Friday, May 12, 2017

Johannes Nababan: Kemewahan Hidup dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut Prespektif Kitab Nabi Amos, Diperhadapakan dengan Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini.



Nama                          : Johannes Nababan

M. Kuliah                   : Seminar Pejanjian Lama

Kemewahan Hidup dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut Prespektif Kitab Nabi Amos, Diperhadapakan dengan Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini.
I.                   Latar Belakang Masalah
            Kadar kemiskinan tidak lagi sekedar masalah kekurangan makanan, tetapi bagi warga masyarakat tertentu bahkan sudah mencapai tahap ekstrem sampai level kehabisan dan ketiadaan makanan. Potret kemiskinan itu menjadi sangat kontras karena sebagian warga masyarakat hidup dalam kelimpahan, sementara sebagian lagi hidup serba kekurangan. Kekayaan bagi sejumlah orang berarti kemiskinan bagi orang lain. Tingkat kesenjangan luar biasa dan relatif cukup membahayakan. Substansi dari kesenjangan (perbedaan si kaya dan si miskin) adalah ketidakmerataan akses terhadap sumber daya ekonomi. Masalah kesenjangan adalah masalah ke tidak adilan, yang berkaitan dengan masalah sosial .  Pada kesempatan kali ini kita akan membahas Kemewahan Hidup dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut Prespektif Kitab Nabi Amos, Diperhadapakan dengan Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini. Semoga pembahasn kali ini dapat menambah wawasan kita bersama.

II.                Pembahasan
2.1. Pengertian Kemiskinan Menurut Alkitab
            Dalam Perjanjian Lama kata yang paling banyak muncul untuk orang miskin adalah ani, kata ini dipergunakan 77 kali dan terutama dalam kitab Mazmur sebanyak 29 kali. Secarah harafiah artinya ialah orang yang membungkuk, yang hidup dalam keadaan rendah. Dia harus memandang keatas bila berhadapan dengan orang yang lebih tinggi. Penyebutan lain untuk orang miskin juga memakai kata anaw yang berarti kurang materialistis atau orang yang merasah dirinya kecil dihadapan Allah, rendah hati dan lemah lembut.[1]           
Dalam Perjanjian Baru kemiskinan disebut ptokos yang berarti orang yang begitu melarat sehingga ia tidak dapat hidup kecuali mengemis. Menurut Alkitab kemiskinan dapat disebakan oleh kemalasan (Ams 6:9-11; 24:30-34), kemabukann, kebodohan, dan kerakusan (Ams 23:22-21; 21:17; 13:18,28; 28:19); atau malapetaka (Kel 10:4-5). Alkitab menjelaskan bahwa kemiskinan bukanlah atas kehendak Allah. Bahkan Allah melawan kemiskinan dan memanggil Umat-Nya untuk melawan kemiskinan tersebut. Kemiskinan tidak didatangkan oleh nasib atau kehendak Allah. Kemiskinan adalah hasil perbuatan manusia itu sendiri sehingga ia sengsara.[2]
2.2. Konteks Kitab Amos
2.2.1. Konteks Agama dan Budaya
            Dalam konteks agama perlu juga dilihat bahwa dalam kehidupan keagamaan, mereka bisa dikatakan berhasil menyemarakkan ritual ibadat mereka. Mereka mendesain ibadat mereka sesempurna mungkin dengan membawa kurban-kurban tambun gemuk-gemuk dalam jumlah yang banyak, sehingga dalam Bait Allah sangat melimpah kurban-kurban. Juga dengan nyanyian-nyanyian mereka yang semarak indah dan bisa menarik hati (mengeksploitasi perasaan)[3]
            Akan tetapi ada penyelewengan yang cukup parah, yakni dalam hal peribadatan. Sejak pemisahan Israel Utara, ada dua kuil yang dibangun, yakni di Betel dan di Gilgal. Kedua tempat ibadah tersebut dikerumuni para penyembah (Amos 4:4; 5:21).[4] Keadaan agama dalam konteks kitab Amos ini berjalan sebagai formalitas dan tidak menyentuh cara hidup dan moralitas.[5]
2.2.2. Konteks Sosial Politik[6]
           Pada waktu penulisan Kitab Amos ini, Israel terpecah menjadi dua bagian yaitu Israel yang terdiri dari 10 suku di sebelah utara dan Yehuda dengan 2 suku di daerah selatan. Amos adalah warga negara Israel. Ia berdomisili di Tekoa, yang terletak kira-kira 20 km dari arah selatan kota Yerusalem. Pekerjaan sehari-harinya adalah seorang peternak domba sambil mengurus sebuah kebun ara hutan, yang banyak dijumpai di dataran rendah. Tetapi walaupun demikian, Amos bukanlah peternak domba yang biasa, melainkan seorang yang dipercaya untuk mengawasai peternakan domba yang diperlukan untuk Bait Suci di Yerusalem. Hal inilah yang menyebabkan Amos mempunyai pergaulan dengan kalangan yang bekerja di Bait Suci. Amos adalah seorang yang tekun mendalami ajaran-ajaran keagamaan dan juga mempunyai wawasan politik kuat. Amos di panggil Allah untuk menyampaikan hukuman Allah atas Israel. Ia di utus Allah untuk dengan tegas bertindak di Bait Suci di Betel, yaitu pada waktu diadakan pesta peribadatan (Lih. 7:10-17). [7]
            Keadaan politik dalam kitab Amos tidak begitu baik, hal itu dapat dilihat dari para penguasa (politikus) masih banyak yang korupsi. Amos mengecam keras praktek suap dan dilihat sebagai dosa atau kejahatan besar (Amos 5:12). Kasus suap dalam konteks ini juga sangat dekat dengan bentuk peradilan di bait atau istana kerajaan. Sebenarnya hakim berdiri di depan pengadilan untuk menyuarahkan keadilan, tetapi dalam kenyataannya mereka diam karena suap. Para penjaga di pintu Bait itu juga seharunya memberikan kebenaran Allah, tetapi karena sudah menerima suap dari orang kaya maka mereka juga diam. Orang-orang kaya tidak suka mendengarkan tegoran di bait sehingga mereka memberikan uang sogok supaya mereka memberitakan ketidak-jujuran. Akibat dari keadaan ini maka orang miskin tidak akan pernah memperoleh keadilan.[8]

2.2.3. Konteks Sosial Ekonomi
           Pada masa nabi Amos, Israel Utara cukup makmur secara umum. Tetapi kemakmuran itu rupanya membawa kemerosotan di bidang tata-masyarakat dan bidang keagamaan. Kemerosotan dalam masyarakat ditandai dengan ketidakmerataan. Semua kekayaan dan keuntungan hanya sampai di tangan segelintir orang di kalangan atas, terutama pegawai dan pedagang. Alat negara dan kaki tangannya, termasuk para hakim, imam dan nabi-nabi jabatan, sangat korup. Mereka menyalah-gunakan kedudukan, kekuasaanya untuk memperkaya dirinya dan berpesta pora (4:1, 6:4-6).[9] Dalam bidang ekonomi sebenarnya mereka berhasil mengembangkan lahan pertanian sehingga hasil panen yang mereka dapatkan memuaskan. Keberhasilan mereka tentunya berdampak positif, bisa memajukan perekonomian untuk kemakmuran rakyat. Akan tetapi yang terjadi ialah justru sebaliknya, kemakmuran tidak dirasakan secara merata, mereka yang berkuasa dan yang kuat/kaya menguasai kekayaan sebagian bangsa itu. Penguasaan kekayaan oleh para penguasa dan elit bangsa itu dilakukan dengan cara yang curang dan tidak adil.[10]

2.3. Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini
2.3.1. Konteks Agama dan Masalahnya
           Keadaan Agama di Indonesia saat ini sangatlah kacau. Penyeminar mengutip dari koran online detiknews.com, kelompok eksklusif dan radikal, yang sebagian besar adalah kelompok yang bersimpati terhadap gerakan ISIS, mendominasi aksi terorisme di Indonesia. Kejadian di Thamrin-Jakarta, Solo, Medan, Tangerang, dan Samarinda, menjadi salah satu bukti. Hal ini tentu saja masih mempengaruhi situasi keamanan di tahun 2017.[11]
Masalah keagamaan menjadi sorotan serius oleh pemerintah Indonesia. Hal itu dapat di lihat dari dialog antara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Kapolri RI Jenderal Tito Karnavian. Lukman mengatakan adanya kesakralan dalam rumah ibadah, maka ia mengimbau jangan sampai ada konflik di tengah masyarakat dalam kehidupan beragama. Sedangkan Kapolri Tito Karnavian menyampaikan perlunya komunikasi dalam upaya berkehidupan beragama dan berkeyakinan.[12] Tito Karniavan juga menuliskan dalam bukunya yang berjudul Indonesia Top Secret Kerusuhan di berbagai wilayah tanah air dalam persepsi berbagai etnis, agama, dalam lapisan masyarakat berhungan dengan kesenjangan sosial ekonomi, keagamaan, perilaku antaretnis, kurangnya lembaga sosial pemerintah, keberpihakan aparat dalam menyelesaikan kerusuhan. karena komponen etnis dan agama merupakan faktor-faktor subtantif dalam kehidupan, maka kedua komponen tersebut dikemas sebagai pemicu konflik hingga melahirkan kerusuhan.[13]
2.3.2. Konteks Politik dan Masalahnya
Peneliti senior Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dari temuan Lembaga Survei Indonesia (LSI) selama 1-12 Februari 2012, secara umum menunjukkan kondisi politik nasional mengalami keterpurukan. Dalam survei itu, responden diminta pendapatnya mengenai kondisi politik di Tanah Air. LSI mencatat, hanya 20,9 persen responden yang menyatakan situasi perpolitikan Indonesia berada dalam kondisi baik, adapun 2,0 persen lainnya menilai sangat baik, dan 34,2 persen menyatakan sedang atau normatif. Sementara itu, jumlah responden yang melihat kondisi politik Indonesia kini memburuk mencapai 27 persen, sangat buruk 6,8 persen, dan jawaban tidak tahu kondisi politik mencapai 9,0 persen. "Penilaian rakyat atas kondisi politik nasional secara umum saat survei dilakukan menunjukan lebih banyak yang mengatakan buruk atau sangat buruk dibanding mengatakan sebaliknya, baik atau sangat baik," ujar Burhanuddin dalam jumpa pers di Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2012).[14]
Demikian hal dengan masalah politik di Indionesia saat ini sangat berpengaruh kepada ketidak-merataan perekonomian yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin, karena banyaknya kasus korupsi.  Mahkamah Agung memaparkan jumlah perkara korupsi di lembaga peradilan sepanjang 2016. Berdasarkan data MA, penanganan kasus korupsi tahun ini mencapai 453 perkara, menempati urutan kedua setelah kasus narkotik. Sementara kasus narkotik mencapai 800 perkara. Ketua MA Hatta Ali mengatakan, dua perkara itu termasuk dalam pidana khusus yang akan menjadi perhatian bagi para hakim. "Memang yang paling menonjol itu perkara narkotik dan korupsi. Selanjutnya perkara perlindungan anak 367 kasus, KDRT 72 perkara, dan sisanya soal perikanan dan perkara lingkungan," ujar Hatta di Gedung MA, Jakarta, Rabu (28/12).[15]

2.3.3. Konteks Ekonomi dan Masalahnya
            Dalam konteks ekonomi di Indonesia biasa di katakat belum merata. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen).[16]  Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas menyebutkan kondisi perekonomian Indonesia pada 2017 dihadapkan berbagai tantangan yang tidak ringan dan bisa mengejutkan, baik yang datang dari eksternal maupun domestik.[17]
            Ketidak-merataan perekonomian di Indonesia Saat ini tentulah berhubungan dengan masalah korupsi yang berdampak pada kesenjangan sosial di masyarakat Indonesia. Korupsi yang dilakukan oleh para aparatur negara dalam pemerintahan memberikan efek negatif terhadap perkembangan perekonomian, seharusnya para pememimpin pemerintahan memiliki tugas dan fungsi yang luas, di antaranya adalah tugas dang fungsi dalam bidang ekonomi, yaitu mengurangi kemiskinan dan menciptakan suasana yang kondusif untuk pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan, menciptakan keadalian sosio-ekonomi, menjaga stabilitas keuangan, menegakkan hukum dan peraturan.[18]

2.3.4. Konteks Budaya dan Masalahnya
            Dapat kita lihat akhir-akhir ini masalah kasus SARA di Indonesia semakin marak. Pada umunya, orang Indonesia hidup bersama dengan damai dan toleran. Dalam kehidupan sehari-hari di desa, umpamanya, apalagi jika mengahadapai bencana alam, mereka pada umunya saling membantu tanpa memandang agama atau suku orang lain. Akan tetapi oknum-oknum yang tidak berkehendak baik bisa memamfaatkan cap itu untuk menghasut dan menimbulkan permusuhan atau bahkan kekerasan demi kepentingan mereka sendiri (kuasa atau uang) yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan agama atau suku.[19] Menurut Jan S. Aritonang, masalah SARA selama ini dianggap sebagai sesuatu yang negatif, tetapi sekarang sudah waktunya untuk melihatnya sesuatu yang positf sebagai potensi yang memperlihatkan keprihatinan atas pembelengguan dan penindasan kemanusiaan.[20]
      2.4. Kemewahan Hidup dalam Kemiskinan Masyarakat, Menurut Prespektif Kitab Nabi Amos, Diperhadapakan dengan Kehidupan Masyarakat Indonesia Saat Ini.
2.4.1. Konteks Kitab Amos
            Dalam Amos 5-7-17 dapat kita lihat ketidak-adilan sosial. Petani miskin harus membayar pajak sehingga bangkrut dan dipaksa menjadi pelayan dalam tempat tinggal keluarganya yang dulu atau bahkan menjadi salah satu budak di salah satu tempat (lih. 2:6). Perkembangan perekonomian internasional diketika itu menjadi pendorong/ kegilaan akan kemewahan oleh kelompok bangsawan yang berkuasa telah menguras tanah dari daya alaminyah, penggalian barang-barang purbakala telah menemukan adanya kecendrungan yang mencolok, dimana istana-istanah menjadi semakin besar sedangkan rumah-rumah penduduk menjadi semakin kecil. Sebenarnya Amos tidak anti terhadap politik dan perdagangan, tetapi menyeruhkan "celaka" kepada mereka yang telah mengubah keadilan yang dikarenakan suap. [21] Dalam Kitab Amos ini sangat tampak begaimana Negara Hukum Israel telah di perkosa akibat dalam peradilan yang korup (bobrok). Hakim-hakim bersekongkol dengan orang kaya dan prang-orang berpangkat bersekongkol untuk memeras rakyat kecil, mereka yang miskin terpasa membayar banyak pajak kepada tuan tanah yang kaya.[22]
2.4.2. Konteks Indonesia Saat Ini
            Di Indonesia masalah kesenjangan sosial berkaitan dengan adanya perbedaan yang mencolok antara yang kaya dan yang miskin. Tidak dapat dipungkiri hal itu terjadi akibat masalah yang ditimbulkan oleh rakyat Indonesia itu sendiri, sebagai contoh: yakni mencakup persoalan-persoalan depresi, penganguran, hubungan minoritas dan mayoritas yang tidak baik, politik, pelaksanaa hukum yang kurang tegas, masalah agama, masalah kesehatan masyarakat dan lain sebagainya.[23] Salah satu penyebab kesenjangan ini adalah agama dan politik yang di campur-adukkan.  Menurut Presiden Jokowi dalam pidato singkat saat kunjunagan ke pesantren yang beralamat di Mojolaban Jawa Tengah (8/4/2017) . Dalam kesempatan itu, ia kembali menegaskan untuk tidak mencampuradukkan agama dan politik. Ini berkaitan dengan konteks persatuan bangsa."Jangan sampai agama dijadikan komoditas politik‎," tegas Jokowi, . Dia menjelaskan, maksud pernyataannya itu bukan berarti kemudian memisahkan secara tegas antara agama dengan politik. Kedua ranah itu harus tersambung dalam konteks yang benar. Ia menyontohkan bagaimana saat membuat kebijakan harus berlandaskan nilai agama."Politik dan agama harus menyambung tapi dalam konteks benar. Setiap kebijakan harus dilandasi dengan nilai agama . Jadi jangan dibelokan antara agama dan politik," jelas Jokowi.[24]
2.4.3. Peran Gereja dalam Mengatasi Kesenjangan Sosial
Kesadaran gereja untuk mendahulukan kaum miskin yang tidak berdaya, berarti juga memperjuangkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan yang merupakan wujud kesetiaan kepada Yesus Kristus. Kaum miskin yang tidak memiliki akses mudah memenuhi kebutuhan pokok, memeperoleh fasilitas kesehatan dan pendidikan. Menurut Banawiratma dalam bukunya 10 Agenda Pastoral Tranformatif orang-orang miskin dalam kitab PL maupun PB memperlihatkan bahwa: (a) kaum miskin bukan ditentukan oleh sifat religius mereka tetapi disebabkan oleh kemiskian fisik, (b) kaum miskin dalam aliktab juga merupakan kaum dealektis yang disebabkan oleh kelompok-kelompok yang bertindak tidak adil dan menyingkirkan mereka, dan (c) Kaum miskin dalam alkitab adalah kelompok dinamis. Mereka bukan korban-korban pasif dalam sejarah, melalui dan besama mereka, Allah mempentuk sejarah-Nya.[25] Dari segi etis dasar perjuangan kaum miskin adalah hak mereka atas bagian yang adil dari hasil kerja seluruh masyarakat, terutama atas hasil kerja mereka sendiri. Mereka secara moral berhal menuntutnya dan untuk memperjuangkannya.
2.4.4. Peran Pemerintah dalam Mengatasi Kesenjangan Sosial
            Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta bahwa pada tahun 2017 pemerintah harus fokus pada kesenjangan sosial. Sebab, saat ini masih banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. "Saya ingin menekankan bahwa tahun 2017 ini kita berkomitmen untuk fokus mengatasi soal kesenjangan sosial termasuk ketimpangan akses untuk memperoleh keadilan," kata Jokowi di Kantor Presiden, Selasa (17/1/2017). Ketidakadilan tidak hanya dirasakan pada sektor ekonomi, melainkan juga pada sektor hukum. Untuk itu, Jokowi meminta agar berbagai sektor dapat dibenahi demi keadilan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. "Masih banyak kelompok masyarakat kita masyarakat marjinal yang belum memperoleh perlindungan dan badan hukum yang memadai untuk memperjuangkan keadilan," jelasnya.[26]  Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar pertemuan dengan para pimpinan lembaga negara di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (14/3) untuk membahas dan mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan ekonomi dan mengatasi kesenjangan sosial di masyarakat. Menurutnya pertemuan ini ‎untuk membangun optimisme bersama tentang program-program yang tengah dan akan dilakukan pemerintah. Dia menambahkan langkah awal yang dilakukan pemerintah dengan membagikan konsesi-konsesi kepada rakyat, kepada tanah adat, kepada koperasi-koperasi dan lain sebagainya‎. Selain itu, terangnya ‎pemerintah juga akan mempercepat pembagian sertifikat tanah kepada masyarakat. Hal itu dilakukan agar masyarakat memiliki akses penguasaan tanah untuk dikelola mereka.[27]
III. Analisa Penyeminar
            Kesenjangan sosial adalah sesuatu yang menjadi suatu mimpi buruk atau tugas besar bagi pemerintah untuk diselesaikan. Dimana kesenjangan sosial adalah suatu masalah yang sukar untuk diselesaikan karena berhubungan dengan aspek-aspek yang harus diketahui secara mendalam dan pendekatan lebih dalam serta adanya saling keterkaitan diberbagai aspek. Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidak seimbangan sosial yang ada didalam masyarakat antara si kaya dan si miskin.
            Perbedaan antara sikaya dan simiskin yang terjadi pada masa nabi Amos tidak jauh berbeda dari kejadian di Indonesia saat ini. Dimana para kalangan atas (Sikaya dan Pemerintah) tidak begitu peduli dengan keadaan saudara mereka (Si miskin) yang seharusnya di perhatikan. Dalam hal ini gereja dan pemerintah harus mengatasi pergumulan tersebut sebagai tanggungjawab dari tugas yang sudah diberikan Tuhan kepada mereka.
IV. Refleksi Teologis
Kemiskinan dan penindasan hampir setua umur umat manusia. Meskipun Hukum Allah bagi orang Israel bertujuan melindungi orang miskin dan meringankan penderitaan mereka, Hukum tersebut sering kali diabaikan. (Amos 2:6).  Anda mungkin pernah mendengar sabda bahagia Yesus dalam Khotbah di Bukit (Matius 5:1-10). Berikut ini adalah "sabda bahagia" dari Perjanjian Lama yang kurang dikenal: "Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah" (Mazmur 41:2).
Kata dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan menjadi "memperhatikan" sesungguhnya berarti "memikirkan orang lain". Sedangkan yang diterjemahkan menjadi "lemah" sesungguhnya berarti "mereka yang membutuhkan".
Bayangkanlah mereka yang hidup bagi diri mereka sendiri, selalu berusaha memperoleh keuntungan, dan mencari kesenangan pribadi. Bandingkanlah dengan mereka yang mau memberi diri bagi orang lain. Manakah di antara mereka yang memiliki ketenangan, kekuatan, dan sukacita di dalam diri mereka?
Semoga seminanar ini dapat memepberikan refleksi bagi kita untuk memperhatikan orang miskin dan lebih peduli kepada mereka. Temukanlah berkat Allah dengan memperhatikan orang yang lemah.
V. Kesimpulan
            Dari   pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya kemewahan hidup dalam masyarakat kemiskinan dalam konteks kitab nabi Amos tidak beda jauh dari keadaan kesenjangan sosial di Indonesia saat ini. Dimana kepedulian dan keadilan kepada kaum lemah tidak diperhatikan dengan baik..
VI. Daftar Pustaka
A. Van Gemeren Willem, Penginterpretasia Kitab Para Nabi, Jakarta: Penerbit Momentum, 2007
            Adi Rianto, Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012
            Aritonang Jan S.,  Sejarah Perjumpaan Islam Kristen di Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2006
Banawiratma, SJ, 10 Agenda Pastoral Tranformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil, Gender, Ham, dan Lingkungan Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2002
            Bergant Dianne, Robert J. Karris (ed), Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, Yogyakarta: KANISIUS, 2002
            Brownlee Malcolm, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, Jakarta: BPK-GM, 2004
C. Vriezen Th., Agama Israel Kuno, Jakarta, BPK-GM, 1983
Conrad Boerma, Dapatkah Orang Kaya Masuk Sorga, Jakarta: BPK-GM, 1986
Frank Boyd M., Sejarah Nabi-nabi Kecil, Jakarta: BPK-GM, 1999
            Kalla M. Jusuf, Korupsi Mengorupsi Indonesia, Jakarta: PT Gramedia. P. Pustaka Utama, 2009
            Karniavan M. Tito. Indonesia Top Secret: Membongkar Konflik Poso. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
            Ludji Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung: BMI, 2009
            Ludji Barnabas, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, Bandung: BMI, 2009
            Muller Johannes, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu Jakarta: : PT Gramedia. P. Pustaka Utama, 2006
Redaksi PT BPK Gunung Mulia, Stop Kekerasan: Pemahaman Alkitab tentang Nirkekerasan, Jakarta: BPK-GM,ttp
Saragih Agus Jetron, Teologi Perjanjian Lama dalam Isu-isu Kontekstual, Medan: Bina Media Perintis, 2015
Sumber Lain:
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/02/190000126/bi.kondisi.perekonomian.indonesia.2017.mengejutkan.
            http://economy.okezone.com/read/2017/01/17/20/1593630/presiden-jokowi-fokus-atasi-kesenjangan-sosial-di-2017
            http://nasional.kompas.com/read/2012/02/19/17205490/LSI.Politik.Indonesia.Cenderung.Memburuk
            http://news.liputan6.com/read/2914171/jokowi-jangan-jadikan-agama-komoditas-politik
            http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161228182616-12-182732/ma-jumlah-perkara-korupsi-meningkat-sepanjang-2016/
            https://ekbis.sindonews.com/read/1188298/34/jokowi-minta-saran-pimpinan-lembaga-negara-atasi-kesenjangan-1489488681
            https://news.detik.com/berita/d-3448685/menag-hingga-kapolri-bicara-kebebasan-beragama-di-kongres-komnas-ham
            https://news.detik.com/kolom/d-3381399/ancaman-dan-optimisme-keamanan-di-tahun-2017
https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1378



[1] Boerma Conrad, Dapatkah Orang Kaya Masuk Sorga, (Jakarta: BPK-GM, 1986), 11
                [2]Malcolm Brownlee, Tugas Manusia dalam Dunia Milik Tuhan, (Jakarta: BPK-GM, 2004), 81--82
                [3] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, (Bandung: BMI, 2009), 56
[4]  Th. C. Vriezen, Agama Israel Kuno, (Jakarta, BPK-GM, 1983), 220
[5] Agus Jetron Saragih, Teologi Perjanjian Lama dalam Isu-isu Kontekstual, (Medan: Bina Media Perintis, 2015), 142
[6] Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud dalam proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Lih. Tim Redaksi, KBBI, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 780
[7]Redaksi PT BPK Gunung Mulia, Stop Kekerasan: Pemahaman Alkitab tentang Nirkekerasan, (Jakarta: BPK-GM,ttp) 50-51
[8]
[9] Bnd. Willem A. Van Gemeren, Penginterpretasia Kitab Para Nabi, (Penerbit Momentum, 2007), 139
                [10] Barnabas Ludji, Pemahaman Dasar Perjanjian Lama 2, (Bandung: BMI, 2009), 52
                [11] https://news.detik.com/kolom/d-3381399/ancaman-dan-optimisme-keamanan-di-tahun-2017
                [12] https://news.detik.com/berita/d-3448685/menag-hingga-kapolri-bicara-kebebasan-beragama-di-kongres-komnas-ham
                [13] M. Tito Karniavan. Indonesia Top Secret: Membongkar Konflik Poso. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 75
                [14]http://nasional.kompas.com/read/2012/02/19/17205490/LSI.Politik.Indonesia.Cenderung.Memburuk
                [15] http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161228182616-12-182732/ma-jumlah-perkara-korupsi-meningkat-sepanjang-2016/
[16] https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1378
                [17]http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/11/02/190000126/bi.kondisi.perekonomian.indonesia.2017.mengejutkan.
                [18] M. Jusuf Kalla, Korupsi Mengorupsi Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia. P. Pustaka Utama, 2009), 347
                [19] Johannes Muller, Perkembangan Masyarakat Lintas Ilmu (Jakarta: : PT Gramedia. P. Pustaka Utama, 2006), 167
                [20] Jan S. Aritonang,  Sejarah Perjumpaan Islam Kristen di Indonesia, (Jakarta: BPK-GM, 2006),  507
                [21] Dianne Bergant, Robert J. Karris (ed), Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama, (Yogyakarta: KANISIUS, 2002), 660
[22] Boyd M. Frank, Sejarah Nabi-nabi Kecil, (Jakarta: BPK-GM, 1999),17
                [23] Rianto Adi, Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2012), 75-76
                [24] http://news.liputan6.com/read/2914171/jokowi-jangan-jadikan-agama-komoditas-politik
[25] Banawiratma, SJ, 10 Agenda Pastoral Tranformatif: Menuju Pemberdayaan Kaum Miskin dengan Perspektif Adil, Gender, Ham, dan Lingkungan Hidup, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 22.
                [26]http://economy.okezone.com/read/2017/01/17/20/1593630/presiden-jokowi-fokus-atasi-kesenjangan-sosial-di-2017
                [27]https://ekbis.sindonews.com/read/1188298/34/jokowi-minta-saran-pimpinan-lembaga-negara-atasi-kesenjangan-1489488681

Khotbah semptember 2020

 Minggu, 6 September 2020, 13-Set Trinitatis Tema : Manusia Tidak Untuk Diperjual-belikan Ev : Matius 27: 1-10 Pengantar Era globalisasi...