Aliran
Muktazilah
jangan dicopy bulat2 dek
I.
Pendahuluan
Pertentatangan akan suatu dogma yang benar dikalangan aliran Syiah menimbulkan perbedaan
pandangan antara aliran khawarij dan Murji`ah tentang dosa besar dan orang mukmin. Tidak
tercapainya suatu kesepakatan bersama sehingga
sekelompok orang mengundurkan diri dan memunculkan aliran yang baru, aliran
ini disebut dengan aliran Muktazilah. Disini kami para penyaji akan memaparkan
latar belakang munculnya, pengertian, tokoh-tokoh, teologi,serta perkembangan
aliran Muktazilah ini. Semoga menambah wawasan bagi siapa saja yang membacanya.
II.
Pembahasan
2.1.Pengertian
Muktazilah
Mu’taziliyah
(data kata Arab. a’tazalah, “mengambil jarak”, “memisahkan
diri”, “mengundurkan diri”).[1]Muktazilah
suatu gerakan teologi yang menciptakan teologi dokmatis spekulatif di dalam
Islam. Muktazilah mulai di dalam religious dan iklim politik yang sama seperti
Khawarij dan Murjiah dan kelompok sekte lainnya. Mereka menetapkan pendirian
“tingkat menengah” antara mereka yang merasakan bahwa perbuatan dosa telah
menyebabkan pengingkaran agama dengan segera dan mereka yang merasa bahwa dosa
tidak mempengaruhi keyakinan. Mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai
“orang-orang keadilan dan persatuan” (ahl al adl wa t tawhid), mempertahankan
bahwa Tuhan sepenuhnya adil dan selaras.[2]Golongan
ini mengajarkan ilmu kalam yang bersifat rasional dan mempergunakan filsafat
(akal manusia) dalam menjelaskan keyakinan agama.[3]
2.2.Latar
Belakang Munculnya Aliran Muktazilah
Aliran Mutazilah muncul sebagai reaksi
pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai soal orang
Mukmin yang berdosa besar menurut kaum Khawarij, orang Mukmin yang berdosa
besar tidak dapat dikatakan Mukmin lagi, melainkan sudah menjadi
kafir.Sementara itu kaum Murji’ah tetap menganggap orang Mukmin yang berdosa
besar itu sebagai Mukmin bukan Kafir.
Menghadapi
kedua pendapat yang Kontroversial ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi
murid al-Hasan al-Basri, seorang ulama yang terkenal di Basrah, mendahului
gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besarmenempati
posisi antara mukmin dan kafir.Tegasnya, orang itu bukan mukmin dan bukan pula
kafir tetapi diantara keduanya.Oleh karena di akhirat nanti tidak ada tempat
diantara surga dan neraka, orang itu di masukkan ke dalam neraka, tetapi
siksaan yang diperolehnya lebih ringan dari siksaan orang kafir.Demikianlah
pendapat Wasil, yamg kemudian menjadi salah satu doktrin Muktazilah. Aliran
Muktazilah, yakni al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi diantara dua posisi).
Setelah
menyatakan pendapatnya itu, Wasil bin Ata meninggalkan perguruan al-Hasan
al-Basri lalu membentuk kelompok sendiri. kelompok itulah yang menjadi
cikal-bakal Muktazilah.[4]Kontak
dengan falsafat Yunani membawa pemujaan akal ke dalam kalangan Islam.Kaum
Muktazilah banyak dipengaruhi hal ini dan tidak mengherankan kalau dalam
pemikiran teologi mereka banyak dipengaruhi oleh daya akal atau ratio dan kalau
teologi mereka mempunyai corak liberal.[5]
2.3.Ajaran-Ajaran
Pokok Mutazilah
Doktrin Muktazilah dikenal dalam bentuk
lima ajaran dasar yang popular dengan istilah al-Usul al-Khamsah. Kelima ajaran
dasar itu adalah:
1. At-Tauhid,
ajaran pertama Muktazilah ini berarti “meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah
SWT yang Maha Esa”. Dia merupakan zat yang unik, tidak ada yang serupa
dengan-Nya. Golongan Muktazilah menganggap konsep Tauhid mereka paling murni,
sehingga mereka senang disebut sebagai Ahl-at Tauhid (pembela tauhid). Semua
yang dimaksudkan oleh golongan lain sebagai sifat Tuhan yang melekat pada zat
Tuhan disebut oleh golongan Muktazilah enggan mengakui adanya sifat Tuhan dalam
pengertian sesuatu yang melekat dalam zat Tuhan. Dikatakan bahwa Tuhan
mempunyai sifat Maha mengetahui, namun bagi mereka yang Maha mengetahui itu
bukan sifat-Nya melainkan zat-Nya. Tuhan bagi mereka tidak boleh dipersamakan
dengan makhluk-Nya, seperti mempunyai tangan dan muka. Karena itu ayat yang
menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai bukti fisik (ayat tajassum) harus
ditakwilkan sedemikian rupa. Paham ini juga menolak pendapat yang mengatakan
bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti.[6]
Ajaran dasar pertama bertujuan membela kemurnian paham keMaha Esaan Tuhan,
sehingga mereka mengatakan Tuhan tidak mempunyai sifat dan hanya mempunyai
essensi. Tuhan bersifat Maha adil dan untuk mempertahankan paham itu, mereka
mengatur paham Qadariah. Jika
dikatakan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan semenjak azal, sebagai yang
terdapat dalam paham Jabariah, maka
Tuhan akan bersifat tidak adil kalau orang yang berbuat jahat atas ketentuan
azali itu, dimasukkan Tuhan ke neraka. Faham keadilan baru dapat dipertahankan
kalau manusia dihukum atas kebebessannya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.[7]
2. Al-Adl
(paham keadilan). Paham keadilan Tuhan dalam ajaran mereka membawa pada
pengertian bahwa Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil berbuat zalim kepada
hamba-Nya. Dari sini timbullah ajaran as-salah wa al-aslah. Maksudnya, Tuhan
wajib berbuat baik, bahkan yang terbaik bagi manusia, antara lain tidak boleh
memberi beban terlalu berat kepada manusia, Tuhan wajib mengirimkan nabi dan
Rasul untuk menuntun kehidupan manusia di muka bumi, dan Tuhan wajib memberikan
daya kepada manusia agar ia dapat mewujudkan perbuatannya.
3. Al-
Wa’d Wa al-Wa’id (janji dan ancaman). Menurut Muktazilah, Tuhan wajib menepati
janji-Nya memasukkan orang mukmin ke dalam surga dan menepati ancamannya mencampakkan
orang kafir dan orang berdosa besar ke dalam neraka. Meskipun sanggup
memasukkan orang berdosa ke dalam sorga dan menjerumuskan orang mukmin ke dalam
neraka, Tuhan mustahil melakukan itu karena bertentangan dengan keadilan-Nya.
Paham ini berkaitan erat dengan pandangan mereka bahwa manusia sendirilah yang
mewujudkan perbuatannya melalui daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya. Oleh
karena itu manusia bertanggung jawab penuh atas segala tindakannya. Jika
manusia memilih untuk beriman dan berbuat baik, maka kepadanya dijanjikan
pahala masuk surga, sedangkan kalau mereka ingkar dan berbuat dosa, Tuhan
mengancam dengan mereka.
4. Al-Manzilah
Bain al-Mnzilatain (posisi diantara dua posisi). Paham ini merupakan ajaran
dasar pertama yang lahir di kalangan Muktazilah. Paham ini timbul setelah
terjadi peristiwa antara Wasil bin Ata dan al-Hasan al-Basri di Basrah. Bagi
muktazilah, orang yang berdosa besar bukan termasuk kafir dan bukan pula
mukmin, melainkan berada diantara keduanya, menempati posisi antara mukmin dan
kafir, yamg disebut “fasik”. Orang berdosa besar tidak dapat dikatakan mukmin
lagi karena telah menyimpang dari ajaran Islam, sementara itu belum pula dapat
digolongkan sebagai kafir karena masih mempercayai Allah SWT dan rasul-Nya.
Jika meninggal tanpa sempat bertobat, orang yang mendapat predikat “fasik” akan
dicampakkan ke dalam neraka dan kekal di dalamnya, hanya saja siksaan yang
mereka peroleh lebih ringan dibandingkan siksaan orang kafir.
5. Al-Amr
bi al-Ma’ruf Wa an-Nahy ‘an al-Munkar (perintah agar mengerjakan kebajikan dan
melarang kemunkaran). Dalam prinsip Muktazilah, setiap muslim wajib menegakkan
perbuatan yang makruf serta menjauhi perbuatan yang munkar. Berpegang pada
ajaran ini, kaum Muktazilah
dalam sejarah pernah
melakukan pemaksaan pendapatnya bahwa Al-Qur’an adalah makluk dan diciptakan
Tuhan. Karena itu Al-Qur’an tidak diam.
Mereka yang menentang pendapat ini wajib dihukum.[8]
2.4.Tokoh-Tokoh
Aliran Mutazilah
2.4.1.
Wasil
bin ata al-Gazzal (80-131/699 M)
Ia adalah pendiri aliran Muktazilah dan
yang meletakkan lima ajaran yang menjadi dasar semua golongan kaum Muktazilah.[9]
Ada ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham Al-Manzilah bin
Al-Manzilatain, paham Qadariah dan paham peniadaan sifat Tuhan. Dua dari ajaran
itu kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah yaitu Al-Manzilah bin
al-Manzilatain dan peniadaan sifat Tuhan.[10]
2.4.2.
Abu
Al-Huzail al-Allaf (135-226H/735-840M)
Tokoh inilah yang menyusun dasar-dasar
paham Muktazilah secara lebih sistematis.Ia menulis banyak buku tentang paham
Muktazilah tetapi, tidak ada informasi yang definitif tentang nama-nama buku
tersebut.[11]
Ketika itu buku-buku Yunani, abi filsafat juga ilmu pengetahuan lainnya banyak
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga pengaruh Yunani sedikit banyaknya
akan terbawa di dalam pemikiran Teologis Abu Huzail. Hasil pemikiran Abu Huzail
itu adalah Al-allaf tentang sifat Tuhan.Dia berpendapat bahwa manusia dengan
mempergunakan akalnya, dapat mengetahui yang baik dan yang buruk tanpa adanya
Wahyu.Karena itu wajib mengerjakan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan
buruk.[12]
2.4.3.
Al-Nazam
(185 H/801 M-321 H/ 846 M)
Dia
berpendapat bahwa yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan
Maha Adil, Ia adalah berkuasa untuk berlaku zalim. Ia juga mengeluarkan
pendapat mengenai Al-Qur’an terletak pada kandungan bukan pada Uslub (gaya
bahasa) dan Balaghad.[13]
2.4.4.
Al-Juba
‘l (235 H/489-303 H/915 M)
Seorang
tokoh Muktazilah generasi ke-tiga, yang mempunyai murid bernama Abu Hasan
al-Asy`ari. Semula
muridnya ini menjadi pengikut Muktazilah , tetapi setelah berumur 40 tahun, Ia
meninggalkan aliran ini karena Ia tidak sependapat dengan gurunya dalam dialog
tentang status orang mukmin, kafir, dan anak yang meninggal dunia. Menurut
Al-juba`I, orang mukmin tersebut akan masuk kedalam sorga dan yang kafir akan
masuk kedalam neraka, sedangkan anak yang meninggal tersebut akan bebas dari neraka
tetapi tidak bisa memperoleh tempat yang tinggi di surga , karena Ia belum
memiliki kepatuhan kepada Tuhan. Kemudian muridnya ini bertanya “ kalau sianak
berkata bahwa itu bukan salahnya?” Al-juba`I menjawab ,” Tuhan mengetahui bahwa
jika si-anak itu terus
hidup Ia pasti akan menjadi kafir,” menanggapi jawaban itu al-Asy`ari bertanya
lagi,”kalau sikafir memprotes
kenapa Tuhan tidak memperlakukan dirinya sebagaimana terhadap si-anak? ”
Mendengar pertanyaan muridnya al-Jubba`I terdiam dan tidak menjawab. Setelah
peristiwa itu al-Asy`ari kemudian menyatakan keluar dari Muktazilah dan
mendirikan aliran ahlusunah waljamaah,
karena menurutnya, prinsip –prinsip dasar Muktazilah yang sering meninggalkan
sunah(hadis), sedangkan kata” waljamaah,” dimakssudkan untuk menunjukkan bahwa
paham ini sesuai dengan paham sebagian besar umat Islam. Dalam persoalan orang
mukmin yang melakukan dosa besar, al-Asy`ari berpendapat bahwa orang ini tetap
mukmin tetapi Fasik , sedangkan dalam persoalan perbuatan manusia , Ia
mempercayai adanya ketentuan (takdir) Allah SWT yang berarti bahwa Allah SWT
lah yang menciptakan perbuatan manusia itu.
2.4.5.
Abu
Husain al-Khayyat (300 H)
2.5.Perkembangan
Aliran Mutazilah
Pada awal perkembangannya, aliran ini
tidak mendapat simpati umat Islam, khususnya di kalangan masyarakat awam karena
mereka sulit memahami ajaran Muktazilah yang bersifat rasional dan filosofis
itu. Alasan lain adalah kaum Muktazilah dinilai tidak teguh berpegang pada
sunah Rasullullah SAW dan para sahabat. Kolompok ini baru memperoleh dukungan
yang luas, terutama di kalangan intelektual, pada masa pemerintahan Khalifah
al-Ma’mun, penguasa Abbassiyah (198 H/813 M-218 H/833 M).kedududkan muktazilah
jadi semakin kokoh setelah al-Ma’mun menyatakannya sebagai mazhab resmi Negara.
Al-Ma’mun sendiri memang sejak kecil dididik dalam tradis Yunani yang gemar
akan ilmu pengetahuan dan filsafat.
Dalam
fase kejayaannya itu, Muktazilah sebagai golongan yang mendapat dukungan
penguasa memaksakan ajarannya kepada kelompok lain. Pemaksaan ajaran ini
dikenal dalam sejarah dengan peristiwa mihnah(inquisition)
Mihnah ini timbul sehubungan dengan paham Khalq Al-Qur’an. Kaum Muktazilah
berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang tersususn dari suara
dan huruf.Al-Qur’an itu adalah makhluk, dalam arti “diciptakan Tuhan”.Karena
diciptakan, berarti Al-Qur’an adalah sesuatu yang baru, jadi tidak kadim. Jika
Al-Qur’an dikatakan kadim akan timbul kesimpulan bahwa ada yang kadim selain
Allah SWT dan ini adalah Musyrik (hukumannya).
Khalifah
al-Ma’mun menginstruksikan supaya diadakan pengujian terhadah aparat
pemerintahan atau mihnah tentang
keyakinan mereka akan paham ini. Menurut al-ma’mun orang yang mempunyai
keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah kadim tidak dapat dipakai untuk menempati
posisi penting dalam pemerintahan, terutama dalam jabatan kadim.Dalam
pelaksanaannya, bukan hanya para aparat pemerintahan yang diperiksa tetapi juga
tokoh masyarakat.sejarah mencatat banyak tokoh dan pejabat pemerintahan yang
disiksa antara lain imam Hanbali. Bahkan ada ulama yang dibunuh karena tidak
sepaham dengan aliran Muktazilah, seperti al-Khuzzai dan al-Buwaiti. Peristiwa
ini sangat mengguncangkan umat Islam dan baru berakhir setelah al-Mutawakkil
(memerintah 232 H/847 M-247 H/ 861 M) memegang tampuk pemerintahan menggantikan
al-Wasiq (memerintah 228 H/ 842 M- 232 H/ 847 M) dimasa al-mutawakkil domonasi
aliran muktazilah menurun dan menjadi semakin simpatik dimata masyarakat.
keadaan ini semakin buruk setelah al-mutawakkil membatalkan pemakaian mazhab
Muktazilah sebagai mazhab resmi Negara dan menggantikannya dengan aliran
Asy’ariah. Dalam perjalanan selanjutnya kaum Muktazilah muncul kembali di zaman
berkuasanya Dinasti (Buwaihi di Baghdad).Akan tetapi kesempatan ini tidak lama
karena bani Buwaihi segera di gulingkan bani Seljuk yang pemimpinnya cenderung
pada Asy’ariah, terutama sejak pemerintahan ALP Arslan dengan perdana
menterinya, nizam al-Mulk.Selama berabad-abad kemudian, muktazilah tersisih
dari panggung sejarah, tergeser aliran ahlusunah waljamaah. Yang mempercepat
hilangnya aliran ini antara lain adalah buku mereka tidak lagi dibaca dan
dipelajari di perguruan Islam. Sebaliknya pengetahuan tentang paham mereka
hanya di dapati pada buku lawannya, seperti buku yang ditulis oleh pemuka Asy’ariah.Namun
sejak awal abad ke 20 berbagai karya Muktazilah ditemukan kembali dan
dipelajari di berbagai perguruan Islam seperti di Universitas al-Azhar.Dengan
demikian pandangan terhadap Muktazilah jadi lebih jernih dan segi positif dari
ajaran serta sumbangannya terhadap kepentingan Islam mulai diketahui.[14]
III.
Kesimpulan
Aliran muktazilah
ialah aliran yang muncul akibat pertentangan dogma tentang, orang mukmin, dosa
besar dan kafir antara aliran Khawarij dan Murji`ah. Muktazilah mempunyai lima
ajaran pokok yaitu: At-Tauhid,al-wa`d wa-al wa`id, Al-Manzilah Bain al-man
Zilatain, Al-Amr bi-al-Ma`ruf wa an-Nahy`an al-Munkar. Dari pertentangan tokoh
aliran Muktazilah ini memunculkan aliran alhusunnah waljamaah yang akhirnya
menggeser dominasi aliran muktazilah itu sendiri setelah berabad-abad sejak
kemunculannya, akibat kurangnya buku tentang aliran ini.
[1]
Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam
(Ringkas), (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996), 290
[2]
Muhammad Iqbal & William Hunt, Ensiklopedi
Ringkas tentang Islam, (Jakarta: Taramedia, 2003), 305
[3]
H. Mohammad Daud Ali, dkk, Lembaga-lembaga
Islam di Indonesia, (Jakarta: PT: Raja Grafindo Persada, 1995), 26
[4]
….. Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT
Intermasa, 2005), 95
[5]
Harun Nasution, Islam ditinjau dari
berbagai aspeknya, (Jakarta:
Universitas Indonesia, 1985), 38
[8]…..
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT
Intermasa, 2005), 96-97
[10]…..
Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT
Intermasa, 2005), 97
[11]
Ahmad Qadri Abdillah Azizy, dkk, Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam Akar dan Awal, (Yogyakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve),
239
[12]
Katimin, Mozaik Pemikiran Islam,42-43
[13]
W. Montgomery Watt, Pemikiran Teologi dan
Filsafat Islam, (Jakarta: P3M), 291
No comments:
Post a Comment