jangan dicopy bulat2 dek
I.
Pendahuluan
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus
Kristus, oleh karena kasih setia-Nya penulis dapat menyelesaikan Buku Bahan
Pengajaran PAK Dewasa ini dalam rangka menyelesaikan Ujian Akhir Semestes Mata
Kuliah PAK Dewasa serta memberikan bahan pengajaran Kepada Gereja GBKP Rg. Pasar Pitu Padang Bulan Medan. Serta penulis
menyampaikan terima Kasih kepada Dosen Dr. Setia Ulina Br Tarigan yang selalu
membimbing dan memberi pengajaran dalam menyelesaikan Tugas ini. Akhir Kata Semoga buku yang sederhana ini
berguna bagi para pembaca sekalian. Terima Kasih
II.
Pembahasan
2.1.
Dewasa
2.1.1.
Pengertian
Orang Dewasa
Istilah “adult” berasal dari kata kerja Latin, seperti juga istilah “adolescene-adolescere”, yang berarti
tumbuh menjadi kedewasaan. Akan tetapi kata adult
berasal dari bentuk lampau participle dari
kata kerja adultus yang berarti telah
tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa.
Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukannya dalam masyarakat bersama dengan
orang dewasa lainnya.[1]
Orang dewasa juga dapat diartikan sebagai individu-individu yang telah memiliki
kekuatan tubuh secara maksimal dan siap berproduksi dan telah dapat diharapkan
memiliki kesiapan kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta dapat diharapkan memainkan
peranannya bersama dengan individu-individu lain dalam masyarakat.[2]
Elisabeth B.Hurlock menyatakan bahwa
orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap
menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.[3]
Ditinjau dari segi psikologis seseorang yang dapat dikatakan dewasa yaitu orang
yang mampu mengarahkan diri sendiri, tidak selalu tergantung kepada orang lain,
mau bertanggung jawab, mandiri, berani mengambil resiko dan mampu mengambil
keputusan.[4]
Orang juga dapat disebut dewasa apabila telah menyelesaikan tahun-tahun
sekolahnya sebagaimana tuntutan masyarakatnya. Banyak pendidik orang dewasa
mengasumsikan (baik oleh pilihan sendiri maupun bukan) semacam tanggung jawab
bagi diri sendiri dan barang kali juga terhadap orang lain, dan juga suatu
tingkat kemandirian dari otoritas orangtua yang baik sama dengan para remaja
dan pemuda.[5]
2.1.2.
Pengertian
Orang Dewasa Dipandang Dari Berbagai Aspek
1.
Menurut
Alkitabiah
Orang dewasa menurut alkitabiah adalah
orang yang dianggap mampu untuk memperlihatkan kebenaran dan kesaksiannya (Bnd.
Yeh 23:12). Orang dewasa dari Perjanjian Lama dibatasi dari segi umur saja
tetapi lebih dominan ditunjukan oleh kemampuan dan kekuatannya dalam melakukan
kehendak Allah. Didalam Perjanjian Lama gambaran orang dewasa adalah seorang
yan mulai sadar dan dapat berpikir tentang dunia luar dan dirinya sendiri.
Sedangkan dalam kitab Perjanjian Baru juga tidak ditemukan batasan tertentu
tentang seseorang yang dikatakan dewasa. namun dalam 1 Tim 4:12 mengatakan
bahwa “janganlah seorangpun menganggap
engkau rendah karena engkau muda, jadilah teladan bagi orang percaya dalam
perkataanmu, tingkah lakumu, dalam kasihmu dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”.
Dari kesaksian ini terlihat bahwasannya orang dewasa merupakan orang yang
dianggap belum mampu, namun sebenarnya telah mempunyai kemampuan jika setia
kepada Tuhan dan suci dalam perbuatan.[6]
2.
Orang
Dewasa Menurut Gereja
Orang dewasa didalam gereja adalah orang
yang sudah menerima sidi (tanda kedewasaan Rohani di Gereja), oleh karena itu
orang dewasa ini memiliki kedudukan yang sama denagn jemaatb yang lai, dalam
arti sudah mendapat hak pilih dan dipilih menjadi penatua dan ikut dalam
musyawarah jemaat. Maka dari itu orang dewasa dalam gereja mempunyai kewajiban
dalam memberitakan injil kepada setiap orang (Mat 28:19-20).
3.
Orang
Dewasa Secara Umum
Secara umum yang disebut orang dewasa
adalah orang yang sudah mengerti membedakan mana yang baik dan mana yang tidak
baik, yang benar dan yang mana yang tidak benar, pemikirannya tidak seperti
anak-anak lagi melainkan dapat berpikir lebih abstrak, hidup mandiri dan
bertanggungb jawab. Orang dewasa secara umum juga mempunyai rasa ketidakamanan
tertentu, bergerak dalam pekerjaan, mempunyai pandangan hidup yang beraneka dan
mengalami gaya hidup baru.[7]
2.1.3.
Pembagian
Umur Orang Dewasa
Masa
Dewasa dibagi menjadi 3 bagian:[8]
1.
Dewasa
Awal 18-34 tahun (Masa dewasa Dini/ Young Adult)
Adalah masa pencarian kemantapan
dan masa reproduksi yaitu masa penuh dengan masalah dan ketegangan emosional,
periode isolasi, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan
nilai-nilai, kreatifitas dan penyesuain diri pada pola hidup yang baru.
2.
Dewasa
Madya 35-60 tahun (Midle adulthood)
Status kesehatan menjadi persoalan
utama masa dewasa madya, hal ini dikarenakan adanya sejumlah perubahan fisik.
Perubahan kejantanan bagi pria dan juga wanita mengalami berkurang/ hilangnya
kesuburan. Seperti, pada wanita mengalami monopouse.
3.
Dewasa
Lanjut 60 tahun keatas (Masa Tua/ older adult)
Masa dewasa tua berkisar umur 60
tahun ke atas. Proses penuaan berarti menurunnya daya tahan fisik, menurut
kartari (1993) lanjut usia disebabkan oleh meningkatnya usia, sehingga terjadi
perubahan struktur dan fungsi sel jaringan serta sistem organ.
2.1.4.
Karekteristik
2.1.5.
Psikologi
Perkembangan
1.
Pengertian
Psikologi
Secara etimologi psikologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu “psyche” yang
artinya jiwa, dan “logos” yang
artinya ilmu jiwa. Sehingga psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosenya, maupun latar belakangnya.[9]
Menurut Aristoteles, psikologi adalah ilmu mengenai gejala-gejala jiwa manusia,
dimana didalam ilmu itu dipelajari tentang tingkah laku manusia dan penghayatan
akan manusia.[10]
Psikologi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
perilaku dan proses mental.[11]
Jadi, pada dasarnya psikologi itu merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku
seseorang atau sering disebut dengan ilmu jiwa.
2.
Pengertian
Perkembangan
Perkembangan adalah perubahan individu
ke arah yang lebih sempurna yang terjadi dari proses terbentuknya individu
sampai akhir hayat dan berlangsung secara terus menerus. Selain itu
perkembangan adalah perubahan yang terjadi dalam suatu medium. Elisabeth
B.Hurlock mengartikan perkembangan sebagai serangkaian perubahan yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.[12]
Perkembangan juga dapat diartikan sebagai suatu perubahan dan perubahan itu
tidak bersifat kuantitatif , melainkan kualitatif.[13]
3.
Psikologi
Perkembangan Orang Dewasa
Psikologi perkembangan orang dewasa
terbagi atas tiga baigan, yaitu:
a.
Dewasa
Dini (18-34 tahun)
1. Fisik
Sejak usia sekitar 25 tahun,
perubahan perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan-perubahan ini sebagian
besar lebih bersifat kuantitatif dari pada kualitatif. Secara berangsur-angsur,
kekuatan fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah terserang penyakit.
Akan tetapi bagaimana pun juga seseorang masih tetap cukup mampu untuk
melakukan aktivitas normal bahkan bagi yang menjaga kesehatannya dan melakukan
olahraga rutin masih terlihat bugar.[14]
2. Kognitif
Berpikir positif, berpikir kreatif,
proaktif dan kritis,[15]
kemampuan menyatakan perbedaan pendapat dengan kebijaksanaan dan kemampuan
menerima kegagalan dan keberhasilan secara simpati.
3. Segi
Emosi
Timbul kekuatiran tentang pekerjaan,
perkawainan yang membuat mereka tegang, adanya kenginginan yang besar tentang
karier, keluarga dan kesehatan. Memiliki semangat yang kuat dalam bersaing.
4. Segi
Sosial
Mulai menyesuaikan diri dengan pekerjaan
dan perkawinan, adanya waktu menerima waktu tanggung jawab dan mandiri, masa
kesepian (terasing dari lngkungan). Berkembangnya kesadaran akan ketertiban
sosial. Suka menjamu teman-teman dirumah dan mulai ada persamaan hak antara
laki-laki dan perempuan.
5. Segi
Spiritual
Memperhatikan relasi pribadi dengan
Tuhan seperti hubungan suami istri (ibadah yang teratur, membentuk tim-tim doa,
mengajak mereka terlibat dalam kegiatan Gereja). Dalam ibadah yang tradisional (menajamkan
kedewasaan dari berbagai sudut pandangan ilmu pengetahuan dan alam).[16]
b.
Dewasa
Madya (35-60 tahun)
1. Fisik
Kekuatan dan energi orang berkurang pada
masa ini. Kaum wanita mengalami monopause dengan akibat yang negatif. Kemampuan
panca indera dan seks berkurang. Mereka cenderung menyukai pekerjaan yang
kurang keras.
2. Kognitif
Penyesuaian terhadap peran dan pola hidup
yang selau berubahcenderung membawa orang dewaswa kemasa stress. Pada masa ini
dituntut bertanggung jawab yang nyata. Pada masa ini juga merupakan saat
menevaluasi prestasi.
3. Mental
Intelektual
Semakin tua orang akan semakin lambat
dalam belajar meskipun masih tetap mampu dalam belajar.
4. Sosial
Umunya orang muda hanya bergerak keatasa
dan hanya sedikit yang puas berpindah kesenjangan sosial yang lebih rendah.
Masa ini merupakan masa keterpencilan yang mana dalam masa ini pria dan wanita
merasa kesepian.
5. Emosi
Akibat menurunnya kemampuan
penginderaan, mungkin akan timbul perasaan tidak berguna, tidak aman dan
depresi, tetaoi pada masa ini juga akan timbul sifat suka menoong orang lain
dan lebih bijaksana dari pada sebelumnya.
6. Spiritual
Orang pada masa usia ini menilai kembali
tanggung jawab kedewasaanya dan pelayanannya dalam gereja.[17]
Pada masa ini dewasa mempunyai toleransi agama yang lebih baik dari pada
sebelumnya.
c.
Dewasa
Lanjut (60 tahun keatas)
1. Fisik
Pada usia 60 tahun biasanya terjadi
penurunan kekuatan fisik, sering pula diikuti oleh penurunan daya ingat. Tubuh
membungkuk dan tampak kecil, garis pinggang melebar.
2. Kognitif
Orang yang berusia lanjut lebih
berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
mengintegrasikan jawaban mereka, kurang mampu mempelajari hal-hal yang baru.
Keinginan untuk berpikir kreatif berkurang. Menurut Sntrock 5 hingga 10% dari
neuron kita berhenti tumbuh sampai kita mencapai usia 70 tahun. Setelah itu
hilangnya neuron akan semakin cepat.
3. Sosial
Semakin lanjut usia seseorang
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari keterbatasan yang dimilikinya.
Keadaaan ini mengakibatkan interaksi sosial pada lanjut usia menurun baik
secara kualitas maupun kuantitasnya. Pada masa pensiun seseorang harus
menyesuaikan diri dengan peran baru.
4. Afektif
Harus bergantung pada orang lain.
Cenderung untuk mengenang sesuatu yang sudah terlewatkan. Mencari teman baru
untuk mengantikan suami atau istri yang sudah meninggal.
5. Spiritual
Menurunya kehadiran dan partisipasinya
dalam kegiatan gereja. Pada tingkat ini kepercayaan semakin mundur kelatar
belakangan pribadi mengosongkan diri, sekaligus mengalami diri sebagai makhluk
yang berakar dalam Allah dan daya kesatuan.[18]
2.1.6.
Media
1.
Pengertian
Media
Kata
media berasal dari bahasa latin medius.
Dalam bahasa latin media dimaknai sebagai antara. Media merupakan bentuk jamak
dari medium yang secara harafiah berarti pengantara atau pengantar. Secara
khusus kata tersebut dapat diartikan sebagai alat komunikasi yang digunakan
untuk membawa informasi dari satu sumber kepada penerima.[19]
Adapun pengertian media menurut pakar dan organisasi, yaitu:
·
Teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari
guru (Schram, 1982).
·
National Education Asociation (NEA)
memberikan batasan bahwa media merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun auidovisual, termasuk teknologi perangkat kerasnya.
·
Briggs berpendapat bahwa media merupakan
alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar.
·
Asociation of Education Comunication
Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media merupakan segala bentuk dan
saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan.
·
Gagne berpendapat bahwa berbagai jenis
komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.
·
Segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan
kemauan siswa untuk belajar (Miarao, 1989).[20]
2.
Pengertian
Media Pembelajaran
Proses belajar mengajar pada dasarnya
juga merupakan proses komunikasi, sehingga media yang digunakan dalam
pembelajaran disebut media pembelajaran.[21]
Media pembelajaran selalu terdiri atas dua unsur penting, yaitu unsur peralatan
atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/
software). Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan,
namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, tetapi pesan atau informasi
belajar yang dibawakan oleh media tersebut.[22]
3.
Fungsi
Media Pembelajaran[23]
1. Memperjelas
pesan agar tidak terlalu verbalitas
2. Mengatasi
keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra
3. Menimbulkan
gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar
4. Memungkinkan
anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan
kinestetiknya.
5. Memberi
rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, menimbulkan persepsi yang sama.
2.1.7.
Metode-metode
1.
Pengertian
metode Pembelajaran
Metode
secara harafiah berarti “cara”. Dalam pemakaian yang umu, metode diartikan
sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu.
Kata “pembelajaran” berarti segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar
terjadi proses belajar pada diri siswa. Jadi metode pembelajaran adalah
cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi
proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.[24]
2.
Jenis
Metode
1. Seminar
Merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
dilakukan oleh beberapa orang dalam suatu sidang yang berusaha membahas/
mengupas masalah-masalah atau hal-hal tertentu dalam rangka mencari jalan
memecahkannya atau mencari pedoman pelaksanaannya.
2. Sociodrama
dan Role Play (Bermain Peran)
Metode
sosiodrama dan bermain peran merupakan suatu metode mengajar dimana siswa dapat
mendramatisasikan tingkah laku atau ungkapan gerak gerik wajah seseorang dalam
hubungan sosial antar manusia.
3. Demonstrasi
Demonstrasi adalah metode yang
digunakan untuk membelajarkan peserta dengan cara menceritakan dan memperagakan
suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu.
4. Kerja
Lapangan
Metode mengajar dengan mengajak siswa ke
dalam suatu tempat di luar sekolah yang bertujuan tidak hanya sekedar observasi
atau peninjauan saja, tetapi langsung terjun aktif ke lapangan kerja agar siswa
dapat menghayati serta bekerja sendiri dalam pekerjaan.
5. Simulasi
Metode simulasi merupakan cara
mengajar dimana menggunakan tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang
yang dimaksudkan dengan tujuan agar orang dapat menghindari lebih mendalam
tentang bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu dengan kata lain siswa
memegang peranan sebagai orang lain.
6. Kerja
Kelompok
Suatu
cara menyajiikan bahan pelajaran dengan menyuruh pelajar (setelah
dikelompokkan) mengerjakan tugas terntentu untuk mencapai tujuan pengajaran.
7. Ceramah
Metode yang meberikan penjelasan
kepada sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain, metode
ini adalah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara
lisan kepada sejumlah siswa yang pada umunya mengikuti secara pasif.
8. Sumbang
saran
Suatu
cara mengajar dengan mengutarakan suatu masalah ke kelas oleh guru kemudian
siswa menjwab mengemukakakn pendapat atau jawaban dan komentar sehingga masalah
tersebut berkembang menjadi masalah baru.
9. Unit
Teaching
Metode
yang meberikan kesempatan pada siswa secara aktif dan guru dapat mengenal dan
menguasai belajar secara unit.
10. Sandiwara
Seperti
memindahkan sepenggal cerita yang menyerupai kisah nyata atau situasi
sehari-hari ke dalam pertunjukkan.
11. Penemuan
(Discovery)
Merupakan
proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu proses atau
prinsip-prinsip.
12. Eksperimen
Merupakan
salah satu cara mengajar dimana seorang siswa diajak beruji coba atau
mengadakan pengamatan kemudian hasil pengamatan disampaikan di kelas dan di
evaluasi oleh guru.
13. Permainan
Metode
yang digunakan untuk membangun suasana belajar yang dinamis, penuh semangat dan
antusiasme.
14. Studi Kasus
Merupakan
metode penyajian pelajaran dengan memanfaatkan kasus yang ditemui anak sebagai
bahan pelajaran kemudian kasus tersebut dibahas bersama untuk mendapatkan
penyelesaian.
15. Inquiry
Teknik
pengajaran di depan kelas dimana dilakukannya pembagian tugas meneliti suatu
masalah ke kelas.
16. Micro
Teaching
Merupakan
suatu latihan mengajar permulaan bagi guru atau calon guru dengan scope,
latihan dan audience yang lebih kecil dan dapat dilaksanakan di lingkungan
teman-teman setingkat sendiri atau sekelompok siswa di bawah bimbingan
pembimbing.
17. Problem
Solving
Metode
pemecahan masalah adalah menggunakan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan
jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik masalah pribadi atau
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama.
18. Metode
Karya Wisata
Metode
mengajar yang dilaksanakandengan mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek
tertentu untuk mempelajari sesuatu.
19. Practice/ Drill
(Latihan /Praktek)
Latihan
secara sederhana adalah latihan dengan daya dan upaya untuk meningkatkan secara
menyeluruh kondisi fisik dengan proses yang sistematis dan berulang-ulang
dengan kian hari kian bertambah jumlah beban latihan, waktu atau
intesnsitasnya.
20. Dialog
Merupakan
salah satu teknik metode pengajaran untuk memberi motivasi pada siswa agar
aktif pemikirannya untuk bertanya.
21. Non Directive
Merupakan
salah satu metode mengajar dimana siswa melakukan observasi, analisis dan
berpikir sendiri.
22. Tanya Jawab
Merupakan
cara lisan menyajikan bahan untuk mencapai tujuan pengajaran
23. Katekesmus
Merupakan
suatu cara menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang
jawabannya sudah ditentukan.
24. Prileksi
Merupakan
suatu cara menyajikan pelajaran dengan menggunakan bahasa lisan, menyuruh para
pelajar mendiskusikan, menganalisa, membandingkan dan akhirnya menarik
kesimpulan dari apa yang disampaikan untuk mencapai tujuan pengajaran.
25. Proyek
Merupakan
suatu cara menyajikan bahan ajaran pada hal tertentu untuk mempelajari dalam
rangka mewujudkan tujuan belajar.
26. Berprogama
Menyajikan
bahan pelajaran dengan menggunakan alat tertentu untuk mencapai tujuan
pengajaran.
27. Musyawarah
Merupakan
cara menyajikan bahan pelajaran melalui perundingan untuk mencapai musyawarah
bersama.
28. Mind
Mapping
Pembelajaran
ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal anak
29. Review
(Ulasan)
Ulasan
adalah kupasan, tafsiran, komentar, tanggapan.
30. Sharing Time (Berbagi waktu)
Meluangkan
waktu untuk bercerita kepada teman, keluarga untuk berdiskusi mengenai sesutau
agar mempunyai solusi.
31. Show
and Tell (Menunjukkan dan Menjelaskan)
Mempertunjukkan
dan menjelaskan adalah memperlihatkan kemudian menjelaskan apa yang kita
pertunjukkan tersebut.
32. Simulation Games (Simulasi Permainan)
Simulasi
permainan adalah mneirukan sesuatu permainan dengan melihat keadaan
sekelilingnya.
33. Spontaneous
Speaking (Berbicara Spontan)
Berbicara
spontan pada hakikatnya berbicara tanpa persiapan juga deisebut dengan to aldlib atau ad libs berarti mengatakan sesuatu tanpa persiapan atau memberikan
komentar secara spontan. Berbicara tanpa persiapan biasanya sering dilakukan
oleh beberapa penyiar yang sudah berpengalaman karena dalam melakukannya,
mereka jarang melihat catatan yang mereka bawa dan hanya memandu secara
spontan.
34. Story
Writing/ Telling
Bercerita
adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu
kejadian dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan
pengetahuan kepada orang lain. Bercerita adalah upaya untuk mengembangkan
potensi kemampuan berbahasa anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya
kembali dengan tujuan melatih keterampilan anak dalam bercakap-cakap, untuk
menyampaikan ide-ide dalam bentuk tulisan.
35. Testing
(Pengujian)
Pengujian
adalah proses yang bertujuan untuk memastikan apakah semua fungsi sistem
bekerja dengan baik dan mencari kesalahan yang terjadi pada sistem. Tujuan dari
pengujian adalah untuk mendeteksi kesalahan bahasa (language error), kesalahan yang diakibatkan oleh penulisan.
36. Simposium
Simposium
adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin.
Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan
aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi,
suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek
disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandang.
37. Dramatic Reading/
Membaca Drama
Membaca
drama berbeda dari membaca fiksi drama menceritakan sedikit tentang karakter,
biasanya hanya dalam arah tahap yang pemirsa dari tidak melihat pemain. Aktor
dan pembaca harus membaca petunjuk dan harus hati-hati untuk membuat kesimpulan
dari apa yang dipelajari tentang karakter dalam dialog. Dari apa yang dikatakan
karakter, anda harus membangun sebuah penafsiran siapa mereka.
38. Charadas
Charadas
adalah metode dengan meniru atau mengikuti gambar gaya seseorang, biasanya
dengan cara yang lucu.
39. Monologue
Metode
ini adalah metode dimana anak diajak untuk berbicara panjang sendiri. Ini juga
dapat diartikan sebagai pidato dramatis oleh aktor tunggal.
40. Pantomime
Metode
ini adalah metode yang meniru gerakan tubuh tanpa kata-kata.
41. Play/
Bermain
Bermain
adalah aktivitas khas yang menggembirakan, menyenangkan dan menimbulkan
kenikamatan. Kegiatan ini merupakan kesibukan yang dipilih sendiri oleh anak
sebagai bagian dari usaha mencoba-coba dan melatih diri.
42. Silhouettes
(Siluet)
Siluet
merupakan metode dengan menggunakan apa yang dihasilkan dalam fotografi karena
adanya perbedaan signifikan antara pantulan cahaya objek utama di bagian depan
gambar dengan latar belakangnya. Untuk menghasilkan siluet, cahaya dari bagian
belakang objek harus sangat terang kemudian ditangkap dengan mengukur luminitas
cahaya latar belakang.
43. Skit
(Lelucon)
Metode
ini adalah metode yang menggunakan cerita pendek atau susunan perkataan yang
bersifat lucu. Terdapat beberapa kategori lelucon, dari lelucon sederhana
hingga lelucon yang menggunakan sarkasme.
44. Spontaneous drama (Drama
Spontan)
Drama spontan
merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
memyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Dengan melihat
drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat.
Hal ini karena drama merupakan potert kehidupan manusia.
45. Story Play (Bermain
Cerita)
Bermain
cerita berarti penceritaan cerita atau memainkan cerita. Selain itu bermain
cerita disebut juga mendongeng seprti yang dikemukakan oleh Malan, mwndongeng
adalah bercerita berdasarkan tradisi lisan. Bermain cerita merupakan usaha yang
dilakukan oleh pendongeng dalam menyampaikan isi perasaan, buah pikira atau
sebuah cerita kepada anak-anak secara lisan.
46. Tableau
(Tablo)
Tablo
(kata benda) adalah petunjukan lakon tanpa gerak atau tanpa dialog.
47. TV/
Radio Show (TV/ Acara Radio)
Metode
ini adalah metode yang menggunakan TV atau acara radio
48. Apprenticeship (Masa
Belajar)
Dapat
diartikan sebagao aktivitas mental (psikis) yang terjadi karena adanya
interaksi aktif antara individu dengan lingkungannya yang menghasilkan
perubahan-perubahan yang bersifat relatif dalam aspek: kognitif, psikomotr dan
afektif. Perubahan tersebut dapat berubah ke arah sesuatu yang sama sekali baru
atau penyempurnaan/ peningkatan dari hasil belajar yang telah diperoleh
sebelumnya.
49. Assignment/ Homework (Tugas/
Pekerjaan Rumah)
Metode
ini adalah metode dimana anak diberikan tugas atau pekerjaan rumah. Tugas juga
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan dan tanggung jawab seseorang. Pekerjaan
yang dibebankan. Sesuatu yang wajib dilakukan atau ditentukan untuk perintah
agar melakukan sesuatu dalam jabatan terntentu.
50. Case Study (Studi
Kasus)
Studi
kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset kyang
menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yng mendalam
terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan
menggunakan cara-caar ayng sistematis dalam melakukan pengamatan data, amalisis
informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya akan dieproleh pemahaman
yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi
riset selanjutnya.
51. Metode
Kerajinan tangan/ Kreatifitas
Merupakan
suatu cara yang digunakan untuk mengajar anak didik menciptakan suatu produk
atau barang yang dilakukan dengan tangan dan memiliki fungsi pakai atau
keindahan sehingga memiliki nilai jual.
52. Metode
minat atau pusat belajar
Merupakan
cara pengajaran yang dilakukan dengan cara melihat minat yang ada pada diri
anak.
53. Metode
Hewan dan Tanaman
Merupakan
pengajaran yang dilakukan dengan memperkenalkan hewan-hewan dan tumbuhan kepada
anak agar anak dapat mengenal dan memahami makhluk hidup yang lain.
54. Metode
Surat Kabar
Metode
yang menggunakan surat kabar dengan tujuan mengajarkan anak untuk mengetahui
kejadian-kejadian yang ada di sekitarnya.
55. Metode
Laboratorium
Cara
pengajaran yang dilakukan dengan cara melakukan percobaan di laboratorium.
56. Programmed
Learning and Instruction
Pembelajaran
yang identik dengan kata” mengajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti
petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui, ditambah dengan awalan
“pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan,
cara mengajar atau mengajarkan ssehingga anak didik mau belajar. Maka dari itu
pembelajaran adalah proses interaksi peserta dengan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia
serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai suatu objektif yang ditentukan. Kegiatan belajar mengajar adalah satu
kesatuan dari dua kegiatan yang searah.
57. Reports (Laporan)
Laporan
adalah suatu bentuk penyampaian berita, keterangan, pemeberitahuan atau
pertanggung jawaban baik secara lisan maupun tertulis dari bawahan kepada
atasan sesuai dengan hubungan wewenang dan tanggung jawab yang ada antara
mereka.
58. Research (Penelitian)
Penelitian sering dideskripsikan sebagai
suaut proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis
yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta- fakta.
Penelitian juga menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai
sutau peristiwa, tingkah lkau, teori, dan hukum serta membuka peluang bagi
penerapan praktik dari penegtahuan tetrsebut.
59. Sensory Experiences (Pengalaman
Sensorik)
Bagaimana
sesuatu terlihat, suara, selera dan sebagian besar itu adalah tentang
pengalaman visual, tapi deskripsi juga berhubungan dengan jenis lain dari
persepsi.
60. Supervised Study (Belajar
diawasi)
Ini
merupakan metode belajar yang dilakukan dengan perhatian penuh.
61. Survey
(Penelitian)
Suatu
tindakan yang dilakukan untu mencari tahu tentang sesuatu.
62. Team Teaching (Tim
Mengajar)
Tim
mengajar ini adalah sekelompok guru atau sukarelawan utnuk mendidik.
63. Textbook Study
(Buku Pelajaran)
Buku
pelajaran ini adalah alat yang dipakai untuk menulis seluruh atau sebagian dari
didikan guru.
64. Unit of Learning
(Unit Belajar)
Sekelompok
orang yang tergabung dalam suatu rana pembelajaran.
65. Verse Memorization (Ayat
Hafalan)
Ayat
hafalan adalah suatu metode yang penekanannya untuk daya ingatan baik itu
cakupan waktu yang lama maupun waktu yang singkat.
66. Workbook or Manual (Buku
Kerja atau Manual)
Buku
kerja ini adalah buku untuk pengamatan sesuatu yang bersifat langkah-langkah.
67. Cathecism (Katekismus)
Katekismus
ini suatu bentuk pengajaran tentang keagamaan mengenai keimanan seseorang.
68. Choral Reading/ Speaking (Paduan
suara membaca/ berbicara)
Paduan
suara ini adalah metode ekskpresi diri untuk meluapkan kebahagiaan serta
kesedihan di dalam sutau kata yang di aransemen mnejadi suatu nada yang indah
di dengar.
69. Circle Conversation (Lingkaran
Percakapan)
Ini
adalah sebuah bentuk percakapan yang dilakukan dalam kartun-kartun gunanya
untuk menandakan ada topik pembicaraan tersebut.
70. Creative Writing (Menulis
kreatif)
Menulis
kreatif ini metode pembelajaran yang dilakukan untuk menunjukkan bakat/ jiwa
seni yang ada dalam dirinya sendiri.
71. Games
(Pertandingan)
Metode
ini adalah metode dimana anak-anak di ajak untuk mengikuti pertandingan yang
sudah ditetapkan guru. Dengan metode ini anak-anak dapat belajar untuk
berjuang.
72. Memorization (Menghafal)
Metode
ini adalah metode degan memberikan anak hafalan-hafalan dan pada waktu yang
sudah ditetapkan, apa yang sudah dihafal dikatakan.
73. Paraphrase
(Mengutip)
Mengutip
adalah mengambil perkataan atau kalimat dari buku, mengumpulkan dari berbagai
sumber, dan sebagainya.
74. Puzzle
(Menyatukan)
Menyatukan
adalah menjadikan satu, mengumpulkan menjadi satu.
75. Questions and Answer (Pertanyaan dan Jawaban)
Pertanyaan
adalah sebuah ekspresi keingintahuan seseorang akan sebuah informasi yang
dituangkan dalam kalimat tanya. Jawaban adalah sahutan, balasan, tanggapan.
76. Play
Time (instructive) (Waktu bermain)
Waktu
bermain yaitu kita harus menyisihkan waktu untuk bermain agar tubuh bisa
seimbang dengan kinerja otak.
77. Reading
(Membaca)
Membaca
adalah suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis.
Pengertian lain dari membaca adalah suatu proses kegiatan mencocokkan huruf
atau melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
78. Mime
Mime
adalah metode yang berkomunikasi sepenuhnya dengan gerakan dan ekspresi wajah.
Ini merupakan jenis drama yang dimana orang-orang dan peristiwa umumnya
diwakili secara konyol.
2.2.
PAK Dewasa
2.2.1.
Pengertian
Pendidikan
Secara Etimologi pengertian Pendidikan adalah proses
mengembangkan kemampuan diri sendiri dan kekuatan individu. Sedangkan
menurut Kamus Bahasa Indonesia,
pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
Pendidikan dapat
diperoleh baik secara formal dan non
formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program
yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau
kementtrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan
yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang
dialami atau dipelajari dari orang lain. [25]
2.2.2.
Pengertian
PAK
Pendidikan Agama Kristen mengajarkan
setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar.
Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan
berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang
berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral
dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah
pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang
dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis dan ciri biologis.
Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan
oleh orang dewasa dalam kehidupan
sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk
memperoleh atau menambahkan intelektualnya.[26]
Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang
didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal
kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani
kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi
orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[27]
2.2.3.
Pengertian
PAK (Dewasa)
Pendidikan Agama Kristen mengajarkan
setiap orang Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman yang benar.
Proses belajar menagajra yang alkitabiah, dengan kuasa Roh Kudus dan
berpusatkan pada Kristus. Pendidikan Agama Kristen adalah pendidikan yang
berisi ajaran tentang iman Kristen. Maksudnya ajaran yang menekankan pada moral
dan mental serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan mengarah
pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
terjadi pada proses belajar mengajar sistematis.
Ada perbedaan antara anak-anak dan orang
dewasa jika ditinjau berdasarkan umur, ciri psikologis dan ciri biologis.
Pendidikan bagi orang dewasa adalah semua aktivitas pendidikan yang dilakukan
oleh orang dewasa dalam kehidupan
sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktunya dan tenaga untuk
memperoleh atau menambahkan intelektualnya.[28]
Jadi kesimpulan pengertian PAK Dewasa adalah seluruh aspek pendidikan yang
didasarkan pada tinjauan Alkitabiah teologis, dan kerohanian, dalam hal
kerohanian orang dewasa yang mengarahkan orang dewasa agar dapat menjalani
kehidupan spritual dengan baik dan benar sehingga menjadi dampak positif bagi
orang lain, baik dalam gereja, masyarakat dan dimanapun berada.[29]
2.2.4.
Tujuan
PAK Orang Dewasa
Tujuan PAK bagi orang dewasa ini dapat
kita lihat yaitu merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk membimbing dan
mengarahkan setiap orang untuk memiliki kesadaran dalam tingkat kedewasaan dan
kematangan yang dia miliki serta dapat ditunjukkannya dalam berbagai hal baik
dalam moralitas, maupun mental spiritualitasnya. PAK haruslah dipahami sebagai
isi sekaligus proses dari pengajaran Firman Tuhan, yang memimpin seseorang
menjadi pelaku dan hidup sesuai dengan nilai-nilai utama dari Firman Tuhan. PAK
sekaligus menjadi lembaga untuk mengimplementasikan Firman Tuhan menjadi bagian
hidup individu dan komunitas masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh
dimensi kehidupan mereka. Dalam tingkatan tertentu, PAK bisa diatur sebagai
media penginjilan dan menjadikan semua orang sebagai Kristen yang matang dan
dewasa secara spiritual.[30]
2.2.5.
PAK
dan Iman Orang Dewasa
1.
Pengertian
Iman
Kepercayaan eksistensial merupakan suatu
kegiatan universal manusia. Kepercayaan eksistensial/iman mengandaikan suatu
sikap suatu pilihan hati. Pilihan tersebut diambil sesuai dengan suatu
pengertian tentang nilai dan kekuasaan yaitu tentang hal yang paling penting dan
fundamental dalam hidup manusia.[31]
Dalam perkembangan iman, agama juga mengatur tingkah laku baik buruk secara
spikologis. Agama bisa merupakan salah satu faktor pengendali terhadap tingkah
laku remaja. Hal ini dapat di mengerti karena agama memang mewarnai kehidupan
masyarakat setiap hari. Agama juga menyajikan kerangka moral sehigga seseorang
bisa membandigkan tingkah lakunya. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
bisa menerangkan mengapa dan untuk apa seseorang berada di dunia, serta
menawarkan rasa aman khususnya bagi remaja yang sedang mencari eksistensi
dirinya.[32]
2.
Tahap
perkembangan Iman
Makin maju perkembangan kepercayaan,
makin erat pula integrasi antara segala aspek struktural itu. Pengkajian ilmiah
dan operasional yang penting bagi setiap peneliti empiris tidak akan diperdalam
lebih lanjut. Mengenai tahap-tahap kepercayaan eksistensial sebagai khas
seorang pribadi berada dalam kepercayaanya.[33]
Dr. A.
Supratiknya mengemukakan tujuh tahap perkembangan iman menurut teori James
Fowler adalah:
v Kepercayaan Awal dan Elementer
(Usia Kanak-kanak, 0-2 atau 3 tahun)
Rasa
percaya Elementer dan dasariah ini timbul sebagai kecondongan spontan yang
bersifat pralinguistis- sebelum munculnya kemampuan berbahasa untuk
mengandalkan seluruh hubungan timbal balik antara bayi dan lingkungan sekitar,
terutama orang-orang yang secara tetap, teratur dan setia mengasuh dan
memeliharanya (orangtua terutama ibu). Seluruh interaksi timbal balik tersebut
menimbulkan dalam diri anak sejenis pengharapan dan rasa percaya yang organismik
dan aman, boleh dipercayai dan diandalkan.[34]
Tahap
kepercayaan awal yang elementer ditandai oleh cita rasa yang bersifat praveral
terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan setia yang
elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh sang bayi. Tentu saja
sikap lingkungan yang menerima atau menolak itu, sangatlah penting bagi
terbentuknya rasa kesatuan organik adaptif yang mesra antara bayi dan
lingkungan.[35]
v Kepercayaan Intuitive-Projektive
(Masa Kanak-kanak, 3-7 Tahun)
Tahap
ini membuat kepekaan anak terhadap dunia misteri dan yang Ilahi serta
tanda-tanda nyata kekuasaan. Karena anak-anak sungguh-sunggh memperhatikan
segala gerak isyarat, upacara dan kata-kata yang digunakan oleh orang-orang
dewasa untuk mengungkapkan kepercayaan mereka, maka kemampuan dan minat anak
terhadap misteri dan yang suci diarahkan dan dibina oleh persepsinya mengenai
pandangan dan keyakinan religius orang dewasa. Dunia gambaran dan imajinasi ini
menguasai seluruh hidup afektif dan kognitif yang mendasari pola kepercayaan si
anak. Gambaran-gambaran tersebut menjadi kuat, bertahan lama dan tetap
mempengaruhi secara positif atau negatif seluruh emosional dan kognitif
kepercayaan anak d kemudian hari.[36]
Jenis
anak yang kita temukan pada tahap ini adalah anak yang di dorong oleh rasa diri
yang terbagi antara keinginan untuk mengekspresikan dorongan hatinya dan
ketakutannya akan ancaman hukuman karena kebebasannya yang tanpa batas dan
tanpa kekang.
v Kepercayaan Mitis-Harafiah (Masa
Kanak-kanak Usia 7-12 Tahun)
Pada
tahap ini anak mulai belajar melepaskan diri dari sikap egosentrismenya, mulai
membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif orang lain, serta
memperluas pandangannya dengan mengambil alih pandangan orang lain. Anak mulai
berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan kategori-kateori baru. Orang
tua masih tetap menjadi sumber autoritas tertinggi baginya khususnya dalam
cerita, keyakinan, kepercayaan, dan ibadat khas bagi kelompok keanggotanya,
maka usia anak sekolah mulai berangsur-angsur menempatkan diri ke dalam
perspektif orang lain serta mengambil alihnya. Yang paling digemari anak pada
tahap ini, anak menjadi senang penutur dongeng (mitos) yang sungguh-sungguh.
Anak berfikir secara konkret tanpa merefleksikan lebih lanjut tindakan
berfikirnya.
Berkat
daya logika baru dan pengambilan perspektif orang lain tersebut, maka anak
sanggup memeriksa dan menguji gambaran serta pandangan religiusnya dengan tolak
ukur logikanya sendiri, pengecekan atau pengamatannya, dan pandangan religius
orang dewasa yang diandalkannya sebagai sumber autoritas. Pada tingkat moral,
anak belum mampu menyusun dunia batin yaitu seluruh perasaan, sikap dan proses
penuntut batiniah, yang dimiliki dirinya sendiri. Apabila ia mau mengreti
tatanan moral, kenyataan dan hidup, maka ia bersandar pada struktur-struktur
ekstern sikap kejujuran dan mengandalkan orang dewasa yang masih dipandang
sebagai instansi wibawa moral. Pandangan moralnya menuntut bahwa yang baik
harus dihadiahi dan yang jahat harus dihukum. Pada tahap ini ceritalah yang
menjadi sarana utama seseorang untuk mengumpulkan berbagai arti menurut sifat
keterkaitannya dan untuk membentuk pendapatnya.
v Kepercayaan Sintetis-Konvensional
Masa Adolesen dan Seterusnya, (Usia 12 Tahun sampai Sekitar 20 Tahun)
Disekitar
umur 12 tahun, seseorang biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam
caranya memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu
perasi-operasi formal, maka seseorang mulai mengambil alih pandangan pribadi
orang lain menurut pola “pengambilan perspektif antar pribadi secara timbal
balik”. Yang perlu ialah mengintegrasikan segalagambaran diri yang begitu
berbeda supaya menjadi satu identitas diri yang koheren. Maka tugas paling
pokok tahap ini adalah supaya menciptakan sintesis identitas. Oleh sebab itu
tahap ini disebut “sintetis”. Soal identitas dan diri batiniah, baik pada diri
sendiri maupun pada orang lain, menjadi topik paling mengasyikan bagi remaja.
Seluk beluk kepribadian, gaya dan sisinya menjadi titik perhatian mereka. Gambaran
diri itu di bangun dalam ketergantungannya pada orang lain yang berarti
baginya. Remaja mendapatkan suatu kumpulan nilai, gambaran relligius, dan
keyakinan kepercayaan baginya kriteria adalah fakta bahwa segala nilai, norma,
dan keyakinan religius tersebut disahkan para anggota kelompok yang bernilai
baginya.
v Kepercayaan Individual-Reflektif
(Usia 20 Tahun ke Atas- Awal Masa Dewasa)
Disini
orang mengalami suatu perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya.
Orang dewasa muda tidak lagi berhasil mengatasi semua masalah dengan pola pikir
konvensional. Pola dasar kepercayaan ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis
atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai(religius) lama. Pribadi sudah mampu
melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem
kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggung
jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan
baginya untuk meningkatkan diri dengan cara menunjukkan kesetiaan pada seluruh
hubungan dan panggilan tugas. Perubahan akibat struktur berfikir itu yang
pertama pada tahap itu yang pertama pada tahap ini muncul suatu kesadaran jelas
tentang identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri di perjuangkan jenis
kemandirian baru. Perubahan penting yang kedua ialah orang dewasa muda mulai
mengajukan pertanyaan kritis mengenai keseuruhan nilai dan pandangan hidup.
v Kepercayaan Konjungktif (Usia 35
Tahun ke Atas)
Kepercayaan
konjungtif timbul pada masa usia 35 tahun keatas. Perhatian utama pada tahap ini
ditunjukkan pada upaya membuat hidupnya lebih utuh, ia lebih peka terhadap
fakta bahwa hidupnya merupakan anugrah pemberian daripada hasil rasional kita
sendiri. Batas-batas sistem pandangan hidup teridentitas diri yang jelas, kaku,
dan tertutup, kini menjadi runtuh. Tahap ini ditandai oleh sesuatu keterbukaan
dan perhatian baru terhadap adanya polaritas, ketegangan, paradoks, dan
ambiguitas dalam kodrat kebenaran diri dan hidupnya. Kebenaran hanya akan
terwujud apabila paradoks dan sebagainnya itu diakui dan diungkap dalam bentuk
pemikiran dialektis. Orang mencari berbagai cara dan daya untuk mempersatukan
pertentangan-pertentangan yang terdapat di dalam pikiran dan pengalamannya,
karna sadar bahwa manusia membuka sebuah tafsiran majemuk terhadap kenyataan
multidimensional.
Peribadi
ini mencoba mengolah kembali, memperbaiki, dan memperluas seluruh kebenaran
yang diresapkannya pada masa kanak-kanaknya sendiri, tetapi juga sunguh-sungguh
menghargai orang lain yang asing sebagai pemilik kebenaran baru. Tahap ini
tidak menyediakan tempat bagi sikap sukuisme kelompok yang religius dan homogen
dan tertutup atau niat untuk mengadakan perdebatan.
v Kepercayaan Universalitas (Usia 45
Tahun ke Atas)
Kepercayaan
yang mengacu pada Universalitas dapat berkembang pada umur 45 tahun ke atas.
Pribadi ini berhasil melepaskan diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego
adalah pusat, titik acuan dan kehidupan yang mutlak. Pada tahap ini pribadi
melampaui tingkatan paradoks dan polaritas, karena gaya hidupnya langsung berakar
pada kesatuan yang ultim, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan yang
terdalam. Idenifikasi dan partisipasi dengan yang ultim sebagai dasar dan
sumber segala yang hidup menjadi mungkin, karena pribadi berhasil melepaskan
diri dari egonya dan dari pandangan bahwa ego adalah pusat, titik acuan, dan
tolak ukur kehidupan yang mutlak. Visi tanggung jawab universal mendorongnya
untuk membaktikan seluruh diri penuh cinta kasih dalam berbagai macam
keterlibatan etis dan kreatif, misalnya tekad untuk menyelsaikan
perselisihan-perselisihan, mengatasi segala macam penidasan dan situasi yang
kurang berperi kemanusiaan, membongkar pandangan picik dan akuistik, serta ide
dan idola palsu yang biasanya dianut oleh masyarakat luas.[37]
3.
Perspektif
perkembangan iman orang dewasa
Biasanya
sesudah sesorang sudah menjadi dewasa ia telah dapat mengatasi keragu-raguan di
bidang kepercayaan atau agamanya, yang mengganggunya pada waktu ia masih
remaja. Setelah ia menjadi dewasa ia biasanya sudah mempunyai suatu pandangan
hidup, yang didasarkan pada agama, yang memberi kepuasan baginya. Atau dapat
terjadi bahwa meninggalkan agama yang dianut keluarga, karena mungkin agama
tersebut tidak memberi kepuasan kepadanya. Tetapi pada umur 20 tahun periode
inilah yang paling tidal religius karena pada masa inilah mereka akan mudah
terpengaruh oleh lingkungan mereka, sehingga mereka kurang meminati agama dan
tak jarang pergi kegereja atau sikap acuh tak acuh terhadap ibadat.
Apibala
sesorang sudah berkeluarga, umumnya ia akan kembali kepada agama atau
setidaknya ia tampak menaruh cukup perhatian. Ia merasa bahwa mengajarkan dasar
agama pada anak-anaknya.[38]
a.
Dewasa
dini (usia 18-34 tahun)
Dalam
konteks hubungan orang dewasa kaum muda, bimbingan rohani merupakan dialog yang
mengundang kaum muda untuk menyadari, mengerti dan menjawab panggilan Yesus
dalam konteks pengalaman pribadi dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi
dan perkembangan dirinya. Pengalaman pribadi orang muda sangat dipengaruhi oleh
masalah-masalah perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan pribadi. Bimbingan rohani
bagi kaum muda bertujuan mengembangkan adanya kesadaran akan kehadiran Tuhan
dalam aktivitas hidup sehari-hari kaum muda, yakni dalam karya bermain,dalam
studi, dalam pergaulan ataupun dalam pengalaman apa saja.[39]
Dalam
peningkatan iman orang dewasa pada usia dini perlu sekali pembelajaran yaitu
dengan cara:
a. Pengenalan
akan Allah, sangat sentral dalam kehidupan kristen. sebagaimana diajarkan
Alkitab, pengenalan akan Allah merupakan panggilan dan tujuan hidup manusia.
b. Pandangan
mengenai kedudukan dan fungsi Alkitab. Jadikan alkitab sebagai alat pengajaran,
alkitab digunakan sebagai ‘metafora’ dalam upaya menyampaikan nilai-nilai
moral, etis dan spritual.
c. Pengenalan
terhadap Yesus Kristus. Menurut alkitab Yesus adalah ‘manusia ideal’ yang mampu
membawa manusia mencapai pemulihan keutuhan. Ia adalah sumber kedamaian batin
serta kekuatan spritual dan mental dalam menghadapi tantangan hidup
sehari-hari.[40]
b.
Dewasa
Madya (usia 35-60 tahun)
Orang
dewasa pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri, mempunyai rasa
identitas individual. Orang dewasa lebih banyak memiliki pengalaman dari pada
anak-anak. Tiap orang dewasa masih perlu bertumbuh dalam kedewasaan kepribadian
dan kedewasaan imannya. Menurut Efesus 4:15, tiap orang dewasa masih perlu
‘bertumbuh didalam segala hal kearah Dia’. Kedewasaan bukanlah sesuatu yang
bisa dicapai sekaligus, melainkan sesuatu yang masih harus berkembang dalam
proses waktu panjang. Dewasa secara fisik dan usia belum berarti dewasa secara kepribadian,
moral dan kepercayaan. Begitupula kedewasaan dalam iman perlu adanya pembekalan
samapai kita semua telah mencapai kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan
yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.[41]
Orang
dewasa masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka
dapat hidup sebagai orang Kristen yang dapat bertanggung jawab dalam dunia
karjanya. Orang dewasa adalah orang yang setia dan bertanggung jawab. Orang
dewasa setia kepada janji, tujuan, prinsip, dan imannya. Karna itu kedewasaan
bukan soal umur atau ‘kurun waktu menjadi kristen’ namun soal sikap, khususnya
sikap setia (konsekwen dan konsisten) terhadap janji,prinsip,tujuan,cita-cita
dan iman.[42]
c.
Dewasa
lanjut ( usia 60 tahun keatas)
Iman orang
dewasa lanjut usia sangatlah penting untuk di tingkatkan karena dalam kehidupan
sehari-hari lansia adalah conoh teladan bagi generasi yang dibawahnya. Seperti
seorang anak mempunyai kecenderungan yang besar untuk belajardan mengikuti
setiap kebijakan orang tuanya, begitulah dari posisi lansia ditengah kehidupan
sosialnya. Ia adalah panutan dan tempat orang meminta nasihat, untuk memelihara
pertumbuhan iman bagi orang yang lenjut usia dapat diadakan penbelajaran Pak
melalui gereja.[43]
Proses pendewasaan diri dalam kristus
dapat terus maju walaupun orang semakin tua, karna Kristus selalu bersama kita
menarik kita agar semakin dekat dengannya. Kristus senantiasa menawarkan
anugrahNya agar kita semakin bertumbuh didalam kasih terhadap Tuhan dan sesama.[44]
2.2.6.
PAK
dan Pendidikan Nilai Orang Dewasa
1.
Pengertian
Pendidikan
Secara Etimologi pengertian pendidikan adalah proses mengembangkan kemampuan diri sendiri dan
kekuatan individu. Sedangkan menurut Kamus
Bahasa Indonesia, pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatiha.
Pendidikan dapat
diperoleh baik secara formal dan non
formal. Pendidikan secara formal diperoleh dengan mengikuti program-program
yang telah direncanakan, terstruktur oleh suatu insititusi, departemen atau
kementtrian suatu negara. Sedangkan pendidikan non formal adalah pengetahuan
yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari dari berbagai pengalaman baik yang
dialami atau dipelajari dari orang lain. [45]
2.
Tujuan
Pendidikan
Berdasarkan
UU No. 2 Tahun 1985 yang berbunyi
bahwa tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsadan mengembangkan
manusia yang seutuhnya yaitu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan bangsa.
Berdasarkan
MPRS No. 2 Tahun 1960 bahwa tujuan
pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 945.
Berdasarkan
UU. No.20 Tahun 2003 mengenai Sistem
Pendidikan Nasional dalam pasal 3, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.[46]
3.
Pengertian
Nilai
Nilai merupakan filsafat atau pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, dan nilai-nilai serta
kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis.[47] Nilai merupakan suatu ide sebuah konsep mengenai sesuatu yang
dianggap penting dalam kehidupan. Ketika seseorang menilai sesuatu ia
menganggap sesuatu tersebut berharga untuk dimiliki, berharga untuk dikerjakan,
atau berharga untuk dicoba maupun untuk diperoleh. Studi tentang nilai biasanya
terbagi ke dalam area estetik dan etik. Estetik berhubungan erat dengan studi dan
justifikasi terhadap sesuatu yang dianggap indah oleh manusia apa yang mereka
nikmati. Etik merupakan studi dan justifikasi dari
tingkah laku bagaimana orang berperilaku. Dasar dari studi etik adalah
pertanyaan mengenai moral yang merupakan suatu refleksi pertimbangan mengenai
sesuatu yang dianggap benar atau salah.”[48]
1. Gordon
Allport mendefinisikan nilai sebagai sebuah keyakinan yang membuat seseorang
bertindak atas dasar pilihannya.
2. Kupperman
mendefinisikan nilai sebagai patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
3. Kluckhohn
berpendapat bahwa nilai adalah konsepsi dari apa yang diinginkan, yang
mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan.
4. Mulyana
mengatakan bahwa nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan.
5.
Ciri-
ciri Nilai
Ciri-ciri
nilai Menurut bambang daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut:
a. Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat di
tangkap melalui panca indra. Tetapi ada).
Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan
manusia. Misalnya, manusia mengakui adanya keindahan. Akan tetapi, keindahan
sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat diindra). Yang dapat diindra adalah
objek yang memiliki nilai keindahan itu. Misalnya, lukisan atau pemandangan.
b. Normatif
(yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).
Nilai merupakan sesuatu yang
diharapkan (das solen) oelh manusia. Nilai merupakan sesuatu yang
baik dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia mengharapkan keadilan.
Keadilan sebagai nilai adalah alternatif.
c. Berfungsi
sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).
Nilai menjadikan manusia terdrong untuk
melakukan tindakan agar harapan yang terwujud dalam kehidupannya. Nilai
diharapkan manusia seagai mendorong amnusia berbuat. Misalnya, siswa berharap
akan kepandaian. Maka siswa melakukan berbagai kegiatan agar pandai. Kegiatan
manusia pada dasarnya digerakkan atau didorong oleh nilai.[50]
5.
Hakikat
Nilai[51]
1. Nilai
sepenuhnya berhakikat subjektif, bergantung kepada pengalaman manusia pemberi
nilai itu sendiri.
2. Nilai
merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontologi, namun tidak terdapat
dalam ruang dan waktu. Nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat
diketahui melalui akal.
3. Nilai-nilai
merupakan unsur –unsur objektif yang mneyusun kenyataan. Sedangkan menurut
Sadulloh mengemukakan tetang hakikat nilai berdasarkan teori-teori sebagai
berikut: menurut teori voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan
terhadap keinginan atau kemauan. Menurut kaum hedonisme, hakikat nilai
adalah “pleasure” atau kesenangan, sedangkan
menurut formalisme, nilai adalah sesuatu yang dihubungkan pada akal
rasional dan menurut pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi
kebutuhan dan nilai instrumental yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
6.
Fungsi
Dasar Pendidikan Orang Dewasa
Fungsi dasar pendidikan orang dewasa adalah instruksi, konseling,
perkembangan program dan administrasi. Proses pengembangan program melibatkan
penilaian pada kebutuhan pelajar, membuat dan mengeksekusi keputusan yang
diperlukan dalam aktivitas belajar untuk memposisikan dan mengevaluasi hasil.
Keunikan dan keterpusatan fungsi pengembangan program dalam pendidikan orang
dewasa berasal dari perbedaan tujuan dan kebutuhan pendidik orang dewasa.
Sebuah upaya dilakukan untuk mempertemukan bermacam-macam perubahan
individu dan kebutuhan kelompok walaupun berupa program jangka pendek. Hal ini
mengikuti pernyataan bahwa pendidikan orang dewasa lebih distandarisasi seperti
dalam program remidi atau kesempatan kedua yang mensejajarkan kurikulum
pendidikan remaja, dan fungsi pengembangan program tidaklah begitu penting.[52]
7.
Tujuan
Pendidikan Nilai Orang Dewasa
Houle
(1972), menggambarkan enam orientasi yang dipegang oleh pendidik orang dewasa,
yaitu:
1. Memusatkan
pada tujuan.
2. Memenuhi
kebutuhan dan minat.
3. Menyerupai
sekolahan.
4. Menguatkan
kepemimpinan.
5. Mengembangkan
lembaga pendidikan orang dewasa.
6. Meningkatkan
informalisasi.
Bergeivin
mengemukakan tujuan pendidikan orang dewasa sebagai berikut:
1. Membantu
pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup.
2. Membantu
pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan
hubungan interpersonalnya.
3. Membantu
mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education.
4. Memberikan
kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses pematangan
secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran.
5. Memberikan
kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi
orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
Dalam Living Values Education (2004: 1) dijelaskan bahwa tujuan
Pendidikan Nilai adalah: “to help individual think about and reflect on
different values and the practical implications of expressing them in relation
to them selves, other, the community, and the world at large, to inspire
individuals to choose their own personal, social, moral and spiritual values
and be aware of practical methods for developing anf deepening them”.
Lorraine (1996: 9) pun berpendapat: “in the teaching learning of
value education should emphasizing on the establishing and guiding student in
internalizing and practing good habits and behaviour in their everyday life as
a citizen and as a member of society”.
Adapun tujuan Pendidikan Nilai menurut Apnieve-UNESCO (1996: 184)
adalah untuk membantu peserta didik dalam mengeksplorasi nilai-nilai yang ada
melalui pengujian kritis sehingga mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki
kualitas berfikir dan perasaannya. Sementara itu, Hill (1991: 80) meyakini
bahwa Pendidikan Nilai ditujukan agar siswa dapat menghayati dan mengamalkan
nilai sesuai dengan keyakinan agamanya, konsesus masyarakatnya dan nilai moral
universal yang dianutnya sehingga menjadi karakter pribadinya.
Secara sederhana, Suparno (2002: 75) melihat bahwa tujuan
Pendidikan Nilai adalah menjadikan manusia berbudi pekerti. Hakam (2000: 8) dan
Mulyana (2004: 119) menambahkan bahwa pendidikan nilai bertujuan untuk membantu
peserta didik mengalami dan menempatkan nilai-nilai secara integral dalam
kehidupan mereka.
Dalam proses Pendidikan Nilai, tindakan-tindakan pendidikan yang
lebih spesifik dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang lebih khusus. Seperti
dikemukakan komite APEID (Asia and The Pasific Programme of Education
Innovation for Development), Pendidikan Nilai secara khusus ditujukan untuk:
1.
menerapkan pembentukan nilai
kepada anak,
2.
menghasilkan sikap yang
mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan,
3.
membimbing perilaku yang
konsisten dengan nilai-nilai tersebut.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Nilai meliputi tindakan mendidik
yang berlangsung mulai dari usaha penyadaran nilai sampai pada perwujudan
perilaku-perilaku yang bernilai (UNESCO, 1994).[53]
2.2.7.
PAK
dan Moral Orang Dewasa
1.
Definisi
Moral
Pegertian
moral secara umum adalah suatu hukum tingkah laku yang di terapkan kepada
setiap individu untuk dapat bersosialiasi dengan tetangga tau perkumpulannya
dengan benar dan agar terjalin rasa hormat dan menghormati. Moral ini perlu di
tanamkan sejak kecil oleh orang tua dan lingkungan agar masa depan generasi
kita menjadi anak yang bermoral baik dan dapat di terima dengan baik di
masyarakat luas.[54]
2.
Perbedaan
Akhlak, Etika, dan Moral[55]
Secara
terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan
pertimbangan dan pemikiran. Contohnya, ketika menerima tamu, bila seseorang
membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang
kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat menghargai
tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak menghargai tamu, tentu akan selalu
menghargai tamunya.
Sedangkan etika seperti yang dikemukakan oleh
para ahli salah satunya yaitu Ki Hajar Dewantara menurutnya adalah cabang ilmu
yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya,
terutama yang mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan
dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Adapun moral
secara terminologi merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
3.
Ciri-
ciri Moral[56]
a. Bertanggungjawab
berkaitan dengan tanggung jawab kita.
Nilai
moral berkaitan dengan pribadi manusia. Yang khususnya menandai nilai moral
ialah bahwa nilai ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggungjawab.
Nilai-nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena
ia bertanggungjawab.
b. Berkaitan
dengan hati nurani
Semua
nilai minat untuk diakui dan diwujudkan. Nilai selalu mengandung semacam
himbauan. Mewujudkan nilai-nilai moral merupakan “imbauan” dari hati nurani.
c. Mewajibkan
Berhubungan
erat dengan nilai-nilai moral yang mewajibkan kita untuk tidak bisa
tawar-menawar (absolut).
d. Bersifat
Formal
Nilai
moral bukanlah merupakan suatu jenis nilai yang bisa ditempatkan begitu saja di
samping jenis-jenis nilai lainnya. Biarpun nilai-nilai moral merupakan
nilai-nilai tertinggi yang harus dihayati di atas semua nilai lainnya, seperti
sudah menjadi jelas dari analisa sebelumnya, namun itu tidak berarti bahwa
nilai ini menduduki jenjang teratas dari suatu hirearki nilai-nilai.
e. Norma
Moral
Ada
banyak sekali macam norma, misalnya ada norma yang menyangkut benda dan norma
lain yang menyangkut tingkah laku manusia. Ada 3 macam norma umum yaitu: norma
kesopanan atau norma etiket, norma hukum dan norma moral.
Wujud nilai Moral dikategorikan menjadi empat macam, yaitu:
1.
Nilai moral
yang tercermin dari sikap manusia terhadap Tuhan.
2.
Nilai moral
yang tercermin dari sikap manusia terhadap sesama.
3.
Nilai moral
yang tercermin dari sikap manusia terhadap diri sendiri.
4.
Nilai moral
yang tercermin dari sikap manusia terhadap lingkungan
Teori
perkembangannya berkenaan moral adalah berdasarkan pemikiran ahli psikologi
Swiss yaitu Jean Piaget dan ahli falsafah Amerika-John Dewey. Kohlberg percaya
dan berupaya membuktikan kesasihan teori ini melalui kajiannya yaitu manusia
mencapai kemajuan moral berdasarkan beberapa peringkat:
Tahap
|
Peringkat
|
Orientasi Sosial
|
Tahap 1
Pra konvensional
|
1
2
|
Pematuhan dan Hukuman
Individualisasi,
Instrumentalisasi, Pertukaran,
|
Tahap 2
Konvensional
|
3
4
|
Anak-anak yang Baik
Undang-undang dan Perintah
|
Tahap 3
Pasca Konvensional
|
5
6
|
Kontak Sosial
Prinsip Kata Hati
|
Keterangan:
Tahap Pertama: Secara amnya, pemikiran moral ditemui pada tahap sekolah rendah.
Dalam peringkat pertama tahap ini, kelakuan manusia bergantung pada penerimaan
normal masyarakat karena mereka diberitahu untuk berlakuan sedemikian oleh
sesetengah pihak seperti ibu bapak ataupun
guru. Pematuhan ini disebabkan oleh ugutan atau pun penerapan hukuman. Perinkat
kedua dalam tahap ini ditentukan dengan meneliti kelakuan yang betul mengikut
keinginan individu itu.
Tahap Kedua: Secara amnya, pemikiran moral ditemui dalam masyarakat. Oleh sebab
itu, ia dinamakan kebiasaan atau lazim. Peringkat pertama dalam tahap ini
(peringkat 3) ditentukan melalui sikap uang dilakukan bagi mendapatkan
persetujuan dari pada orang lain “Anak yang baik”. peringkat kedua
diorientasikan untuk akur kepada undang-undang dan menjalankan kewajipan.
Tahap ketiga: Kohlberg merasakan, tahap ketiga pemikiran moral tidak dilalui oleh
kebanyakan orang dewasa. Peringkat pertamanya yaitu peringkat 5 adalah
berkaitan dengan saling faham-memahami dalam masyarakat dan tumpuan kita kepada
kebajikan orang lain. peringkat terakhir yaitu peringkat 6 adalah berdasarkan
prinsip sejagat dan keinginan hati individu. Walaupun Kohlberg selalu
mempercayai wujudnya peringkat keenam dan mempunyai beberapa penama bagi
peringakt itu, namun beliau tetap tidak mempunyai cukup subjek untuk
mendefinisikannya. Begitu juga semasa meninjau pergerakan longitudinal mereka
mereka dalam peringkat itu.
6.
Perkembangan Moral Dewasa Awal, Madya, dan Akhir
Masa dewasa awal selalu
memiliki keinginan untuk bisa mengikuti nilai-nilai adat istiadat yang berlaku,
namun sering kali dewasa awal belum bisa mengikuti nilai tersebut secara
sempurna. Pada masa dewasa sudah lebih banyak mengetahui
tentang yang baik dan buruk yang di dukung pengalaman-pengalaman dan
ajaran-ajaran yang telah diterima pada masa lalu sehingga dapat dikembangkan
pada masa dewasa. Masa dewasa madya sangat menghargai adat istiadat dan daya
tariknya lebih tinggi sehingga mulai terlihat di dewasa akhir.[59]
7.
Teknik
Penyampaian Moral
Teknik penyampaian moral dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
1.
Teknik
Penyampaian Bersifat Langsung
Teknik ini dilakukan melalui pelukisan watak tokoh yang bersifat
uraian. Pengarang menyampaikan nilai moral secara langsung dan eksplisit.
Teknik secara langsung ini bersifat mengganti pembaca. Karena pengarang secara
langsung memberikan petuahnya kepada pembaca.
2.
Teknik
Penyampaian Secara Tidak Langsung
Teknik secara tidak langsung ini dapat dilakukan melalui sikap dan tingkah laku tokoh dalam
menghadapi peristiwa konflik, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal
maupun terjadi dalam pikiran dan perasaan. Dalam teknik ini pembaca berusaha
untuk menemukan, merenungkan, dan menhayati nilai norma yang terkandung dalam
karya sastra.
8.
Hukum
Moral dalam Kitab Injil
a.Perjanjian Lama[60]
Dalam PL dapat
ditemukan himpunan hukum-hukum moral, seperti keluaran 21-23; seluruh kitab
Ulangan, Imamat 17-26; 1-17; Bilangan 28-29. Beberapa cirri khas hukum moral
dalam PL:
1.
Hukum moral
bukan “realitas” terpisah, melainkan buah perjanjian antara Yahweh dengan
manusia. Hukum ini dipandang sebagai simbol kedekatan dan keeratan relasi
antara Allah dan manusia.
2.
Hukum moral
mengungkapkan pilihan Yahweh atas Israel.
3.
Hukum moral
menuntut ketaatan.
b.
Perjanjian Baru[61]
Dalam PB, pembicaraan tentang hukum moral
umumnya langsung dikaitkan dengan Perintah Cinta Kasih dari Yesus Kristus (Mat.
11:34-40; Mrk. 12:28-34; Luk 10:25-28; Yoh. 13:34-35), kendati masih terdapat
sejumlah hukum moral lain dalam PB. Perintah ini dianggap sebagi jantung semua
hukum. Lalu, bagaimanakah hubungan perintah cinta kasih dengan hukum Musa?
Apakah pertanyaan ini terkait dengan kewajiban untuk melaksanakan Hukum Musa
atau tidak? (Kis. 15:1-29). Keputusannya, Hukum Musa tidak lagi mengikat orang-orang
Kristen. Namun, jawaban ini tidak dengan sendirinya mengakhiri kebingungan
controversial tentang hubungan cinta kasih dengan Hukum Taurat (Gal. 3:1-5:26;
2 Pet 3:14-18).
9.
Hubungan
Iman Kristen dengan Moral
Relasi antara
manusia dengan Allah baru menjadi nyata, jika manusia tidak hanya menggemakan
semata-mata sapaan Allah, melainkan memberikan jawaban yang berasal dari
pengahayatan diri manusia yang bertanggungjawab, juga dalam relasinya dengan
Allah. dalam rangka hubungan wahyu-iman (jawaban atau ketaatan iman), perbuatan
moral diangkat menjadi perwujudan iman. Perbuatan moral orang beriman juga
tidak dimaksudkan sebagai sumbangan iman dalam usaha untuk memperbaiki dan
menyempurnakan dunia. Dalam rangka iman, perbuatan moral perlu, supaya
senyatanya terjadi relasi antara Allah yang mewahyukan Diri dan manusia yang
dipanggil-Nya. dalam rangka iman, perbuatan moral manusia menjadi sangat
penting: supaya iman terwujudkan. Bagi orang beriman, perbuatan moral lebih
dari pada hanya penerapan iman dalam hidup sehari-hari, dan lebih dari pada
hanya konsekuensi dari keyakinan iman. Maka biasanya iman sebagai jawaban
manusia dalam relasinya dengan Allah mendapat, yaitu kenyataannya dan
kesungguhannya dalam perbuatan hidup secular. Dan perbuatan agama (hanyalah)
pancingan atau panggilan untuk mewujudkan iman, ataupun (hanyalah)
mengungkapkan relasi yang (sudah) terbentuk dalam perbuatan-perbuatan hidup.
Dengan kepercayaan dasar yang secara implisit terlaksana dalam perbuatan moral,
perbuatan moral dapat diangkat dalam hubungan rahmat dan iman dan munkin
menjadi pelaksanaan kepercayaan dan penyerahan akan Allah yang Transenden, yang
memanggil manusia. Kepercayaan dasar dan keterarahan kepada Nan-Transenden
merupakan salah satu sifat dasar dari perbuatan atau kesadaran moral manusia.
Kepercayaan dasar itu adalah cirri dari suatu usaha manusia dan sambil
menghayati usaha tersebut, manusia mencari Allah dan dalam arti tertentu
“samapai pada” Allah. Perbuatan moral orang Kristen yang mewujudkan relasi iman
yang berpangkal dari Allah dan menuju kepada Allah, merupakan perwujudan
iman dan tetap bersifat sekular.
Dalam iman,
manusia menyerahkan diri secara total kepada Allah, yang diakui sebagai nilai
tertinggi dan mutlak, dan oleh karena itu iman sebagai penyerahan itu adalah
pasti. Kemantapan iman ini dapat memperoleh wujud dalam kemantapan
moral. Namun kemantapan moral itu bukan “nekat” melainkan pertama-tama
sikap lepas bebas terhadap segala nilai yang bersifat terbatas dan sementara
baru selanjutnya kemantapan moral merupakan juga commitment yang pasti,
yang diberikan dalam usaha setiap hari, kendati disadari keterbatasannya.
10. Peran PAK dalam Membentuk Moralitas
Orang Dewasa
Pendidikan Agama Kristen terhadap orang
dewasa untuk membantu hidup sebagaimana Kristus menghendaki. Pendidikan Agama
Kristen harus mampu mendorong agar iman bukan hanya sebatas pemaham doktrin
tentang Tuhan dan perbuatannya, tetapi nyata dalam praktek kehidupan sehari-hari.
PAK juga berperan aktif dalam merubah moral agar lebih baik.
III.
Pengajaran
PAK untuk Orang Dewasa
3.1.HOOK
3.1.1.
Attention :
Dewasa Awal (18-34 tahun)
3.1.2.
Durasi : 120 Menit
·
5
Menit : Nyanyian dan Doa Pembuka
·
5
Menit : Memperkenalkan Diri
(Pengajar)
·
10
Menit : Perkenalan Diri Katekumen
(25 Jiwa)
·
30
Menit : Penjelasan Tema
·
15
Menit : Memberi Catatan Untuk
Katekumen
·
30
Menit : Penerapan Metode
·
10
Menit : Menonton Film (Perenungan
mengenai Trinitas :Tiga dalam Satu)https://www.youtube.com/watch?v=Z5hGju1tW8s “Simple
Theology” Durasi film : 10:37
·
5
Menit : Penjelasan Film
·
5
Menit : Mengajukan Pertanyaan
Untuk Katekumen
·
5
Menit :Nyanyian dan Doa Penutup
3.1.3.
Tema : Trinitatis (Dogma)
3.1.4.
Teks/
Bahan Pengajaran : (Ulangan 6: 4)
“Dengarlah,
hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa”
3.1.5.
Tujuan :
1.
Agar Katekumen dapat menceritakan
pentingnya pendidikan yang ada di Gereja.
2.
Agar Katekumen tidak salah paham
tentang Allah.
3.
Agar Katekumen dapat menuliskan Keesaan
Allah.
4.
Agar Katekumen dapat mengenali,
mengetahui, mengerti, dan memahami tentang diri-Nya, hakikat-Nya, wujud-Nya dan
fungsi dari Allah.
3.1.6.
Penjelasan
Teks& Tema:
Orang Kristen mengakui dan menyaksikan
bahwa Tuhan itu adalah Esa, “Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa” (Ul. 6: 4;
Mrk 12: 29), tidak ada Allah lain selain Dia (Kel.20:3; Ul. 5: 7). Allah yang
Esa itu kita sebut Allah Tritunggal (Trinitas) yaitu Allah Bapa, Allah Anak,
dan Allah Roh. Istilah Tritunggal atau Trinitas adalah ungkapan iman yang
dibahasakan sesuai dengan cara berpikir manusia pada waktu itu, dengan maksud
untuk menjelaskan keberedaan Allah yang tidak kelihatan (yang tidak dapat
dilihat oleh mata kepala manusia) agar menjadi konkret didalam berbagai
perbuatan-Nya.
Dalam
fasal yang lalu kita belum membicarakan rahasia Allah yang paling dalam.
Rahasia itu ialah bahwa Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Tuduhan bahwa Allah-nya orang Kristen ada tiga, adalah hasil kesalahpahaman.Bapa,
Anak, dan Roh Kudus, ketiga-tiganya adalah sehakekat, yakni hakekat Ilahi.
Mereka adalah satu hakekat. Hal ini sering disebutkan dalam Alkitab, Waktu
Tuhan Yesus dibaptiskan, kita mendengar suara Bapa: “Inilah Anak yang Kukasihi,
kepadaNyalah Aku berkenan”(Matius 3:17).
Diketahui
bahwa istilah Tritunggal atau Trinitas memang bukan istilah Alkitab. Namun
demikian makna dan pemahaman yang terkandung didalam Trinitas atau Tritunggal
itu sudah ada didalam alkitab. Istilah itu pertama sekali diungkapkan
Tertulianus untuk merumuskan kepercayaan terhadap Allah, Yesus Kristus dan Roh
Kudus.
Mengenai Perjanjian Baru, selanjutnya
dapat disebut Mat:28:9, sebuah rumusan yang diucapakan pada pelayanan Baptisan
Kudus. Dalam 1 Kor 12: 4-6 dan Ef 4 :4-6 Paulus berkata tentang Roh, Kyrios (Tuhan Yesus) dan Allah Bapa.
Contoh-contoh lain dari kesatuan Bapa, Anak dan Roh Kudus banyak sekali
terdapat di Perjanjian Baru, terutama didalam Injil Yohanes. Yohanes 1.1
menyatakan “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah
dan Firman itu adalah Allah”. Beberapa ayat kemudian, penulis Injil tersebut
menunjukan bahwa Firman mengacu kepada Yesus. Yesus menegaskan, “Aku dan Bapa
adalah satu”(Yoh 10:30) dan berkata bahwa setiap orang yang telah melihat-Nya, telah
meilihat Bapa (Yoh 14:9). Dia berkata bahwa Bapa akan mengirimkan Roh Kudus
dalam nama-Nya (Yoh 14:26), dan ketika Roh Kudus datang, Dia akan
memuliakan-Nya (Yoh 16:13-14).
Trinitas
yang bersifat “ekonomis” dan “berzejarah-keselamatan” ini dapat dimengerti juga
sebagai trinitas yang imanen. Kasih yang didalam trinitas Allah sendiri adalah
syarat kasih-Nya terhadap kita. Hanya karena Allah adalah kasih, maka Dia berbuat
kasih. Kasih itu adalah hakikat-Nya sendiri, bukanlah sesuatu yang ditambahkan
pada hakikat-Nya”.
Seperti
yang dikatakan Hosea 6: 3 “Marilah kita mengenal dan berusaha
sungguh-sungguh mengenal Tuhan; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang
kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.”
Itu lah sebabnya kita dengan segala kerendahan diri harus berusaha untuk
mengenal Allah. Allah menyatakan diri-Nya berarti Allah menunjukkan diri-Nya
untuk maksud memperkenalkan diri-Nya agar manusia dapat mengenali, mengetahui,
mengerti dan memahami tentang diri-Nya, hakekat-Nya, wujud-Nya dan fungsi-Nya.
Bagaimana atau dengan cara apa Allah telah menyatakan diri-Nya? Atau
bagaimanakah manusia dapat mengetahui dan mengenali Allah?
Pernyataan
Allah tentang diri-Nya
a. Allah Bapa
Allah
itu juga disebut dengan Allah Bapa. Manusia tidak mungkin dapat mengenal,
mengetahui dan menemui Allah dengan keberadaan diri-Nya sendiri. Pengenalan
manusia terhadap Allah hanyalah sepanjang Allah mau menyatakan diri-Nya
sendiri, memperkenalkan keberadaan-Nya, yang dinyatakan kepada manusia, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung (melalui penciptaan alam semesta
beserta isinya, atau melalui peristiwa alam). Di dalam Alkitab disaksikan bahwa
Allah itu disebut Bapa bagi bangsa Israel (Ul. 32:6; Yes. 63:16) atau Bapa dari
semua orang percaya (Mat. 6:9-10; Gal 4: 21) yang menunjukaan kasih yang besar
kepada umat-Nya. Yesus selalu menyebut Allah itu dengan “Bapa” (Mat 6:6+9).
Tuhan Allah yang sejak dahulu disebut dengan sebutan “Bapa” yang adalah
“pencipta” dan “penebus” Israel seperti seorang yang mendukung anaknya (Ul.
1:31) atau yang mengajari anaknya (Ul. 8:5)
b. Yesus Kristus
Allah
itu juga disebut Allah yang menjelma menjadi manusia, Firman yang menjadi
daging (Yoh.1:14), atau disebut sebagai “Anak” (Yoh.3:16) yang disebut Yesus
Kristus. Yesus Kristus disebut “Anak Tunggal” dari Allah Bapa dan pribadi kedua
dari Allah Bapa, Ia adalah Anak yang kekal, sebagai Allah yang hadir
ditengah-tengah kita. Yesus Kristus adalah Anak Allah yang telah mengorbankan
diri-Nya, di mana Ia rela mati di kayu salib, dikuburkan dann bangkit pada hari
ketiga untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya. Yesus Kristus adalah
sungguh-sungguh Allah tetapi juga sungguh-sungguh manusia, Anak Allah yang
tunggal, Tuhan kita yang telah menjelma menjadi manusia.
c. Roh Kudus
Roh
Kudus adalah pribadi ketiga dari Allah, sebagai Allah di dalam kita. Roh Kudus
berfungsi untuk menghibur, membimbing dan mengajar kita (lih. Yoh. 16). Allah
juga menampakkan diri dan berkarya melalui Roh-Nya, yang secara konkret
dipahami dan dialami orang beriman melalui kehadiran Roh Kudus di dalam
kehidupan gereja maupun didalam dirinya. Roh Kudus berperan membentuk pola
hidup moral dan etis manusia. Barangsiapa yang hidup di dalam Roh, berarti Roh
Kudus hadir di dalam kehidupannya. Dengan demikian Roh Kudus turut membentuk
perilaku, perbuatan, ucapan, pikiran seseorang.
Hakikat
Allah
a. Allah itu Esa
Allah
itu Esa (Ul. 6:4): Allah yang disembah oleh orang Kristen adalah satu
(Mat.2:15;Mrk.12:29+32;1Kor.8:4; 1Tim.2 :5; Yud.1:25), tidak ada Allah yang
lain selain Dia yaitu TUHAN (Ul.32:39). Sekalipun ada tiga wujud (pribadi)-Nya
yaitu Bapa, Anak dan Roh, ketiganya adalah satu. Allah yang menciptakan itulah
yang datang dan berinkarnasi dengan mengambil rupa manusia (Yoj. 1:14), dan Ia
adalah juga Roh (Yoh.4:24;Kej. 1:2).
b. Allah itu Mahatinggi
Allah
itu Mahatinggi: Hakikat Allah itu disebut Mahatinggi (Mzm.89:28;Yes. 5:16)
sebab Dia adalah tinggi luhur (Kel.15:1+21).Tak sesuatu pun dan tiada seorang
pun yang dapat melampaui Tuhan. Dialah yang Mahatinggi dan yang selalu berada
diatas segala sesuatu, kerajaan-Nya berkuasa atas segala sesuatu. (Mzm. 103
:19).
c. Allah itu MahaKudus
Allah
itu Mahakudus: Secara khusus dalm kitab Imamat dinyatakanj secara
berulang-ulang bahwa Tuhan itu adalah kudus (Im. 11:4419:2,20:26)atau yang
Mahakudus (Yes. 12:6; 30:15). Kata “kudus” memberi arti bahwa Allah terpisah
atau sangat berbeda dari semua ciptaan. Tidak ada diseluruh dunia ini yang sama
dengan Dia.
d. Allah itu Kekal
Allah
itu kekal: Allah itu disebut Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir (Yes.44
:6; Why 1:8; 21:6; 22-13), yaitu Allah yang tidak berawal dan yang tidak berakhir
(Yes. 41:4).
e. Allah itu Mahakuasa
Allah
itu Mahakuasa: Allah itu disebut Allah yang Mahakuasa yang melebihi segala
kuasa yang pada seluruh ciptaan (Yes.40:26). Kekuasaan-Nya dapat menciptakan
segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (Kej.1-2), Dialah yang
menciptakan manusia (Kej. 1:26-29).
Saya akan memberi sebuah ilustrasi.
Alkisah, suatu hari
Agustinus (354-430), seorang pemimpin gereja mula- mula, berjalan-jalan di tepi
laut sambil memikirkan misteri Trinitas. Di sana ia melihat seorang anak kecil
sedang bermain kerang laut. Anak itu menggali lubang di pasir, berjalan ke arah
laut, mengisi kerangnya dengan air, lalu menumpahkan air laut itu ke dalam
lubang galiannya.
Agustinus lalu bertanya,
“Kamu sedang apa?” Anak lelaki itu menjawab, “Saya mau menuangkan laut ke dalam
lubang ini.” Lalu Agustinus berpikir, Sama seperti anak tersebut, itulah yang
sedang saya coba lakukan. Misteri Trinitas bagaikan lautan yang tak terbatas.
Dan saya tengah berdiri di tepi lautan itu, berusaha memasukkan semua misteri
yang tak terbatas tersebut ke dalam pikiran saya yang terbatas.
Konsep Trinitas tidak
akan muat jika dimasukkan dalam kerangka logika umum. Juga tidak dapat
sepenuhnya dianalisa oleh akal kita. Namun tak ada ada alasan untuk menganggap
Trinitas sekadar penemuan para ahli teologi. Pernyataan bahwa Allah Yang Esa
menyatakan diri sebagai Bapa, Anak, dan Roh Kudus semata-mata adalah usaha
untuk menjelaskan ajaran Kitab Suci (Yohanes 10:29,30; Kisah Para Rasul
5:3,4).
Mempercayakan hidup kita
kepada Trinitas Allah berarti mulai memandang kebesaran-Nya sebagai Pencipta,
Penebus, dan Penolong kita dengan kacamata iman. Bukankah masuk akal jika Allah
tunggal yang kita sembah, tempat kita menyerahkan hidup kita, pastilah jauh
lebih besar daripada pengertian kita yang terbatas?
GAGASAN TENTANG TRINITAS ALLAH MEMBUAT RAGU-RAGU
TETAPI PENGENALAN AKAN DIA MEMUASKAN HATI
TETAPI PENGENALAN AKAN DIA MEMUASKAN HATI
3.2.BOOK
3.2.1.
Buku:
·
Alkitab
·
Buku
Katekisasi Sidi GKPI (2013)
·
Dogmatika
Masa Kini (B.J. Boland, BPK-Gunung Mulia, 1990)
·
Katekisasi
Masa Kini (R.J Porter MA, OMF, 2002)
·
Pendidikan
Agama Kristen (E.G. Homrighausen & I.H. Enklaar, BPK-GM,1985)
·
Ajarlah
Mereka (G.Riemer, OMF, 1998)
·
Pendidikan
Nilai Orang Dewasa
3.2.2.
Metode,
Media, Cara Pengajaran serta Tujuannya.
Metode
|
Media
|
Cara Pengajaran
|
Tujuan Pengajaran
|
Skala Pendidikan
|
-
Spidol
-
Papan
Tulis
|
Metode ini merupakan metode pengantar
untuk masuk kedalam tema. Metode ini berguna agar katekumen mengerti bahwa
pentingnya pendidikan yang ada di gereja.
Pengajar menggambarkan sebuah skala
pendidikan, dimana si pengajar menjelaskan bagian penting si katekumen
mendapatkan pendidikan terbesar terletak dibagian mana. Di luar rumah atau di
dalam rumah.
|
Agar Katekumen sadar seberapa
pentingnya pendidikan yang ada di dalam dan di luar rumah.
Agar Katekumen dapat mengukur
sebenarnya pendidikan mana yang paling banyak didapatkannya, di dalam atau
diluar rumah.
|
Diskusi Kelompok
|
NoteBook
Pena
|
Diskusi Kelompok kecil ini caranya
adalah si pengajar membagi kelompok (25 jiwa) menjadi 5 kelompok kecil,
setelah itu sipengajar memberikan bahan diskusi. Diskusi ini dilakukan atas
Bapa sebagai Oknum Pertama, dilanjutkan Anak sebagai Oknum Kedua dan Roh
Kudus sebagai Oknum Ketiga.
Diskusi Kelompok Kecil ini diakhiri
dengan suatu konklusi atau kesimpulan berdasarkan hasil diskusi dari semua
kelompok.
|
Agar si Katekumen dapat mengemukakan
kesimpulan dan contoh-contoh konkrit bagi implikasi dari eksistensi dan peran
Allah Tritunggal dalam kepercayaan dan perilaku mahasiswa Kristen pada zaman
ini.
|
1.
Charts (Grafik)
|
-
Gambar
Konsep Trinitas
-
Papan
Tulis
|
Grafik
adalah penggambaran data berangka, bertitik, bergaris dan bergambar yang memperlihatkan
hubungan timbal balik informasi secara statistik.
Cara
penggunaan Metodenya adalah si Pengajar Membuat gambar tentang konsep
Trinitas lalu menempelkannya ke papan tulis yang sudah disediakan, lalu
menjelaskannya kepada katekumen.
|
Metode ini saya buat karena secara
psikologis ada tipe-tipe manusia. Ada tipe Audio, Visual, Audio-Visual dan
Digital. Jadi metode ini saya buat agar Katekumen yang bertipe Audio-Visual
dan Digital lebih mengerti lagi tentang konsep Trinitas.
|
Records Player (Perekam
suara)
|
-
Hp
(SmartPhone)
|
Pengajar sebelum menjelaskan tentang
Konsep Trinitas memberikan arahan agar Katekumen menggunkan Hp (SmartPhone)
untuk merekam suara (Record) pada saat penjelasan tema.
|
Pada saat merekam, Katekumen pasti
tidak menggunakan Hp (SmartPhone) untuk hal lain. Dan akan meletakan Hp-nya
ke tempat yang disediakan. Ini berguna sebagai metode agar katekumen lebih
focus mendengarkan/ mengikuti pengajaran yang berlangsung. Dan katekumen akan
lebih memperjelas atau mengulangi rekaman tersebut dirumah masing-masing agar
lebih memahami konsep Trinitas.
|
Menonton Film
|
-
Infocus
-
Laptop
|
Pengajar memutarkan film singkat
mengenai Konsep Trinitas dan menjelaskannya kembali.
|
Agar katekumen Lebih memahami tentang
konsep Trinitas. Dan agar katekumen lebih menangkap apa yang telah
disampaikan si pengajar tentang konsep Trinitas.
|
3.2.3.
Penerpaan
Metode dan Medianya
1.
Skala
Pendidikan[62]
|
►SKALA PENDIDIKAN◄
|
|
Di
Rumah
|
Setiap
Hari oleh Orang tua sendiri.
|
|
|
Famili
lain (nenek, paman,bibi, kakak dll)
|
|
Di
|
|
Sekolah
(dasar, menengah,atas)
|
Luar
|
Lingkungan
|
Teman-teman
|
Rumah
|
|
Sekolah
Minggu
|
|
Gereja
|
Kaum
Pemuda
|
|
|
Kebaktian
|
|
|
Katekisasi
|
|
|
Persekutuan
|
2.
Diskusi
Kelompok
3.
Charts
(Grafik)
4.
Record
Player
5.
Memutar
Film
3.3.LOOK
3.3.1.
Kegiatan
pengajaran
a. Memberikan sambutan
dan sapaan hangat kepada Katekumen
Pengajar menyambut katekumen dengan
ucapan “Syallom, selamat Sore bagi kita?” Pengajar menanyakan kabar Katekumen,
dan Pengajar mengajak Katekumen untuk bernyanyi dengan lagu-lagu yang gembira,
supaya diawal pertemuan, Katekumen semakin semangat. Lagu tersebut diambil
dari, :
Kj
no 3: 1 “Kami Puji dengan Riang”
Kami
Puji dengan Riang
Dikau
Allah yang Besar;
Bagai
Bunga T’rima Siang
Hati
kami pun Mekar.
Kabut Dosa dan Derita,
Kebimbangan t’lah
lenyap.
Sumber
suka yang Abadi,
B’ri
sinar-Mu menyerap.
b.Doa pembuka
Untuk doa pembuka, pegajar sudah bisa
menyuruh salah satu katekumen untuk mengawali pertemuan/ibadah dalam doa.
c.Penyampaian firman
Tuhan/ Pengajaran:(1 Yohanes 5: 7) “Trinitas”
Si pengajar membacakan Firman Tuhan yang
terdapat dalam (1 Yohanes 5: 7), atau bisa juga si pengajar mengajak katekumen
untuk membacakan nats tersebut secara Bersama-sama.
Dan kemudian si pengajar menjelaskan tentang bagimana penjelasan tentang
substansi yang satu dan oknum yang ada tiga; yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus.
d. Penerapan/
Pengaplikasian Metode
Disini Si pengajar akan menerapkan
metode-metode yang telah dipersiapkan dari awal sebelum proses pengajaran. Dan
disini Katekumen akan berusaha untuk mencari tahu atau lebih menggali lagi
Trinitas.
e. Penjelasan
/Kesimpulan
Sipengajar akan memberikan kesimpulan
dan serta akan memberikan ayat hafalan untuk pertemuan selanjutnya. Dengan ayat
1 Yohanes 5: 7
f. Nyanyian Penutup
Kj no 2: 1 “Suci,suci,suci”
Suci,
suci,suci Tuhan Maha kuasa!
Dikau
kami puji di pagi yang teduh
Suci,suci, suci, murah dan
perkasa,
Allah Tritunggal agung
nama-Mu.
g.
Doa Penutup
Si pengajar memberikan
arahan kepada katekumen untuk memimpin dengan doa. Doa yang dimaksudkan disini
adalah doa penutup dan sekaligus doa syafaat. Dan si pengajar mengakhirinya
dengan Doa Bapa Kami.
3.4.TOOK
Dari
pengajaran diatas diharapkan katekumen mengerti dan tidak memiliki rasa keraguan
lagi tentang Trinitas. Dan mereka dapat menjelaskan dan meluruskan kembali
tentang kesalahpahaman konsep Trinitas agar mereka menjadi berkat bagi semua
orang, dan tidak menjadi batu sandungan bagi semua orang.
MOTTO: “To seek the best for
all”
IV.
Daftar
Pustaka
Sumber Buku:
A.
Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, Yogyakarta: Kanisius, 1995
Amril
M., Etika dan Pendidikan, Pekanbaru:
LSFK2P, 2005
Andar
Ismail, Mulai dari Musa dan Segala Nabi,
Jakarta: BPK-GM,2003
Andi
Marpiare, Psikologi Orang Dewasa,
Surabaya: Usaha Nasional, 1983
B.
Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan
Kristen, Yogyakarta: ANDI, 1996
Bertens,
Etika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2002
Charles
M. Shelton SJ, menuju Kedewasaan Kristen,
Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988
Daniel
Nuhamara, PAK Dewasa, Bandung:
penerbit Jurnal Info Media,2008
Desmita,
Psikologi Perkembangan, Bandung:
Rodas Karya, 2015
E.G.
Homrighausen & Enklaar, Pendidikan
Agama Kristen, Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2012
Earl
Zeigler, Christian Education of Adults,
Philadelphia: The Westminster Press
Elia
Tambunan, Pendidikan Agama Kristen: Handbook Untuk Perguruan Tinggi,
Yogyakarta: IllumiNation, 2013
Elin
Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama
Kristen, Cipanas: STT Cipanas, 1999
Elisabeth
B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta:
Erlangga, 1980
Elizabeth
H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, Jakarta: Erlangga, 1990
G.
Riemer, Ajarlah Mereka, Jakarata:
OMF, 1998
H.
Abu Ahmadi, Psikologi Umum, Jakarta:
Rineka Cipta, 2009
H.
Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari
Teori Hingga Aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2002
Herimanto,
Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar,
Jakarta: Bumi Aksara, 2011
James
W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan,
Yogyakarta: Kanisius
Janse
Belandino, Suluh Siswa I, Jakarta:
BPK-GM, 2005
Jonse
Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk Guru
PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, Bandung: Bina Media
Informasi, 2006
M.
Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran,
Lombok: Holistica, 2013
Mulyana,
R., Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung:
Alfabeta, 2004.
Nawawi, Ahmad, Pentingnya Pendidikan Nilai Moral Bagi
Generasi Penerus(jurnal), Bandung: UPI, 2010
RitaL.atkinson,
dkk, Pengantar Psikologi Edisi kesebelas,
Batam: Interaksara
Rudi
Susilana dan Cepi Riyana, Media
Pembelajaran, Bandung: CV Wacana Prima, 2009
Sarlito
W. Sarwono, Psikologi Remaja,
Jakarta: Rajawali Pers, 2010
Shahizan
Hasan, dkk, Komunikasi Kaunseuling, Bukit Tinggi: PTS Professional, 2005
Sofyan
Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas
Pendidikan Nilai, Bandung: Armico,2010
Suprijanto,
H, Pendidikan orang dewasa;
dari teori hingga aplikasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007
W.A.
Geregungan, Psikologi Sosial, Bandung:
Retika Aditama, 204
W.J.S.
Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1984
Wasty
Soemanto, Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Rineka Cipta, 2006
Sumber Internet:
http://strategipak.blogspot.com/2013/11/strategi-pak-dalam-pelayanan-dewasa.html
diakses pada tanggal 04 April 2017 Pukul 21.32
http://suksespend.blogspot.co.id/2009/06/konsep-dasar-dan-filosofi-pendidikan.html
http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.htmldiakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli-lengkap.htmldiakses
pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 01:30 WIB
https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral.
Diakses pada 24/04/2017 pukul 21:43 WIB.
http://www.definisi-pengertian.com/2015/10/definisi-pengertian-media-pembelajaran-ahli.html?m=1,
diakses 31 Oktober 2016, pukul 17.50 WIB.
[1]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[2]
Andi Marpiare, Psikologi Orang Dewasa,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1983), 17
[3]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980), 246
[4]
H. Suprianto, Pendidikan Orang Dewasa dari
Teori Hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 11
[5]
Daniel Numahara, PAK Dewasa, Anggota
IKAPIJabar, 2008, 56
[6]B.
Samuel Sijabat, Strategi Pendidikan
Kristen, (Yogyakarta: ANDI, 1996), 151-152
[7]
W.J.S. Poerdarmita, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 520
[8]Elizabeth
H. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1990),13
[9]
H. Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), 1
[10]
W.A. Geregungan, Psikologi Sosial, (Bandung:
Retika Aditama, 204), 6
[11]
RitaL.atkinson, dkk, Pengantar Psikologi
Edisi kesebelas, Batam: Interaksara), 15
[12]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga, 1980),2
[13]
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 57
[14]
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung:
Rodas Karya, 2015), 234
[15]
Janse Belandino, Suluh Siswa I,
(Jakarta: BPK-GM, 2005), 4
[16]
Elisabeth B. Hurlock, Psikologi
Perkembangan, (Jakarta: Erlangga , 1980),246
[17]
Elin Tanya, Gereja dan Pendidikan Agama
Kristen, (Cipanas: STT Cipanas, 1999),136
[18]
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung:
Rodas Karya, 2015), 237
[19]
Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk
Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, (Bandung: Bina Media
Informasi, 2006), 23.
[20]
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media
Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 6.
[21]www.definisi-pengertian.com/2015/10/definisi-pengertian-media-pembelajaran-ahli.html?m=1, diakses 31 Oktober 2016, pukul 17.50
WIB.
[22]
Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media
Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), 7.
[23]
Jonse Belandia Non-Serrano, Pedoman untuk
Guru PAK SD-SMA Dalam melaksanakan Kurikulum Baru, 22-23.
[24]
M. Sobry Sutikno, Belajar dan
Pembelajaran, (Lombok: Holistica, 2013), 83.
[25]http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.htmldiakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul
20:10
[30] E.G. Homrighausen & Enklaar,
Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2012), 24.
[31]
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan
Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 55281), 70
[32]
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 111-113
[33]
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan
Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius,55281),96
[34]
A. Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 39
[35]
James W. Fowler, Tahap-tahap Perkembangan
Kepercayaan, 96
[36]
A. Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 39
[37]
A. Supratiknya, Teori Perkembangan
Kepercayaan, 39
[39]
Charles M. Shelton SJ, menuju Kedewasaan
Kristen, (Yogyakarta: Penerbit Knisius,1988) 42-43
[40]
B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan
Kristen,35-36
[41]
Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala
Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),113
[42]
Daniel Nuhamara, PAK Dewasa,
(Bandung: penerbit Jurnal Info Media,2008) 9
[43]
Andar Ismail, Mulai dari Musa dan Segala
Nabi, (Jakarta: BPK-GM,2003),217
[45]http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 20:10
[46]http://www.artikelsiana.com/2015/08/pengertian-pendidikan-tujuan-manfaat.html diakses
pada tanggal 16 April 2017 pukul 21:10
[47] Amril M., Etika
dan Pendidikan, (Pekanbaru: LSFK2P, 2005), 5.
[48]Nawawi,
Ahmad. (2010). Pentingnya
Pendidikan Nilai Moral Bagi Generasi Penerus(jurnal). Bandung: UPI, 4.
[49] Mulyana, R., Mengartikulasikan
Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), 9.
[50] Herimanto, Winarno, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 127-128
[51] Sofyan Sauri dan Herian Firmansyah, Meretas Pendidikan Nilai, (Bandung: Armico,2010), 6.
[52]
Suprijanto, H, Pendidikan
orang dewasa; dari teori hingga aplikasi. (Jakarta
: Bumi Aksara, 2007), 35
[54]http://www.seputarpengetahuan.com/2016/08/pengertian-moral-menurut-para-ahli-lengkap.htmldiakses pada tanggal 17 Mei 2017
pukul 01:30 WIB
[55]https://www.google.co.id/search?perbedaan-akhlak-etika-moral. Diakses pada 24/04/2017 pukul
21:43 WIB.
[56]
Bertens, Etika, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2002), 34-36.
[59]
Earl Zeigler, Christian Education of
Adults, (Philadelphia: The Westminster Press), 100.
[62]
G. Riemer, Ajarlah Mereka, (Jakarata:
OMF, 1998), 18
Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
ReplyDeleteSistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
Link Alternatif :
arena-domino.club
arena-domino.vip
100% Memuaskan ^-^