Sunday, May 6, 2018

Aliran Muktazilah



Aliran Muktazilah
jangan dicopy bulat2 dek
I.                   Pendahuluan
Pertentatangan akan suatu dogma yang benar  dikalangan aliran Syiah menimbulkan perbedaan pandangan antara aliran khawarij dan Murji`ah  tentang dosa besar dan orang mukmin. Tidak tercapainya suatu kesepakatan bersama sehingga  sekelompok orang mengundurkan diri dan memunculkan aliran yang baru, aliran ini disebut dengan aliran Muktazilah. Disini kami para penyaji akan memaparkan latar belakang munculnya, pengertian, tokoh-tokoh, teologi,serta perkembangan aliran Muktazilah ini. Semoga menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya.  
II.                Pembahasan
2.1.Pengertian Muktazilah
Mu’taziliyah (data kata Arab. a’tazalah, “mengambil jarak”, “memisahkan diri”, “mengundurkan diri”).[1]Muktazilah suatu gerakan teologi yang menciptakan teologi dokmatis spekulatif di dalam Islam. Muktazilah mulai di dalam religious dan iklim politik yang sama seperti Khawarij dan Murjiah dan kelompok sekte lainnya. Mereka menetapkan pendirian “tingkat menengah” antara mereka yang merasakan bahwa perbuatan dosa telah menyebabkan pengingkaran agama dengan segera dan mereka yang merasa bahwa dosa tidak mempengaruhi keyakinan. Mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai “orang-orang keadilan dan persatuan” (ahl al adl wa t tawhid), mempertahankan bahwa Tuhan sepenuhnya adil dan selaras.[2]Golongan ini mengajarkan ilmu kalam yang bersifat rasional dan mempergunakan filsafat (akal manusia) dalam menjelaskan keyakinan agama.[3]

2.2.Latar Belakang Munculnya Aliran Muktazilah
Aliran Mutazilah muncul sebagai reaksi pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai soal orang Mukmin yang berdosa besar menurut kaum Khawarij, orang Mukmin yang berdosa besar tidak dapat dikatakan Mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir.Sementara itu kaum Murji’ah tetap menganggap orang Mukmin yang berdosa besar itu sebagai Mukmin bukan Kafir.
      Menghadapi kedua pendapat yang Kontroversial ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi murid al-Hasan al-Basri, seorang ulama yang terkenal di Basrah, mendahului gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besarmenempati posisi antara mukmin dan kafir.Tegasnya, orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir tetapi diantara keduanya.Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat diantara surga dan neraka, orang itu di masukkan ke dalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.Demikianlah pendapat Wasil, yamg kemudian menjadi salah satu doktrin Muktazilah. Aliran Muktazilah, yakni al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi).
      Setelah menyatakan pendapatnya itu, Wasil bin Ata meninggalkan perguruan al-Hasan al-Basri lalu membentuk kelompok sendiri. kelompok itulah yang menjadi cikal-bakal Muktazilah.[4]Kontak dengan falsafat Yunani membawa pemujaan akal ke dalam kalangan Islam.Kaum Muktazilah banyak dipengaruhi hal ini dan tidak mengherankan kalau dalam pemikiran teologi mereka banyak dipengaruhi oleh daya akal atau ratio dan kalau teologi mereka mempunyai corak liberal.[5]

2.3.Ajaran-Ajaran Pokok Mutazilah
Doktrin Muktazilah dikenal dalam bentuk lima ajaran dasar yang popular dengan istilah al-Usul al-Khamsah. Kelima ajaran dasar itu adalah:
1.      At-Tauhid, ajaran pertama Muktazilah ini berarti “meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT yang Maha Esa”. Dia merupakan zat yang unik, tidak ada yang serupa dengan-Nya. Golongan Muktazilah menganggap konsep Tauhid mereka paling murni, sehingga mereka senang disebut sebagai Ahl-at Tauhid (pembela tauhid). Semua yang dimaksudkan oleh golongan lain sebagai sifat Tuhan yang melekat pada zat Tuhan disebut oleh golongan Muktazilah enggan mengakui adanya sifat Tuhan dalam pengertian sesuatu yang melekat dalam zat Tuhan. Dikatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat Maha mengetahui, namun bagi mereka yang Maha mengetahui itu bukan sifat-Nya melainkan zat-Nya. Tuhan bagi mereka tidak boleh dipersamakan dengan makhluk-Nya, seperti mempunyai tangan dan muka. Karena itu ayat yang menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai bukti fisik (ayat tajassum) harus ditakwilkan sedemikian rupa. Paham ini juga menolak pendapat yang mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti.[6] Ajaran dasar pertama bertujuan membela kemurnian paham keMaha Esaan Tuhan, sehingga mereka mengatakan Tuhan tidak mempunyai sifat dan hanya mempunyai essensi. Tuhan bersifat Maha adil dan untuk mempertahankan paham itu, mereka mengatur paham Qadariah. Jika dikatakan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan semenjak azal, sebagai yang terdapat dalam paham Jabariah, maka Tuhan akan bersifat tidak adil kalau orang yang berbuat jahat atas ketentuan azali itu, dimasukkan Tuhan ke neraka. Faham keadilan baru dapat dipertahankan kalau manusia dihukum atas kebebessannya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.[7]
2.      Al-Adl (paham keadilan). Paham keadilan Tuhan dalam ajaran mereka membawa pada pengertian bahwa Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil berbuat zalim kepada hamba-Nya. Dari sini timbullah ajaran as-salah wa al-aslah. Maksudnya, Tuhan wajib berbuat baik, bahkan yang terbaik bagi manusia, antara lain tidak boleh memberi beban terlalu berat kepada manusia, Tuhan wajib mengirimkan nabi dan Rasul untuk menuntun kehidupan manusia di muka bumi, dan Tuhan wajib memberikan daya kepada manusia agar ia dapat mewujudkan perbuatannya.
3.      Al- Wa’d Wa al-Wa’id (janji dan ancaman). Menurut Muktazilah, Tuhan wajib menepati janji-Nya memasukkan orang mukmin ke dalam surga dan menepati ancamannya mencampakkan orang kafir dan orang berdosa besar ke dalam neraka. Meskipun sanggup memasukkan orang berdosa ke dalam sorga dan menjerumuskan orang mukmin ke dalam neraka, Tuhan mustahil melakukan itu karena bertentangan dengan keadilan-Nya. Paham ini berkaitan erat dengan pandangan mereka bahwa manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatannya melalui daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya. Oleh karena itu manusia bertanggung jawab penuh atas segala tindakannya. Jika manusia memilih untuk beriman dan berbuat baik, maka kepadanya dijanjikan pahala masuk surga, sedangkan kalau mereka ingkar dan berbuat dosa, Tuhan mengancam dengan mereka.
4.      Al-Manzilah Bain al-Mnzilatain (posisi diantara dua posisi). Paham ini merupakan ajaran dasar pertama yang lahir di kalangan Muktazilah. Paham ini timbul setelah terjadi peristiwa antara Wasil bin Ata dan al-Hasan al-Basri di Basrah. Bagi muktazilah, orang yang berdosa besar bukan termasuk kafir dan bukan pula mukmin, melainkan berada diantara keduanya, menempati posisi antara mukmin dan kafir, yamg disebut “fasik”. Orang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin lagi karena telah menyimpang dari ajaran Islam, sementara itu belum pula dapat digolongkan sebagai kafir karena masih mempercayai Allah SWT dan rasul-Nya. Jika meninggal tanpa sempat bertobat, orang yang mendapat predikat “fasik” akan dicampakkan ke dalam neraka dan kekal di dalamnya, hanya saja siksaan yang mereka peroleh lebih ringan dibandingkan siksaan orang kafir.
5.      Al-Amr bi al-Ma’ruf Wa an-Nahy ‘an al-Munkar (perintah agar mengerjakan kebajikan dan melarang kemunkaran). Dalam prinsip Muktazilah, setiap muslim wajib menegakkan perbuatan yang makruf serta menjauhi perbuatan yang munkar. Berpegang pada ajaran ini, kaum Muktazilah dalam sejarah pernah melakukan pemaksaan pendapatnya bahwa Al-Qur’an adalah makluk dan diciptakan Tuhan. Karena itu Al-Qur’an tidak diam. Mereka yang menentang pendapat ini wajib dihukum.[8]
2.4.Tokoh-Tokoh Aliran Mutazilah
2.4.1.      Wasil bin ata al-Gazzal (80-131/699 M)
Ia adalah pendiri aliran Muktazilah dan yang meletakkan lima ajaran yang menjadi dasar semua golongan kaum Muktazilah.[9] Ada ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham Al-Manzilah bin Al-Manzilatain, paham Qadariah dan paham peniadaan sifat Tuhan. Dua dari ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah yaitu Al-Manzilah bin al-Manzilatain dan peniadaan sifat Tuhan.[10]
2.4.2.      Abu Al-Huzail al-Allaf (135-226H/735-840M)
Tokoh inilah yang menyusun dasar-dasar paham Muktazilah secara lebih sistematis.Ia menulis banyak buku tentang paham Muktazilah tetapi, tidak ada informasi yang definitif tentang nama-nama buku tersebut.[11] Ketika itu buku-buku Yunani, abi filsafat juga ilmu pengetahuan lainnya banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga pengaruh Yunani sedikit banyaknya akan terbawa di dalam pemikiran Teologis Abu Huzail. Hasil pemikiran Abu Huzail itu adalah Al-allaf tentang sifat Tuhan.Dia berpendapat bahwa manusia dengan mempergunakan akalnya, dapat mengetahui yang baik dan yang buruk tanpa adanya Wahyu.Karena itu wajib mengerjakan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan buruk.[12]
2.4.3.      Al-Nazam (185 H/801 M-321 H/ 846 M)
Dia berpendapat bahwa yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan Maha Adil, Ia adalah berkuasa untuk berlaku zalim. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai Al-Qur’an terletak pada kandungan bukan pada Uslub (gaya bahasa) dan Balaghad.[13]
2.4.4.      Al-Juba ‘l (235 H/489-303 H/915 M)
Seorang tokoh Muktazilah generasi ke-tiga, yang mempunyai murid bernama Abu Hasan al-Asy`ari. Semula muridnya ini menjadi pengikut Muktazilah , tetapi setelah berumur 40 tahun, Ia meninggalkan aliran ini karena Ia tidak sependapat dengan gurunya dalam dialog tentang status orang mukmin, kafir, dan anak yang meninggal dunia. Menurut Al-juba`I, orang mukmin tersebut akan masuk kedalam sorga dan yang kafir akan masuk kedalam neraka, sedangkan anak yang meninggal tersebut akan bebas dari neraka tetapi tidak bisa memperoleh tempat yang tinggi di surga , karena Ia belum memiliki kepatuhan kepada Tuhan. Kemudian muridnya ini bertanya “ kalau sianak berkata bahwa itu bukan salahnya?” Al-juba`I menjawab ,” Tuhan mengetahui bahwa jika si-anak itu terus hidup Ia pasti akan menjadi kafir,” menanggapi jawaban itu al-Asy`ari bertanya lagi,”kalau sikafir memprotes kenapa Tuhan tidak memperlakukan dirinya sebagaimana terhadap si-anak? ” Mendengar pertanyaan muridnya al-Jubba`I terdiam dan tidak menjawab. Setelah peristiwa itu al-Asy`ari kemudian menyatakan keluar dari Muktazilah dan mendirikan  aliran ahlusunah waljamaah, karena menurutnya, prinsip –prinsip dasar Muktazilah yang sering meninggalkan sunah(hadis), sedangkan kata” waljamaah,” dimakssudkan untuk menunjukkan bahwa paham ini sesuai dengan paham sebagian besar umat Islam. Dalam persoalan orang mukmin yang melakukan dosa besar, al-Asy`ari berpendapat bahwa orang ini tetap mukmin tetapi Fasik , sedangkan dalam persoalan perbuatan manusia , Ia mempercayai adanya ketentuan (takdir) Allah SWT yang berarti bahwa Allah SWT lah yang menciptakan perbuatan manusia itu.
2.4.5.      Abu Husain  al-Khayyat (300 H)

2.5.Perkembangan Aliran Mutazilah
Pada awal perkembangannya, aliran ini tidak mendapat simpati umat Islam, khususnya di kalangan masyarakat awam karena mereka sulit memahami ajaran Muktazilah yang bersifat rasional dan filosofis itu. Alasan lain adalah kaum Muktazilah dinilai tidak teguh berpegang pada sunah Rasullullah SAW dan para sahabat. Kolompok ini baru memperoleh dukungan yang luas, terutama di kalangan intelektual, pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun, penguasa Abbassiyah (198 H/813 M-218 H/833 M).kedududkan muktazilah jadi semakin kokoh setelah al-Ma’mun menyatakannya sebagai mazhab resmi Negara. Al-Ma’mun sendiri memang sejak kecil dididik dalam tradis Yunani yang gemar akan ilmu pengetahuan dan filsafat.
      Dalam fase kejayaannya itu, Muktazilah sebagai golongan yang mendapat dukungan penguasa memaksakan ajarannya kepada kelompok lain. Pemaksaan ajaran ini dikenal dalam sejarah dengan peristiwa mihnah(inquisition) Mihnah ini timbul sehubungan dengan paham Khalq Al-Qur’an. Kaum Muktazilah berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang tersususn dari suara dan huruf.Al-Qur’an itu adalah makhluk, dalam arti “diciptakan Tuhan”.Karena diciptakan, berarti Al-Qur’an adalah sesuatu yang baru, jadi tidak kadim. Jika Al-Qur’an dikatakan kadim akan timbul kesimpulan bahwa ada yang kadim selain Allah SWT dan ini adalah Musyrik (hukumannya).
      Khalifah al-Ma’mun menginstruksikan supaya diadakan pengujian terhadah aparat pemerintahan atau mihnah tentang keyakinan mereka akan paham ini. Menurut al-ma’mun orang yang mempunyai keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kadim tidak dapat dipakai untuk menempati posisi penting dalam pemerintahan, terutama dalam jabatan kadim.Dalam pelaksanaannya, bukan hanya para aparat pemerintahan yang diperiksa tetapi juga tokoh masyarakat.sejarah mencatat banyak tokoh dan pejabat pemerintahan yang disiksa antara lain imam Hanbali. Bahkan ada ulama yang dibunuh karena tidak sepaham dengan aliran Muktazilah, seperti al-Khuzzai dan al-Buwaiti. Peristiwa ini sangat mengguncangkan umat Islam dan baru berakhir setelah al-Mutawakkil (memerintah 232 H/847 M-247 H/ 861 M) memegang tampuk pemerintahan menggantikan al-Wasiq (memerintah 228 H/ 842 M- 232 H/ 847 M) dimasa al-mutawakkil domonasi aliran muktazilah menurun dan menjadi semakin simpatik dimata masyarakat. keadaan ini semakin buruk setelah al-mutawakkil membatalkan pemakaian mazhab Muktazilah sebagai mazhab resmi Negara dan menggantikannya dengan aliran Asy’ariah. Dalam perjalanan selanjutnya kaum Muktazilah muncul kembali di zaman berkuasanya Dinasti (Buwaihi di Baghdad).Akan tetapi kesempatan ini tidak lama karena bani Buwaihi segera di gulingkan bani Seljuk yang pemimpinnya cenderung pada Asy’ariah, terutama sejak pemerintahan ALP Arslan dengan perdana menterinya, nizam al-Mulk.Selama berabad-abad kemudian, muktazilah tersisih dari panggung sejarah, tergeser aliran ahlusunah waljamaah. Yang mempercepat hilangnya aliran ini antara lain adalah buku mereka tidak lagi dibaca dan dipelajari di perguruan Islam. Sebaliknya pengetahuan tentang paham mereka hanya di dapati pada buku lawannya, seperti buku yang ditulis oleh pemuka Asy’ariah.Namun sejak awal abad ke 20 berbagai karya Muktazilah ditemukan kembali dan dipelajari di berbagai perguruan Islam seperti di Universitas al-Azhar.Dengan demikian pandangan terhadap Muktazilah jadi lebih jernih dan segi positif dari ajaran serta sumbangannya terhadap kepentingan Islam mulai diketahui.[14]
III.             Kesimpulan
Aliran muktazilah ialah aliran yang muncul akibat pertentangan dogma tentang, orang mukmin, dosa besar dan kafir antara aliran Khawarij dan Murji`ah. Muktazilah mempunyai lima ajaran pokok yaitu: At-Tauhid,al-wa`d wa-al wa`id, Al-Manzilah Bain al-man Zilatain, Al-Amr bi-al-Ma`ruf wa an-Nahy`an al-Munkar. Dari pertentangan tokoh aliran Muktazilah ini memunculkan aliran alhusunnah waljamaah yang akhirnya menggeser dominasi aliran muktazilah itu sendiri setelah berabad-abad sejak kemunculannya, akibat kurangnya buku tentang aliran ini.


[1] Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam (Ringkas), (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996), 290
[2] Muhammad Iqbal & William Hunt, Ensiklopedi Ringkas tentang Islam, (Jakarta: Taramedia, 2003), 305
[3] H. Mohammad Daud Ali, dkk, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 1995), 26
[4] ….. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 2005), 95
[5] Harun Nasution, Islam ditinjau  dari  berbagai aspeknya, (Jakarta:  Universitas Indonesia, 1985), 38
[6]  ….. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 2005), 96
[7]  Harun Nasution, Islam ditinjau  dari  berbagai aspeknya, 39
[8]….. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 2005), 96-97
[9]  Ahmad Hanafi,Teologi Islam Ilmu Kalam, (Jakarta: PT. Karya Abadi, 2002), 13
[10]….. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 2005), 97
[11] Ahmad Qadri Abdillah Azizy, dkk, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal, (Yogyakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve), 239
[12] Katimin, Mozaik Pemikiran Islam,42-43
[13] W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam, (Jakarta: P3M), 291
[14]  ….. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Intermasa, 2005), 95-96

No comments:

Post a Comment

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...