikuti pernyataan bahwa pendidikan orang dewasa lebih distandarisasi seperti dalam program remidi atau kesempatan kedua yang mensejajarkan kurikulum pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program tidaklah begitu penting.[52]
7.      Tujuan Pendidikan Nilai Orang Dewasa
Houle (1972), menggambarkan enam orientasi yang dipegang oleh pendidik orang dewasa, yaitu:
1.      Memusatkan pada tujuan.
2.      Memenuhi kebutuhan dan minat.
3.      Menyerupai sekolahan.
4.      Menguatkan kepemimpinan.
5.      Mengembangkan lembaga pendidikan orang dewasa.
6.      Meningkatkan informalisasi.
Bergeivin mengemukakan tujuan pendidikan orang dewasa sebagai berikut:
1.      Membantu pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup.
2.      Membantu pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan hubungan interpersonalnya.
3.      Membantu mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education.
4.      Memberikan kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses pematangan secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran.
5.      Memberikan kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
Dalam Living Values Education (2004: 1) dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah: “to help individual think about and reflect on different values and the practical implications of expressing them in relation to them selves, other, the community, and the world at large, to inspire individuals to choose their own personal, social, moral and spiritual values and be aware of practical methods for developing anf deepening them”.
Lorraine (1996: 9) pun berpendapat: “in the teaching learning of value education should emphasizing on the establishing and guiding student in internalizing and practing good habits and behaviour in their everyday life as a citizen and as a member of society”.
Adapun tujuan Pendidikan Nilai menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184) adalah untuk membantu peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas berfikir dan perasaannya. Sementara itu, Hill (1991: 80) meyakini bahwa Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati dan mengamalkan nilai sesuai dengan keyakinan agamanya, konsesus masyarakatnya dan nilai moral universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya.
Secara sederhana, Suparno (2002: 75) melihat bahwa tujuan Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000: 8) dan Mulyana (2004: 119) menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam kehidupan mereka.
Dalam proses Pendidikan Nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti dikemukakan komite APEID (Asia and The Pasific Programme of Education Innovation for Development), Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk:
1.      menerapkan pembentukan nilai kepada anak,
2.      menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
3.      membimbing perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan perilaku-perilaku yang bernilai (UNESCO, 1994).[53]



2.2.7.      PAK dan Moral Orang Dewasa
1.      Definisi Moral
Pegertian moral secara umum adalah suatu hukum tingkah laku yang di terapkan kepada setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan tetangga tau perkumpulannya dengan benar dan agar terjalin rasa hormat dan menghormati. Moral ini perlu di tanamkan sejak kecil oleh orang tua dan lingkungan agar masa depan generasi kita menjadi anak yang bermoral baik dan dapat di terima dengan baik di masyarakat luas.[54]
2.      Perbedaan Akhlak, Etika, dan Moral[55]
Secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu, bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat menghargai tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak menghargai tamu, tentu akan selalu menghargai tamunya.
 Sedangkan etika seperti yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki Hajar Dewantara menurutnya adalah cabang ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Adapun moral secara terminologi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
3.      Ciri- ciri Moral[56]
a.       Bertanggungjawab berkaitan dengan tanggung jawab kita.
Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khususnya menandai nilai moral ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggungjawab. Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggungjawab.
b.      Berkaitan dengan hati nurani
Semua nilai minat untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam himbauan. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani.
c.       Mewajibkan
Berhubungan erat dengan nilai-nilai moral yang mewajibkan kita untuk tidak bisa tawar-menawar (absolut).
d.      Bersifat Formal
Nilai moral bukanlah merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja di samping jenis-jenis nilai lainnya. Biarpun nilai-nilai moral merupakan nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lainnya, seperti sudah menjadi jelas dari analisa sebelumnya, namun itu tidak berarti bahwa nilai ini menduduki jenjang teratas dari suatu hirearki nilai-nilai.
e.       Norma Moral
Ada banyak sekali macam norma, misalnya ada norma yang menyangkut benda dan norma lain yang menyangkut tingkah laku manusia. Ada 3 macam norma umum yaitu: norma kesopanan atau norma etiket, norma hukum dan norma moral.
4.      Penggolongan Moral[57]
Wujud nilai Moral dikategorikan menjadi empat macam, yaitu:
1.      Nilai moral yang tercermin dari sikap manusia terhadap Tuhan.
2.      Nilai moral yang tercermin dari sikap manusia terhadap sesama.
3.      Nilai moral yang tercermin dari sikap manusia terhadap diri sendiri.
4.      Nilai moral yang tercermin dari sikap manusia terhadap lingkungan
5.      Teori Perkembangan Moral[58]
Teori perkembangannya berkenaan moral adalah berdasarkan pemikiran ahli psikologi Swiss yaitu Jean Piaget dan ahli falsafah Amerika-John Dewey. Kohlberg percaya dan berupaya membuktikan kesasihan teori ini melalui kajiannya yaitu manusia mencapai kemajuan moral berdasarkan beberapa peringkat:
Tahap
Peringkat
Orientasi Sosial
Tahap 1
Pra konvensional
1
2
Pematuhan dan Hukuman
Individualisasi, Instrumentalisasi, Pertukaran,
Tahap 2
Konvensional
3
4
Anak-anak yang Baik
Undang-undang dan Perintah
Tahap 3
Pasca Konvensional
5
6
Kontak Sosial
Prinsip Kata Hati
Keterangan:
Tahap Pertama: Secara amnya, pemikiran moral ditemui pada tahap sekolah rendah. Dalam peringkat pertama tahap ini, kelakuan manusia bergantung pada penerimaan normal masyarakat karena mereka diberitahu untuk berlakuan sedemikian oleh sesetengah  pihak seperti ibu bapak ataupun guru. Pematuhan ini disebabkan oleh ugutan atau pun penerapan hukuman. Perinkat kedua dalam tahap ini ditentukan dengan meneliti kelakuan yang betul mengikut keinginan individu itu.
Tahap Kedua: Secara amnya, pemikiran moral ditemui dalam masyarakat. Oleh sebab itu, ia dinamakan kebiasaan atau lazim. Peringkat pertama dalam tahap ini (peringkat 3) ditentukan melalui sikap uang dilakukan bagi mendapatkan persetujuan dari pada orang lain “Anak yang baik”. peringkat kedua diorientasikan untuk akur kepada undang-undang dan menjalankan kewajipan.
Tahap ketiga: Kohlberg merasakan, tahap ketiga pemikiran moral tidak dilalui oleh kebanyakan orang dewasa. Peringkat pertamanya yaitu peringkat 5 adalah berkaitan dengan saling faham-memahami dalam masyarakat dan tumpuan kita kepada kebajikan orang lain. peringkat terakhir yaitu peringkat 6 adalah berdasarkan prinsip sejagat dan keinginan hati individu. Walaupun Kohlberg selalu mempercayai wujudnya peringkat keenam dan mempunyai beberapa penama bagi peringakt itu, namun beliau tetap tidak mempunyai cukup subjek untuk mendefinisikannya. Begitu juga semasa meninjau pergerakan longitudinal mereka mereka dalam peringkat itu.
6.      Perkembangan Moral Dewasa Awal, Madya, dan Akhir
Masa dewasa awal selalu memiliki keinginan untuk bisa mengikuti nilai-nilai adat istiadat yang berlaku, namun sering kali dewasa awal belum bisa mengikuti nilai tersebut secara sempurna. Pada masa dewasa sudah lebih banyak mengetahui tentang yang baik dan buruk yang di dukung pengalaman-pengalaman dan ajaran-ajaran yang telah diterima pada masa lalu sehingga dapat dikembangkan pada masa dewasa. Masa dewasa madya sangat menghargai adat istiadat dan daya tariknya lebih tinggi sehingga mulai terlihat di dewasa akhir.[59]
7.      Teknik Penyampaian Moral
Teknik penyampaian moral dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
1.      Teknik Penyampaian Bersifat Langsung
Teknik ini dilakukan melalui pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian. Pengarang menyampaikan nilai moral secara langsung dan eksplisit. Teknik secara langsung ini bersifat mengganti pembaca. Karena pengarang secara langsung memberikan petuahnya kepada pembaca.
2.      Teknik Penyampaian Secara Tidak Langsung
Teknik secara tidak langsung ini dapat dilakukan  melalui sikap dan tingkah laku tokoh dalam menghadapi peristiwa konflik, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal maupun terjadi dalam pikiran dan perasaan. Dalam teknik ini pembaca berusaha untuk menemukan, merenungkan, dan menhayati nilai norma yang terkandung dalam karya sastra.
8.      Hukum Moral dalam Kitab Injil
a.Perjanjian Lama[60]
           Dalam PL dapat ditemukan himpunan hukum-hukum moral, seperti keluaran 21-23; seluruh kitab Ulangan, Imamat 17-26; 1-17; Bilangan 28-29. Beberapa cirri khas hukum moral dalam PL:
1.   Hukum moral bukan “realitas” terpisah, melainkan buah perjanjian antara Yahweh dengan manusia. Hukum ini dipandang sebagai simbol kedekatan dan keeratan relasi antara Allah dan manusia.
2.   Hukum moral mengungkapkan pilihan Yahweh atas Israel.
3.   Hukum moral menuntut ketaatan.
b.      Perjanjian Baru[61]
             Dalam PB, pembicaraan tentang hukum moral umumnya langsung dikaitkan dengan Perintah Cinta Kasih dari Yesus Kristus (Mat. 11:34-40; Mrk. 12:28-34; Luk 10:25-28; Yoh. 13:34-35), kendati masih terdapat sejumlah hukum moral lain dalam PB. Perintah ini dianggap sebagi jantung semua hukum. Lalu, bagaimanakah hubungan perintah cinta kasih dengan hukum Musa? Apakah pertanyaan ini terkait dengan kewajiban untuk melaksanakan Hukum Musa atau tidak? (Kis. 15:1-29). Keputusannya, Hukum Musa tidak lagi mengikat orang-orang Kristen. Namun, jawaban ini tidak dengan sendirinya mengakhiri kebingungan controversial tentang hubungan cinta kasih dengan Hukum Taurat (Gal. 3:1-5:26; 2 Pet 3:14-18). 
9.      Hubungan Iman Kristen dengan Moral
Relasi antara manusia dengan Allah baru menjadi nyata, jika manusia tidak hanya menggemakan semata-mata sapaan Allah, melainkan memberikan jawaban yang berasal dari pengahayatan diri manusia yang bertanggungjawab, juga dalam relasinya dengan Allah. dalam rangka hubungan wahyu-iman (jawaban atau ketaatan iman), perbuatan moral diangkat menjadi perwujudan iman. Perbuatan moral orang beriman juga tidak dimaksudkan sebagai sumbangan iman dalam usaha untuk memperbaiki dan menyempurnakan dunia. Dalam rangka iman, perbuatan moral perlu, supaya senyatanya terjadi relasi antara Allah yang mewahyukan Diri dan manusia yang dipanggil-Nya. dalam rangka iman, perbuatan moral manusia menjadi sangat penting: supaya iman terwujudkan. Bagi orang beriman, perbuatan moral lebih dari pada hanya penerapan iman dalam hidup sehari-hari, dan lebih dari pada hanya konsekuensi dari keyakinan iman. Maka biasanya iman sebagai jawaban manusia dalam relasinya dengan Allah mendapat, yaitu kenyataannya dan kesungguhannya dalam perbuatan hidup secular. Dan perbuatan agama (hanyalah) pancingan atau panggilan untuk mewujudkan iman, ataupun (hanyalah) mengungkapkan relasi yang (sudah) terbentuk dalam perbuatan-perbuatan hidup. Dengan kepercayaan dasar yang secara implisit terlaksana dalam perbuatan moral, perbuatan moral dapat diangkat dalam hubungan rahmat dan iman dan munkin menjadi pelaksanaan kepercayaan dan penyerahan akan Allah yang Transenden, yang memanggil manusia. Kepercayaan dasar dan keterarahan kepada Nan-Transenden merupakan salah satu sifat dasar dari perbuatan atau kesadaran moral manusia. Kepercayaan dasar itu adalah cirri dari suatu usaha manusia dan sambil menghayati usaha tersebut, manusia mencari Allah dan dalam arti tertentu “samapai pada” Allah. Perbuatan moral orang Kristen yang mewujudkan relasi iman yang berpangkal dari Allah dan menuju kepada Allah, merupakan perwujudan iman dan tetap bersifat sekular.
Dalam iman, manusia menyerahkan diri secara total kepada Allah, yang diakui sebagai nilai tertinggi dan mutlak, dan oleh karena itu iman sebagai penyerahan itu adalah pasti. Kemantapan iman ini dapat memperoleh wujud dalam kemantapan moral. Namun kemantapan moral itu bukan “nekat” melainkan pertama-tama sikap lepas bebas terhadap segala nilai yang bersifat terbatas dan sementara baru selanjutnya kemantapan moral merupakan juga commitment yang pasti, yang diberikan dalam usaha setiap hari, kendati disadari keterbatasannya.
10.  Peran PAK dalam Membentuk Moralitas Orang Dewasa
Pendidikan Agama Kristen terhadap orang dewasa untuk membantu hidup sebagaimana Kristus menghendaki. Pendidikan Agama Kristen harus mampu mendorong agar iman bukan hanya sebatas pemaham doktrin tentang Tuhan dan perbuatannya, tetapi nyata dalam praktek kehidupan sehari-hari. PAK juga berperan aktif dalam merubah moral agar lebih baik.





III.             Pengajaran PAK untuk Orang Dewasa
3.1.HOOK
3.1.1.       Attention          : Dewasa Awal (18-34 tahun)
3.1.2.      Durasi                : 120 Menit
·         5 Menit           : Nyanyian dan Doa Pembuka
·         5 Menit           : Memperkenalkan Diri (Pengajar)
·         10 Menit         : Perkenalan Diri Katekumen (25 Jiwa)
·         30 Menit         : Penjelasan Tema
·         15 Menit         : Memberi Catatan Untuk Katekumen
·         30 Menit         : Penerapan Metode
·         10 Menit         : Menonton Film (Perenungan mengenai Trinitas :Tiga dalam Satu)https://www.youtube.com/watch?v=Z5hGju1tW8s  Simple Theology” Durasi film : 10:37
·         5 Menit           : Penjelasan Film
·         5 Menit           : Mengajukan Pertanyaan Untuk Katekumen
·         5 Menit           :Nyanyian dan Doa Penutup
3.1.3.      Tema                 : Trinitatis (Dogma)
3.1.4.      Teks/ Bahan Pengajaran         : (Ulangan 6: 4)
Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa
3.1.5.       Tujuan :
1.      Agar Katekumen dapat menceritakan pentingnya pendidikan yang ada di Gereja.
2.      Agar Katekumen tidak salah paham tentang Allah.
3.      Agar Katekumen dapat menuliskan Keesaan Allah.
4.      Agar Katekumen dapat mengenali, mengetahui, mengerti, dan memahami tentang diri-Nya, hakikat-Nya, wujud-Nya dan fungsi dari Allah.
3.1.6.      Penjelasan Teks& Tema:
Orang Kristen mengakui dan menyaksikan bahwa Tuhan itu adalah Esa, “Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa” (Ul. 6: 4; Mrk 12: 29), tidak ada Allah lain selain Dia (Kel.20:3; Ul. 5: 7). Allah yang Esa itu kita sebut Allah Tritunggal (Trinitas) yaitu Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh. Istilah Tritunggal atau Trinitas adalah ungkapan iman yang dibahasakan sesuai dengan cara berpikir manusia pada waktu itu, dengan maksud untuk menjelaskan keberedaan Allah yang tidak kelihatan (yang tidak dapat dilihat oleh mata kepala manusia) agar menjadi konkret didalam berbagai perbuatan-Nya.
Dalam fasal yang lalu kita belum membicarakan rahasia Allah yang paling dalam. Rahasia itu ialah bahwa Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Tuduhan bahwa Allah-nya orang Kristen ada tiga, adalah hasil kesalahpahaman.Bapa, Anak, dan Roh Kudus, ketiga-tiganya adalah sehakekat, yakni hakekat Ilahi. Mereka adalah satu hakekat. Hal ini sering disebutkan dalam Alkitab, Waktu Tuhan Yesus dibaptiskan, kita mendengar suara Bapa: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan”(Matius 3:17).
Diketahui bahwa istilah Tritunggal atau Trinitas memang bukan istilah Alkitab. Namun demikian makna dan pemahaman yang terkandung didalam Trinitas atau Tritunggal itu sudah ada didalam alkitab. Istilah itu pertama sekali diungkapkan Tertulianus untuk merumuskan kepercayaan terhadap Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Mengenai Perjanjian Baru, selanjutnya dapat disebut Mat:28:9, sebuah rumusan yang diucapakan pada pelayanan Baptisan Kudus. Dalam 1 Kor 12: 4-6 dan Ef 4 :4-6 Paulus berkata tentang Roh, Kyrios (Tuhan Yesus) dan Allah Bapa. Contoh-contoh lain dari kesatuan Bapa, Anak dan Roh Kudus banyak sekali terdapat di Perjanjian Baru, terutama didalam Injil Yohanes. Yohanes 1.1 menyatakan “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”. Beberapa ayat kemudian, penulis Injil tersebut menunjukan bahwa Firman mengacu kepada Yesus. Yesus menegaskan, “Aku dan Bapa adalah satu”(Yoh 10:30) dan berkata bahwa setiap orang yang telah melihat-Nya, telah meilihat Bapa (Yoh 14:9). Dia berkata bahwa Bapa akan mengirimkan Roh Kudus dalam nama-Nya (Yoh 14:26), dan ketika Roh Kudus datang, Dia akan memuliakan-Nya (Yoh 16:13-14).
Trinitas yang bersifat “ekonomis” dan “berzejarah-keselamatan” ini dapat dimengerti juga sebagai trinitas yang imanen. Kasih yang didalam trinitas Allah sendiri adalah syarat kasih-Nya terhadap kita. Hanya karena Allah adalah kasih, maka Dia berbuat kasih. Kasih itu adalah hakikat-Nya sendiri, bukanlah sesuatu yang ditambahkan pada hakikat-Nya”.
Seperti yang dikatakan Hosea 6: 3 “Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.Itu lah sebabnya kita dengan segala kerendahan diri harus berusaha untuk mengenal Allah. Allah menyatakan diri-Nya berarti Allah menunjukkan diri-Nya untuk maksud memperkenalkan diri-Nya agar manusia dapat mengenali, mengetahui, mengerti dan memahami tentang diri-Nya, hakekat-Nya, wujud-Nya dan fungsi-Nya. Bagaimana atau dengan cara apa Allah telah menyatakan diri-Nya? Atau bagaimanakah manusia dapat mengetahui dan mengenali Allah?
Pernyataan Allah tentang diri-Nya
a.      Allah Bapa
Allah itu juga disebut dengan Allah Bapa. Manusia tidak mungkin dapat mengenal, mengetahui dan menemui Allah dengan keberadaan diri-Nya sendiri. Pengenalan manusia terhadap Allah hanyalah sepanjang Allah mau menyatakan diri-Nya sendiri, memperkenalkan keberadaan-Nya, yang dinyatakan kepada manusia, baik secara langsung maupun secara tidak langsung (melalui penciptaan alam semesta beserta isinya, atau melalui peristiwa alam). Di dalam Alkitab disaksikan bahwa Allah itu disebut Bapa bagi bangsa Israel (Ul. 32:6; Yes. 63:16) atau Bapa dari semua orang percaya (Mat. 6:9-10; Gal 4: 21) yang menunjukaan kasih yang besar kepada umat-Nya. Yesus selalu menyebut Allah itu dengan “Bapa” (Mat 6:6+9). Tuhan Allah yang sejak dahulu disebut dengan sebutan “Bapa” yang adalah “pencipta” dan “penebus” Israel seperti seorang yang mendukung anaknya (Ul. 1:31) atau yang mengajari anaknya (Ul. 8:5)
b.      Yesus Kristus
Allah itu juga disebut Allah yang menjelma menjadi manusia, Firman yang menjadi daging (Yoh.1:14), atau disebut sebagai “Anak” (Yoh.3:16) yang disebut Yesus Kristus. Yesus Kristus disebut “Anak Tunggal” dari Allah Bapa dan pribadi kedua dari Allah Bapa, Ia adalah Anak yang kekal, sebagai Allah yang hadir ditengah-tengah kita. Yesus Kristus adalah Anak Allah yang telah mengorbankan diri-Nya, di mana Ia rela mati di kayu salib, dikuburkan dann bangkit pada hari ketiga untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya. Yesus Kristus adalah sungguh-sungguh Allah tetapi juga sungguh-sungguh manusia, Anak Allah yang tunggal, Tuhan kita yang telah menjelma menjadi manusia.
c.       Roh Kudus
Roh Kudus adalah pribadi ketiga dari Allah, sebagai Allah di dalam kita. Roh Kudus berfungsi untuk menghibur, membimbing dan mengajar kita (lih. Yoh. 16). Allah juga menampakkan diri dan berkarya melalui Roh-Nya, yang secara konkret dipahami dan dialami orang beriman melalui kehadiran Roh Kudus di dalam kehidupan gereja maupun didalam dirinya. Roh Kudus berperan membentuk pola hidup moral dan etis manusia. Barangsiapa yang hidup di dalam Roh, berarti Roh Kudus hadir di dalam kehidupannya. Dengan demikian Roh Kudus turut membentuk perilaku, perbuatan, ucapan, pikiran seseorang.
Hakikat Allah
a.      Allah itu Esa
Allah itu Esa (Ul. 6:4): Allah yang disembah oleh orang Kristen adalah satu (Mat.2:15;Mrk.12:29+32;1Kor.8:4; 1Tim.2 :5; Yud.1:25), tidak ada Allah yang lain selain Dia yaitu TUHAN (Ul.32:39). Sekalipun ada tiga wujud (pribadi)-Nya yaitu Bapa, Anak dan Roh, ketiganya adalah satu. Allah yang menciptakan itulah yang datang dan berinkarnasi dengan mengambil rupa manusia (Yoj. 1:14), dan Ia adalah juga Roh (Yoh.4:24;Kej. 1:2).
b.      Allah itu Mahatinggi
Allah itu Mahatinggi: Hakikat Allah itu disebut Mahatinggi (Mzm.89:28;Yes. 5:16) sebab Dia adalah tinggi luhur (Kel.15:1+21).Tak sesuatu pun dan tiada seorang pun yang dapat melampaui Tuhan. Dialah yang Mahatinggi dan yang selalu berada diatas segala sesuatu, kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu. (Mzm. 103 :19).
c.       Allah itu MahaKudus
Allah itu Mahakudus: Secara khusus dalm kitab Imamat dinyatakanj secara berulang-ulang bahwa Tuhan itu adalah kudus (Im. 11:4419:2,20:26)atau yang Mahakudus (Yes. 12:6; 30:15). Kata “kudus” memberi arti bahwa Allah terpisah atau sangat berbeda dari semua ciptaan. Tidak ada diseluruh dunia ini yang sama dengan Dia.
d.      Allah itu Kekal
Allah itu kekal: Allah itu disebut Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir (Yes.44 :6; Why 1:8; 21:6; 22-13), yaitu Allah yang tidak berawal dan yang tidak berakhir (Yes. 41:4).
e.       Allah itu Mahakuasa
Allah itu Mahakuasa: Allah itu disebut Allah yang Mahakuasa yang melebihi segala kuasa yang pada seluruh ciptaan (Yes.40:26). Kekuasaan-Nya dapat menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Kej.1-2), Dialah yang menciptakan manusia (Kej. 1:26-29).
Saya akan memberi sebuah ilustrasi. Alkisah, suatu hari Agustinus (354-430), seorang pemimpin gereja mula- mula, berjalan-jalan di tepi laut sambil memikirkan misteri Trinitas. Di sana ia melihat seorang anak kecil sedang bermain kerang laut. Anak itu menggali lubang di pasir, berjalan ke arah laut, mengisi kerangnya dengan air, lalu menumpahkan air laut itu ke dalam lubang galiannya.
Agustinus lalu bertanya, “Kamu sedang apa?” Anak lelaki itu menjawab, “Saya mau menuangkan laut ke dalam lubang ini.” Lalu Agustinus berpikir, Sama seperti anak tersebut, itulah yang sedang saya coba lakukan. Misteri Trinitas bagaikan lautan yang tak terbatas. Dan saya tengah berdiri di tepi lautan itu, berusaha memasukkan semua misteri yang tak terbatas tersebut ke dalam pikiran saya yang terbatas.
Konsep Trinitas tidak akan muat jika dimasukkan dalam kerangka logika umum. Juga tidak dapat sepenuhnya dianalisa oleh akal kita. Namun tak ada ada alasan untuk menganggap Trinitas sekadar penemuan para ahli teologi. Pernyataan bahwa Allah Yang Esa menyatakan diri sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus semata-mata adalah usaha untuk menjelaskan ajaran Kitab Suci (Yohanes 10:29,30Kisah Para Rasul 5:3,4).
Mempercayakan hidup kita kepada Trinitas Allah berarti mulai memandang kebesaran-Nya sebagai Pencipta, Penebus, dan Penolong kita dengan kacamata iman. Bukankah masuk akal jika Allah tunggal yang kita sembah, tempat kita menyerahkan hidup kita, pastilah jauh lebih besar daripada pengertian kita yang terbatas?
GAGASAN TENTANG TRINITAS ALLAH MEMBUAT RAGU-RAGU
TETAPI PENGENALAN AKAN DIA MEMUASKAN HATI

3.2.BOOK
3.2.1.      Buku:
·         Alkitab
·         Buku Katekisasi Sidi GKPI (2013)
·         Dogmatika Masa Kini (B.J. Boland, BPK-Gunung Mulia, 1990)
·         Katekisasi Masa Kini (R.J Porter MA, OMF, 2002)
·         Pendidikan Agama Kristen (E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, BPK-GM,1985)
·         Ajarlah Mereka (G.Riemer, OMF, 1998)
·         Pendidikan Nilai Orang Dewasa
3.2.2.      Metode, Media, Cara Pengajaran serta Tujuannya.
Metode
Media
Cara Pengajaran
Tujuan Pengajaran
Skala Pendidikan
-          Spidol
-          Papan Tulis
Metode ini merupakan metode pengantar untuk masuk kedalam tema. Metode ini berguna agar katekumen mengerti bahwa pentingnya pendidikan yang ada di gereja.

Pengajar menggambarkan sebuah skala pendidikan, dimana si pengajar menjelaskan bagian penting si katekumen mendapatkan pendidikan terbesar terletak dibagian mana. Di luar rumah atau di dalam rumah.
Agar Katekumen sadar seberapa pentingnya pendidikan yang ada di dalam dan di luar rumah.
Agar Katekumen dapat mengukur sebenarnya pendidikan mana yang paling banyak didapatkannya, di dalam atau diluar rumah.
Diskusi Kelompok
NoteBook
Pena
Diskusi Kelompok kecil ini caranya adalah si pengajar membagi kelompok (25 jiwa) menjadi 5 kelompok kecil, setelah itu sipengajar memberikan bahan diskusi. Diskusi ini dilakukan atas Bapa sebagai Oknum Pertama, dilanjutkan Anak sebagai Oknum Kedua dan Roh Kudus sebagai Oknum Ketiga.
Diskusi Kelompok Kecil ini diakhiri dengan suatu konklusi atau kesimpulan berdasarkan hasil diskusi dari semua kelompok.
Agar si Katekumen dapat mengemukakan kesimpulan dan contoh-contoh konkrit bagi implikasi dari eksistensi dan peran Allah Tritunggal dalam kepercayaan dan perilaku mahasiswa Kristen pada zaman ini.
1.      Charts (Grafik)
-          Gambar Konsep Trinitas
-          Papan Tulis
Grafik adalah penggambaran data berangka, bertitik, bergaris dan bergambar yang memperlihatkan hubungan timbal balik informasi secara statistik.
Cara penggunaan Metodenya adalah si Pengajar Membuat gambar tentang konsep Trinitas lalu menempelkannya ke papan tulis yang sudah disediakan, lalu menjelaskannya kepada katekumen.

Metode ini saya buat karena secara psikologis ada tipe-tipe manusia. Ada tipe Audio, Visual, Audio-Visual dan Digital. Jadi metode ini saya buat agar Katekumen yang bertipe Audio-Visual dan Digital lebih mengerti lagi tentang konsep Trinitas.
Records Player (Perekam suara)
-          Hp (SmartPhone)
Pengajar sebelum menjelaskan tentang Konsep Trinitas memberikan arahan agar Katekumen menggunkan Hp (SmartPhone) untuk merekam suara (Record) pada saat penjelasan tema.
Pada saat merekam, Katekumen pasti tidak menggunakan Hp (SmartPhone) untuk hal lain. Dan akan meletakan Hp-nya ke tempat yang disediakan. Ini berguna sebagai metode agar katekumen lebih focus mendengarkan/ mengikuti pengajaran yang berlangsung. Dan katekumen akan lebih memperjelas atau mengulangi rekaman tersebut dirumah masing-masing agar lebih memahami konsep Trinitas.
Menonton Film
-          Infocus
-          Laptop
Pengajar memutarkan film singkat mengenai Konsep Trinitas dan menjelaskannya kembali.
Agar katekumen Lebih memahami tentang konsep Trinitas. Dan agar katekumen lebih menangkap apa yang telah disampaikan si pengajar tentang konsep Trinitas.







3.2.3.      Penerpaan Metode dan Medianya
1.      Skala Pendidikan[62]

                    ►SKALA PENDIDIKAN◄
Di Rumah
Setiap Hari oleh Orang tua sendiri.


Famili lain (nenek, paman,bibi, kakak dll)

Di

Sekolah (dasar, menengah,atas)
Luar
Lingkungan
Teman-teman
Rumah

Sekolah Minggu

Gereja
Kaum Pemuda


Kebaktian


Katekisasi


Persekutuan

2.      Diskusi Kelompok





3.      Charts (Grafik)
4.      Record Player
5.      Memutar Film

3.3.LOOK
3.3.1.      Kegiatan pengajaran
a. Memberikan sambutan dan sapaan hangat kepada Katekumen
Pengajar menyambut katekumen dengan ucapan “Syallom, selamat Sore bagi kita?” Pengajar menanyakan kabar Katekumen, dan Pengajar mengajak Katekumen untuk bernyanyi dengan lagu-lagu yang gembira, supaya diawal pertemuan, Katekumen semakin semangat. Lagu tersebut diambil dari, :
Kj no 3: 1 “Kami Puji dengan Riang”
Kami Puji dengan Riang
Dikau Allah yang Besar;
Bagai Bunga T’rima Siang
Hati kami pun Mekar.
                        Kabut Dosa dan Derita,
                        Kebimbangan t’lah lenyap.
Sumber suka yang Abadi,
B’ri sinar-Mu menyerap.
b.Doa pembuka
Untuk doa pembuka, pegajar sudah bisa menyuruh salah satu katekumen untuk mengawali pertemuan/ibadah dalam doa.
c.Penyampaian firman Tuhan/ Pengajaran:(1 Yohanes 5: 7)  “Trinitas”
Si pengajar membacakan Firman Tuhan yang terdapat dalam (1 Yohanes 5: 7), atau bisa juga si pengajar mengajak katekumen untuk membacakan nats tersebut secara Bersama-sama. Dan kemudian si pengajar menjelaskan tentang bagimana penjelasan tentang substansi yang satu dan oknum yang ada tiga; yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus.
d. Penerapan/ Pengaplikasian Metode
Disini Si pengajar akan menerapkan metode-metode yang telah dipersiapkan dari awal sebelum proses pengajaran. Dan disini Katekumen akan berusaha untuk mencari tahu atau lebih menggali lagi Trinitas.

e. Penjelasan /Kesimpulan
Sipengajar akan memberikan kesimpulan dan serta akan memberikan ayat hafalan untuk pertemuan selanjutnya. Dengan ayat 1 Yohanes 5: 7
f. Nyanyian Penutup
      Kj no 2: 1 “Suci,suci,suci”
Suci, suci,suci Tuhan Maha kuasa!
Dikau kami puji di pagi yang teduh
                  Suci,suci, suci, murah dan perkasa,
                  Allah Tritunggal agung nama-Mu.
g. Doa Penutup
      Si pengajar memberikan arahan kepada katekumen untuk memimpin dengan doa. Doa yang dimaksudkan disini adalah doa penutup dan sekaligus doa syafaat. Dan si pengajar mengakhirinya dengan Doa Bapa Kami.
3.4.TOOK
Dari pengajaran diatas diharapkan katekumen mengerti dan tidak memiliki rasa keraguan lagi tentang Trinitas. Dan mereka dapat menjelaskan dan meluruskan kembali tentang kesalahpahaman konsep Trinitas agar mereka menjadi berkat bagi semua orang, dan tidak menjadi batu sandungan bagi semua orang.
MOTTO: “To seek the best for all


IV.             Daftar Pustaka

Sumber Buku:
A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Amril M., Etika dan Pendidikan, Pekanbaru: LSFK2P, 2005
Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, Jakarta: BPK-GM,2003
Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, Surabaya: Usaha Nasional, 1983
B. Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan Kristen, Yogyakarta: ANDI, 1996
Bertens, Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002
Charles M. Shelton SJ, menuju Kedewasaan Kristen, Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988
Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008
Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Rodas Karya, 2015
E.G. Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012
Earl Zeigler, Christian Education of Adults, Philadelphia: The Westminster Press
Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta: IllumiNation, 2013
Elin Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, Cipanas: STT Cipanas, 1999
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980
Elizabeth H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1990
G. Riemer, Ajarlah Mereka, Jakarata: OMF, 1998
H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2009
H. Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2002
Herimanto, Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta: Kanisius
Janse Belandino, Suluh Siswa I, Jakarta: BPK-GM, 2005
Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, Bandung: Bina Media Informasi, 2006
M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, Lombok: Holistica, 2013
Mulyana, R., Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004.
Nawawi, Ahmad, Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal), Bandung: UPI, 2010
RitaL.atkinson, dkk, Pengantar Psikologi Edisi kesebelas, Batam: Interaksara
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2009
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Shahizan Hasan, dkk, Komunikasi Kaunseuling, Bukit Tinggi: PTS Professional, 2005
Sofyan Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, Bandung: Armico,2010
Suprijanto, H, Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
W.A. Geregungan, Psikologi Sosial, Bandung: Retika Aditama, 204
W.J.S. Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006

Sumber Internet:
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral. Diakses pada 24/04/2017 pukul 21:43 WIB.



[1] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[2] Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 17
[3] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[4] H. Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 11
[5] Daniel Numahara, PAK Dewasa, Anggota IKAPIJabar, 2008, 56
[6]B. Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 1996), 151-152
[7] W.J.S. Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 520
[8]Elizabeth H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990),13
[9] H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 1
[10] W.A. Geregungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Retika Aditama, 204), 6
[11] RitaL.atkinson, dkk, Pengantar Psikologi Edisi kesebelas, Batam: Interaksara), 15
[12] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980),2
[13] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 57
[14] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rodas Karya, 2015), 234
[15] Janse Belandino, Suluh Siswa I, (Jakarta: BPK-GM, 2005), 4
[16] Elisabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Erlangga , 1980),246
[17] Elin Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, (Cipanas: STT Cipanas, 1999),136
[18] Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: Rodas Karya, 2015), 237
[19] Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, (Bandung: Bina Media Informasi, 2006), 23.
[20] Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 6.
[22] Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 7.
[23] Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, 22-23.
[24] M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2013), 83.
[25]http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.htmldiakses pada      tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
                [26] http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
                [27] Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IllumiNation, 2013),45
                [28] http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
                [29] Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: IllumiNation, 2013),45
[30] E.G. Homrighausen & Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012), 24.
[31] James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 55281), 70
[32] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 111-113
[33] James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius,55281),96
[34] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39
[35] James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan, 96
[36] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39
[37] A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 39
[38]  A. Supratiknya, Teori Perkembangan Kepercayaan, 23
[39] Charles M. Shelton SJ, menuju Kedewasaan Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988) 42-43
[40] B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen,35-36
[41] Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),113
[42] Daniel Nuhamara, PAK Dewasa, (Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008) 9
[43] Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),217
[44]  B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen,45
[45]http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses pada     tanggal 16 April 2017 pukul 20:10

                [46]http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 21:10
[47] Amril M., Etika dan Pendidikan, (Pekanbaru: LSFK2P, 2005), 5.
[48]Nawawi, Ahmad. (2010). Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal). Bandung: UPI, 4.
[49] Mulyana, R., Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 9.
[50] Herimanto, Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 127-128

[51] Sofyan Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: Armico,2010), 6.
[52] Suprijanto, H, Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi.     (Jakarta : Bumi Aksara, 2007),           35
[53] http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
[55]https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral. Diakses pada 24/04/2017 pukul 21:43 WIB.
[56] Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), 34-36.
                [57]  Andri Wicaksono, Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model Pembelajarannya, 69
                [58] Shahizan Hasan, dkk, Komunikasi Kaunseuling, (Bukit Tinggi: PTS Professional, 2005), 10-12
[59] Earl Zeigler, Christian Education of Adults, (Philadelphia: The Westminster Press), 100.
                [60]Ibid, 104
                [61]Ibid, 107
[62] G. Riemer, Ajarlah Mereka, (Jakarata: OMF, 1998), 18

1 comment:

  1. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip
    100% Memuaskan ^-^

    ReplyDelete

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...