Nama : Johannes Nababan
M. Kuliah : Seminar Pejanjian Lama
Kemewahan
Hidup dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut Prespektif Kitab Nabi Amos,
Diperhadapakan dengan Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini.
I.
Latar
Belakang Masalah
Kadar
kemiskinan tidak lagi sekedar masalah kekurangan makanan, tetapi bagi warga
masyarakat tertentu bahkan sudah mencapai tahap ekstrem sampai level kehabisan
dan ketiadaan makanan. Potret kemiskinan itu menjadi sangat kontras karena
sebagian warga masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara sebagian lagi hidup
serba kekurangan. Kekayaan bagi sejumlah orang berarti kemiskinan bagi orang lain. Tingkat kesenjangan luar
biasa dan relatif cukup membahayakan. Substansi dari kesenjangan (perbedaan si kaya dan si miskin) adalah
ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Masalah kesenjangan adalah
masalah ke
tidak adilan, yang
berkaitan dengan masalah sosial . Pada kesempatan kali
ini kita akan membahas Kemewahan Hidup
dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut Prespektif Kitab Nabi Amos, Diperhadapakan
dengan Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini.
Semoga pembahasn kali ini dapat menambah wawasan kita bersama.
II.
Pembahasan
2.1. Pengertian Kemiskinan Menurut Alkitab
Dalam Perjanjian Lama kata yang paling banyak muncul
untuk orang miskin adalah ani, kata
ini dipergunakan 77 kali dan terutama dalam kitab Mazmur sebanyak 29 kali.
Secarah harafiah artinya ialah orang yang membungkuk, yang hidup dalam keadaan
rendah. Dia harus memandang keatas bila berhadapan dengan orang yang lebih
tinggi. Penyebutan lain untuk orang miskin juga memakai kata anaw yang berarti kurang materialistis
atau orang yang merasah dirinya kecil dihadapan Allah, rendah hati dan lemah
lembut.[1]
Dalam Perjanjian Baru kemiskinan disebut ptokos yang berarti orang yang begitu melarat sehingga ia tidak dapat hidup kecuali mengemis. Menurut Alkitab kemiskinan
dapat disebakan oleh kemalasan (Ams 6:9-11; 24:30-34), kemabukann, kebodohan,
dan kerakusan (Ams 23:22-21; 21:17; 13:18,28; 28:19); atau malapetaka (Kel
10:4-5). Alkitab menjelaskan bahwa kemiskinan bukanlah atas kehendak Allah.
Bahkan Allah melawan kemiskinan dan memanggil Umat-Nya untuk melawan kemiskinan
tersebut. Kemiskinan tidak didatangkan oleh nasib atau kehendak Allah.
Kemiskinan adalah hasil perbuatan manusia itu sendiri sehingga ia sengsara.[2]
2.2. Konteks
Kitab Amos
2.2.1. Konteks
Agama dan Budaya
Dalam
konteks agama perlu juga dilihat bahwa dalam kehidupan keagamaan, mereka bisa dikatakan berhasil menyemarakkan
ritual ibadat mereka.
Mereka mendesain
ibadat mereka sesempurna mungkin dengan membawa kurban-kurban tambun
gemuk-gemuk dalam jumlah yang banyak, sehingga dalam Bait Allah sangat melimpah
kurban-kurban. Juga dengan nyanyian-nyanyian mereka yang semarak indah dan bisa
menarik hati (mengeksploitasi perasaan)[3]
Akan
tetapi ada penyelewengan yang cukup parah, yakni dalam hal
peribadatan. Sejak pemisahan Israel Utara, ada dua kuil yang dibangun, yakni di
Betel dan di Gilgal. Kedua tempat ibadah tersebut dikerumuni para penyembah
(Amos 4:4; 5:21).[4] Keadaan
agama dalam konteks kitab Amos ini berjalan sebagai formalitas dan tidak
menyentuh cara hidup dan moralitas.[5]
Pada waktu penulisan Kitab Amos ini,
Israel terpecah menjadi dua bagian yaitu Israel yang terdiri dari 10 suku di
sebelah utara dan Yehuda dengan 2 suku di daerah selatan. Amos adalah warga negara Israel. Ia
berdomisili di Tekoa, yang terletak kira-kira 20 km dari arah selatan kota
Yerusalem. Pekerjaan sehari-harinya adalah seorang peternak domba sambil
mengurus sebuah kebun ara hutan, yang banyak dijumpai di dataran rendah. Tetapi
walaupun demikian, Amos bukanlah peternak domba yang biasa, melainkan seorang
yang dipercaya untuk mengawasai peternakan domba yang diperlukan untuk Bait Suci di
Yerusalem. Hal inilah yang menyebabkan Amos mempunyai pergaulan dengan kalangan
yang bekerja di Bait Suci. Amos adalah seorang yang tekun mendalami ajaran-ajaran keagamaan dan juga mempunyai wawasan
politik kuat. Amos di panggil Allah untuk menyampaikan hukuman Allah atas Israel. Ia di utus Allah untuk
dengan tegas bertindak di Bait Suci di Betel, yaitu pada waktu diadakan pesta
peribadatan (Lih. 7:10-17). [7]
Keadaan politik dalam kitab Amos tidak begitu
baik, hal itu dapat dilihat dari para penguasa (politikus) masih banyak yang
korupsi. Amos mengecam keras praktek suap dan dilihat sebagai dosa atau
kejahatan besar (Amos 5:12). Kasus suap dalam konteks ini juga sangat dekat
dengan bentuk peradilan di bait atau istana kerajaan. Sebenarnya hakim berdiri
di depan pengadilan untuk menyuarahkan keadilan, tetapi dalam kenyataannya
mereka diam karena suap. Para penjaga di pintu Bait itu juga seharunya
memberikan kebenaran Allah, tetapi karena sudah menerima suap dari orang kaya
maka mereka juga diam. Orang-orang kaya tidak suka mendengarkan tegoran di bait
sehingga mereka memberikan uang sogok supaya mereka memberitakan
ketidak-jujuran. Akibat dari keadaan ini maka orang miskin tidak akan pernah
memperoleh keadilan.[8]
2.2.3. Konteks Sosial
Ekonomi
Pada
masa nabi Amos, Israel Utara cukup makmur secara umum. Tetapi kemakmuran itu
rupanya membawa kemerosotan di bidang tata-masyarakat dan bidang keagamaan.
Kemerosotan dalam masyarakat ditandai dengan ketidakmerataan. Semua kekayaan
dan keuntungan hanya sampai di tangan segelintir orang di kalangan atas,
terutama pegawai dan pedagang. Alat negara dan kaki tangannya, termasuk para
hakim, imam dan nabi-nabi jabatan, sangat korup. Mereka menyalah-gunakan
kedudukan, kekuasaanya untuk memperkaya dirinya dan berpesta pora (4:1, 6:4-6).[9] Dalam bidang ekonomi sebenarnya mereka berhasil
mengembangkan lahan pertanian sehingga hasil panen yang mereka dapatkan
memuaskan. Keberhasilan mereka tentunya berdampak positif, bisa memajukan
perekonomian untuk kemakmuran rakyat. Akan tetapi yang terjadi ialah justru
sebaliknya, kemakmuran tidak dirasakan secara merata, mereka yang berkuasa dan
yang kuat/kaya menguasai kekayaan sebagian bangsa itu. Penguasaan kekayaan oleh
para penguasa dan elit bangsa itu dilakukan dengan cara yang curang dan tidak
adil.[10]
2.3. Kehidupan
Masyarakat Indonesia Saat Ini
2.3.1. Konteks
Agama dan Masalahnya
Keadaan Agama di Indonesia saat ini
sangatlah kacau. Penyeminar mengutip dari koran online detiknews.com, kelompok eksklusif dan
radikal, yang sebagian besar adalah kelompok yang bersimpati terhadap gerakan
ISIS, mendominasi aksi terorisme di Indonesia. Kejadian di Thamrin-Jakarta,
Solo, Medan, Tangerang, dan Samarinda, menjadi salah satu bukti. Hal ini tentu
saja masih mempengaruhi situasi keamanan di tahun 2017.[11]
Masalah keagamaan menjadi sorotan serius oleh
pemerintah Indonesia. Hal itu dapat di lihat dari dialog antara Menteri
Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Kapolri RI Jenderal Tito Karnavian. Lukman mengatakan
adanya kesakralan dalam rumah ibadah, maka ia mengimbau jangan sampai ada
konflik di tengah masyarakat dalam kehidupan beragama. Sedangkan Kapolri Tito
Karnavian menyampaikan perlunya komunikasi dalam upaya berkehidupan beragama
dan berkeyakinan.[12] Tito Karniavan juga menuliskan dalam bukunya yang
berjudul Indonesia Top Secret Kerusuhan
di berbagai wilayah tanah air dalam persepsi berbagai etnis, agama, dalam
lapisan masyarakat berhungan dengan kesenjangan sosial ekonomi, keagamaan,
perilaku antaretnis, kurangnya lembaga sosial pemerintah, keberpihakan aparat
dalam menyelesaikan kerusuhan. karena komponen etnis dan agama merupakan
faktor-faktor subtantif dalam kehidupan, maka kedua komponen tersebut dikemas
sebagai pemicu konflik hingga melahirkan kerusuhan.[13]
2.3.2. Konteks
Politik dan Masalahnya
Peneliti senior
Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dari temuan Lembaga
Survei Indonesia (LSI) selama 1-12 Februari 2012, secara umum
menunjukkan kondisi politik nasional mengalami keterpurukan. Dalam survei itu,
responden diminta pendapatnya mengenai kondisi politik di Tanah Air. LSI
mencatat, hanya 20,9 persen responden yang menyatakan situasi perpolitikan
Indonesia berada dalam kondisi baik, adapun 2,0 persen lainnya menilai sangat
baik, dan 34,2 persen menyatakan sedang atau normatif. Sementara itu, jumlah
responden yang melihat kondisi politik Indonesia kini memburuk mencapai 27
persen, sangat buruk 6,8 persen, dan jawaban tidak tahu kondisi politik mencapai
9,0 persen. "Penilaian rakyat atas kondisi politik nasional secara umum
saat survei dilakukan menunjukan lebih banyak yang mengatakan buruk atau sangat
buruk dibanding mengatakan sebaliknya, baik atau sangat baik," ujar
Burhanuddin dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2012).[14]
Demikian hal
dengan masalah politik di Indionesia saat ini sangat berpengaruh kepada
ketidak-merataan perekonomian yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan antara
si kaya dan si miskin, karena banyaknya kasus korupsi. Mahkamah Agung memaparkan jumlah perkara
korupsi di lembaga peradilan sepanjang 2016. Berdasarkan data MA, penanganan
kasus korupsi tahun ini mencapai 453 perkara, menempati urutan kedua setelah
kasus narkotik. Sementara kasus narkotik mencapai 800 perkara. Ketua MA Hatta
Ali mengatakan, dua perkara itu termasuk dalam pidana khusus yang akan menjadi
perhatian bagi para hakim. "Memang yang paling menonjol itu perkara
narkotik dan korupsi. Selanjutnya perkara perlindungan anak 367 kasus, KDRT 72
perkara, dan sisanya soal perikanan dan perkara lingkungan," ujar Hatta di
Gedung MA, Jakarta, Rabu (28/12).[15]
2.3.3. Konteks
Ekonomi dan Masalahnya
Dalam
konteks ekonomi di Indonesia biasa di katakat belum merata. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) Pada
bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta
orang (10,70 persen).[16] Deputi Gubernur Bank Indonesia
Ronald Waas menyebutkan kondisi perekonomian Indonesia pada 2017 dihadapkan
berbagai tantangan yang tidak ringan dan bisa mengejutkan, baik yang datang
dari eksternal maupun domestik.[17]
Ketidak-merataan perekonomian di
Indonesia Saat ini tentulah berhubungan dengan masalah korupsi yang berdampak
pada kesenjangan sosial di masyarakat Indonesia. Korupsi yang dilakukan oleh
para aparatur negara dalam pemerintahan memberikan efek negatif terhadap
perkembangan perekonomian, seharusnya para pememimpin pemerintahan memiliki
tugas dan fungsi yang luas, di antaranya adalah tugas dang fungsi dalam bidang
ekonomi, yaitu mengurangi kemiskinan dan menciptakan suasana yang kondusif
untuk pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan, menciptakan keadalian sosio-ekonomi, menjaga
stabilitas keuangan, menegakkan hukum dan peraturan.[18]
2.3.4. Konteks
Budaya dan Masalahnya
Dapat kita lihat akhir-akhir ini
masalah kasus SARA di Indonesia semakin marak. Pada umunya, orang Indonesia
hidup bersama dengan damai dan toleran. Dalam kehidupan sehari-hari di desa,
umpamanya, apalagi jika mengahadapai bencana alam, mereka pada umunya saling
membantu tanpa memandang agama atau suku orang lain. Akan tetapi oknum-oknum
yang tidak berkehendak baik bisa memamfaatkan cap itu untuk menghasut dan
menimbulkan permusuhan atau bahkan kekerasan demi kepentingan mereka sendiri
(kuasa atau uang) yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan agama atau
suku.[19]
Menurut Jan S. Aritonang, masalah SARA selama ini dianggap sebagai sesuatu yang
negatif, tetapi sekarang sudah waktunya untuk melihatnya sesuatu yang positf
sebagai potensi yang memperlihatkan keprihatinan atas pembelengguan dan
penindasan kemanusiaan.[20]
2.4. Kemewahan Hidup dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut
Prespektif Kitab Nabi Amos, Diperhadapakan dengan Kehidupan Masyarakat
Indonesia Saat Ini.
2.4.1. Konteks
Kitab Amos
Dalam Amos 5-7-17 dapat kita lihat
ketidak-adilan sosial. Petani miskin harus membayar pajak sehingga bangkrut dan
dipaksa menjadi pelayan dalam tempat tinggal keluarganya yang dulu atau bahkan
menjadi salah satu budak di salah satu tempat (lih. 2:6). Perkembangan perekonomian internasional diketika itu menjadi pendorong/
kegilaan akan kemewahan oleh kelompok bangsawan yang berkuasa telah menguras
tanah dari daya alaminyah, penggalian barang-barang purbakala telah menemukan
adanya kecendrungan yang mencolok, dimana istana-istanah menjadi semakin besar
sedangkan rumah-rumah penduduk menjadi semakin kecil. Sebenarnya Amos tidak
anti terhadap politik dan perdagangan, tetapi menyeruhkan "celaka"
kepada mereka yang telah mengubah keadilan yang dikarenakan suap. [21]
Dalam Kitab Amos ini sangat tampak begaimana Negara Hukum Israel telah di
perkosa akibat dalam peradilan yang korup (bobrok). Hakim-hakim bersekongkol
dengan orang kaya dan prang-orang berpangkat bersekongkol untuk memeras rakyat
kecil, mereka yang miskin terpasa membayar banyak pajak kepada tuan tanah yang
kaya.[22]
2.4.2. Konteks
Indonesia Saat Ini
Di
Indonesia masalah kesenjangan sosial berkaitan dengan adanya perbedaan yang
mencolok antara yang kaya dan yang miskin. Tidak dapat dipungkiri hal itu
terjadi akibat masalah yang ditimbulkan oleh rakyat Indonesia itu sendiri,
sebagai contoh: yakni mencakup persoalan-persoalan depresi, penganguran,
hubungan minoritas dan mayoritas yang tidak baik, politik, pelaksanaa hukum
yang kurang tegas, masalah agama, masalah kesehatan masyarakat dan lain sebagainya.[23]
Salah satu penyebab kesenjangan ini adalah agama dan politik yang di
campur-adukkan. Menurut Presiden Jokowi
dalam pidato singkat saat kunjunagan ke pesantren yang
beralamat di Mojolaban Jawa Tengah (8/4/2017) . Dalam kesempatan itu,
ia kembali menegaskan untuk tidak mencampuradukkan agama dan politik. Ini
berkaitan dengan konteks persatuan bangsa."Jangan sampai agama dijadikan
komoditas politik," tegas Jokowi, . Dia menjelaskan, maksud pernyataannya
itu bukan berarti kemudian memisahkan secara tegas antara agama dengan politik.
Kedua ranah itu harus tersambung dalam konteks yang benar. Ia menyontohkan
bagaimana saat membuat kebijakan harus berlandaskan nilai agama."Politik
dan agama harus menyambung tapi dalam konteks benar. Setiap kebijakan harus
dilandasi dengan nilai agama . Jadi jangan dibelokan antara agama dan
politik," jelas Jokowi.[24]
2.4.3. Peran
Gereja dalam Mengatasi Kesenjangan Sosial
Kesadaran
gereja untuk mendahulukan kaum miskin yang tidak berdaya, berarti juga
memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan yang merupakan wujud
kesetiaan kepada Yesus Kristus. Kaum miskin yang tidak memiliki akses mudah memenuhi
kebutuhan pokok, memeperoleh fasilitas kesehatan dan pendidikan. Menurut
Banawiratma dalam bukunya 10 Agenda
Pastoral Tranformatif orang-orang miskin dalam kitab PL maupun PB
memperlihatkan bahwa: (a) kaum miskin bukan ditentukan oleh sifat religius mereka
tetapi disebabkan oleh kemiskian fisik, (b) kaum miskin dalam aliktab juga
merupakan kaum dealektis yang disebabkan oleh kelompok-kelompok yang bertindak
tidak adil dan menyingkirkan mereka, dan (c) Kaum miskin dalam alkitab adalah
kelompok dinamis. Mereka bukan korban-korban pasif dalam sejarah, melalui dan
besama mereka, Allah mempentuk sejarah-Nya.[25]
Dari segi etis dasar perjuangan kaum miskin adalah hak mereka atas bagian yang
adil dari hasil kerja seluruh masyarakat, terutama atas hasil kerja mereka
sendiri. Mereka secara moral berhal menuntutnya dan untuk memperjuangkannya.
2.4.4. Peran
Pemerintah dalam Mengatasi Kesenjangan Sosial
Presiden
Joko Widodo (Jokowi) meminta bahwa pada tahun 2017 pemerintah harus fokus pada
kesenjangan sosial. Sebab, saat ini masih banyak masyarakat yang hidup di bawah
garis kemiskinan. "Saya ingin menekankan bahwa tahun 2017 ini kita
berkomitmen untuk fokus mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan
akses untuk memperoleh keadilan," kata Jokowi di Kantor Presiden, Selasa
(17/1/2017). Ketidakadilan tidak hanya dirasakan pada sektor ekonomi, melainkan
juga pada sektor hukum. Untuk itu, Jokowi meminta agar berbagai sektor dapat
dibenahi demi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. "Masih
banyak kelompok masyarakat kita masyarakat marjinal yang belum memperoleh
perlindungan dan badan hukum yang memadai untuk memperjuangkan keadilan,"
jelasnya.[26] Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar
pertemuan dengan para pimpinan lembaga negara di Istana Merdeka, Jakarta,
Selasa (14/3) untuk membahas dan mendukung upaya pemerintah dalam melakukan
pemerataan ekonomi dan mengatasi kesenjangan sosial di masyarakat. Menurutnya
pertemuan ini untuk membangun optimisme bersama tentang program-program yang
tengah dan akan dilakukan pemerintah. Dia menambahkan langkah awal yang
dilakukan pemerintah dengan membagikan konsesi-konsesi kepada rakyat, kepada
tanah adat, kepada koperasi-koperasi dan lain sebagainya. Selain itu,
terangnya pemerintah juga akan mempercepat pembagian sertifikat tanah kepada
masyarakat. Hal itu dilakukan agar masyarakat memiliki akses penguasaan tanah
untuk dikelola mereka.[27]
III. Analisa
Penyeminar
Kesenjangan
sosial adalah sesuatu yang menjadi suatu mimpi buruk atau tugas besar
bagi pemerintah untuk diselesaikan. Dimana kesenjangan sosial adalah
suatu masalah yang sukar untuk diselesaikan karena berhubungan
dengan aspek-aspek yang harus diketahui secara mendalam dan pendekatan
lebih dalam serta adanya saling keterkaitan diberbagai aspek. Kesenjangan sosial
adalah suatu keadaan ketidak seimbangan sosial yang ada didalam masyarakat
antara si kaya dan si miskin.
Perbedaan
antara sikaya dan simiskin yang terjadi pada masa nabi Amos tidak jauh berbeda
dari kejadian di Indonesia saat ini. Dimana para kalangan atas (Sikaya dan
Pemerintah) tidak begitu peduli dengan keadaan saudara mereka (Si miskin) yang
seharusnya di perhatikan. Dalam hal ini gereja dan pemerintah harus mengatasi
pergumulan tersebut sebagai tanggungjawab dari tugas yang sudah diberikan Tuhan
kepada mereka.
IV. Refleksi
Teologis
Kemiskinan
dan penindasan hampir setua umur umat manusia. Meskipun Hukum Allah bagi orang
Israel bertujuan melindungi orang miskin dan meringankan penderitaan mereka,
Hukum tersebut sering kali diabaikan. (Amos 2:6). Anda mungkin pernah mendengar sabda bahagia
Yesus dalam Khotbah di Bukit (Matius 5:1-10).
Berikut ini adalah "sabda bahagia" dari Perjanjian Lama yang kurang
dikenal: "Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah" (Mazmur 41:2).
Kata
dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan menjadi "memperhatikan"
sesungguhnya berarti "memikirkan orang lain". Sedangkan yang
diterjemahkan menjadi "lemah" sesungguhnya berarti "mereka yang
membutuhkan".
Bayangkanlah
mereka yang hidup bagi diri mereka sendiri, selalu berusaha memperoleh keuntungan,
dan mencari kesenangan pribadi. Bandingkanlah dengan mereka yang mau memberi
diri bagi orang lain. Manakah di antara mereka yang memiliki ketenangan,
kekuatan, dan sukacita di dalam diri mereka?
Semoga
seminanar ini dapat memepberikan refleksi bagi kita untuk memperhatikan orang
miskin dan lebih peduli kepada mereka. Temukanlah berkat Allah dengan
memperhatikan orang yang lemah.
V. Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
terjadinya kemewahan hidup dalam masyarakat kemiskinan dalam konteks kitab nabi
Amos tidak beda jauh dari keadaan kesenjangan sosial di Indonesia saat ini.
Dimana kepedulian dan keadilan kepada kaum lemah tidak diperhatikan dengan
baik..
VI. Daftar
Pustaka
A. Van Gemeren Willem, Penginterpretasia Kitab Para Nabi, Jakarta: Penerbit Momentum, 2007
Adi
Rianto, Sosiologi Hukum: Kajian Hukum
Secara Sosiologis, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012
Aritonang
Jan S., Sejarah Perjumpaan Islam Kristen di Indonesia,
Jakarta: BPK-GM, 2006
Banawiratma, SJ, 10
Agenda Pastoral Tranformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif
Adil, Gender, Ham, dan Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2002
Bergant
Dianne, Robert J. Karris (ed), Tafsiran
Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: KANISIUS, 2002
Brownlee
Malcolm, Tugas Manusia dalam Dunia Milik
Tuhan, Jakarta: BPK-GM, 2004
C. Vriezen Th., Agama
Israel Kuno, Jakarta, BPK-GM, 1983
Conrad Boerma,
Dapatkah Orang Kaya Masuk Sorga, Jakarta: BPK-GM, 1986
Frank Boyd M., Sejarah
Nabi-nabi Kecil, Jakarta: BPK-GM, 1999
Kalla
M. Jusuf, Korupsi Mengorupsi Indonesia,
Jakarta: PT Gramedia. P. Pustaka
Utama, 2009
Karniavan
M. Tito. Indonesia Top Secret: Membongkar
Konflik Poso. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
Ludji
Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung: BMI, 2009
Ludji
Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung: BMI, 2009
Muller
Johannes, Perkembangan Masyarakat Lintas
Ilmu Jakarta: : PT Gramedia. P.
Pustaka Utama, 2006
Redaksi PT BPK Gunung Mulia, Stop Kekerasan: Pemahaman Alkitab tentang Nirkekerasan, Jakarta:
BPK-GM,ttp
Saragih Agus Jetron, Teologi Perjanjian Lama dalam Isu-isu Kontekstual, Medan: Bina
Media Perintis, 2015
Sumber Lain:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/02/190000126/bi.kondisi.perekonomian.indonesia.2017.mengejutkan.
http://economy.okezone.com/read/2017/01/17/20/1593630/presiden-jokowi-fokus-atasi-kesenjangan-sosial-di-2017
http://nasional.kompas.com/read/2012/02/19/17205490/LSI.Politik.Indonesia.Cenderung.Memburuk
http://news.liputan6.com/read/2914171/jokowi-jangan-jadikan-agama-komoditas-politik
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161228182616-12-182732/ma-jumlah-perkara-korupsi-meningkat-sepanjang-2016/
https://ekbis.sindonews.com/read/1188298/34/jokowi-minta-saran-pimpinan-lembaga-negara-atasi-kesenjangan-1489488681
https://news.detik.com/berita/d-3448685/menag-hingga-kapolri-bicara-kebebasan-beragama-di-kongres-komnas-ham
https://news.detik.com/kolom/d-3381399/ancaman-dan-optimisme-keamanan-di-tahun-2017
https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1378
[1] Boerma Conrad, Dapatkah
Orang Kaya Masuk Sorga, (Jakarta: BPK-GM, 1986), 11
[4] Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta, BPK-GM,
1983), 220
[5] Agus Jetron Saragih, Teologi
Perjanjian Lama dalam Isu-isu Kontekstual, (Medan: Bina Media Perintis,
2015), 142
[6] Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud dalam proses pembuatan keputusan,
khususnya dalam negara. Lih. Tim Redaksi, KBBI,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 780
[7]Redaksi PT BPK Gunung Mulia, Stop Kekerasan: Pemahaman Alkitab tentang
Nirkekerasan, (Jakarta: BPK-GM,ttp) 50-51
[9] Bnd. Willem A. Van Gemeren, Penginterpretasia
Kitab Para Nabi, (Penerbit Momentum, 2007), 139
[16] https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1378
[22] Boyd M. Frank, Sejarah
Nabi-nabi Kecil, (Jakarta: BPK-GM, 1999),17
[25] Banawiratma, SJ,
10 Agenda Pastoral Tranformatif: Menuju
Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil, Gender, Ham, dan Lingkungan
Hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 22.