Khotbah
Bukanlah Stand Up Comedy
Oleh:
Johannes Nababan , STh
D
|
isuatu
ketika adalah seorang Pengkhotbah berkhotbah di suatu Gereja. Pada saat
berkhotbah pengkhotbah tersebut menyadari bahwa jemaat yang mendengarkan khotbahnya
tidak serius. Sangat jelas dilihat pengkhotbah
bahwa jemaat sangat bosan mendengar
khotbahnya. Sehingga pengkhotbah tersebut berfikir, bagaimana caranya agar
jemaat mau mendengarkan khotbahnya dengan serius. Lalu dia membuat sebuah
ilustrasi, “ada sebuah ilustrasi” kata pengkhotbah tersebut, secara spontan
jemaat langsung kelihatan semangat ingin mendengarkannya. Menyadari keadaan
tersebut pengkhotbah melanjutkan khotbahnya. Dulu, ketika saya masih duduk di
Sekolah Dasar saya dapat hadia sebuah sepeda dari orang tua saya, kata pengkhotbah.
Ketika saya diberikan sepeda tersebut dari orang tua saya, saya diberi nasehat
supaya saya tidak membawa sepeda tersebut ke jalan yang ada turunannya, dengan
alasan karena saya masih kecil, tidak mampu menahan rem sepeda dengan kuat,
karena apabila itu terjadi saya akan jatuh dan terluka. Saya tidak mengindahkan
nasehat orang tua saya, saya malah membawa sepeda saya ke jalanan yang ada
turunannya, dan benar saya terjatuh dan terluka. Itulah akibat tidak mau
mendengarkan pengajaran dan nasihat orang tua. Mendengarkan ilustrasi tersebut
jemaat sangat segar, senang dan tidak ngantuk lagi, lalu pengkhotbah
melanjutkan khotbahnya. Saya heran kata pengkhotbah tersebut, “kenapa ketika
saya berbicara dari mimbar ini tentang kebodohan saya di sama kecil saya yang
tidak mau mendengarkan nasihat orang tua, bapak/ ibu (jemaat) semangat
mendengarkannya?” “kenapa ketika saya berbicara tentang Firman Tuhan bapak/ ibu
tidak semangat, bosan bahkan ada yang ngantuk?”. Apa yang salah dalam situasi
ini?.
Sikap
dari Seorang Pengkhotbah
Orang Kristen (jemaat) sangat
mendambahkan khotbah yang penuh dengan kata-kata motivasi dan humoris.
Sebenarnya tidak ada yang salah mengenai khotbah yang humoris, yang salah adalah ketika kita
sebagai orang Kristen hanya mengingat hal yang humoris tersebut dan melupakan
apa pesan Firman Tuhan dalam khotbah yang disampaikan oleh pengkhotbah.
Khotbah adalah penyampaian pesan Tuhan kepada umat-Nya berdasarkan
kebenaran Firman Tuhan, dalam hal ini Alkitab. Alkitab tidak pernah salah dan
dapat disalahkan oleh manusia, karena Alkitab adalah Firman Allah. Manusia
dapat bersalah dalam menyampaikan Firman Tuhan melalui khotbah. Berkhotbah
adalah seni penyampaiaan pesan Tuhan kepada Umat-Nya yang tidak mudah
dilakukan, sekalipun ada yang menganggap bahwa berkhotbah itu mudah dan dapat
dilakukan oleh siapa pun. Semua orang bisa berkhotbah, itu benar. Tetapi tidak
semua orang dapat menjadi pengkhotbah yang benar.
Setiap pengkhotbah mempunyai caranya
sendiri. Dalam hal ini tidak ada prinsip yang ditentukan untuk menyampaikan
khotbah. Tuhan memberi kepada kita banyak kebebasan. Maka dari itu setiap
pengkhotbah hendeknya mencari metode yang paling cocok dengan bakat dan
waktaknya. Selain itu cara meyampaikan khotbah ditentukan oleh situasi. Adalah
berbeda sekali, bila Firman Tuhan yang dibawakan itu untuk ibadat gereja atau
untuk mengabarkan Injil. Selanjutnya perlu diperhitungkan juga, apakah yang
berkunjung itu banyak pemuda/i dan orang dewasa saja, atau ada juga yang masih
anak-anak remaja dan anak-anak kecil. Perlu diperkirakan juga, apakah
tempat-tinggal pengunjung gereja itu di kota atau di desa. Adakah tradisi di
tempat tersebut yang kuat atau pengaruh besar sekularisasi. Hal ini juga penting
diperhatikan oleh seorang pengkhotbah agar khotbah tersebut tidak hal yang
membosankan dedengarkan oleh jemaat.
Humor
dalam Khotbah
Humor dalam khotbah bisa disisipkan
sebagai hiburan yang bertujuan mencairkan suasana, bukan untuk membuat candaan
yang akhirnya jemaat melupakan pesan khotbah
dan subtansi khotbah itu sendiri. Pengkhobah harus mengendalikan
diri dalam membuat humor, sebab
kemampuan manusia untuk hal yang menyenangkan lebih mudah diingat dari pada hal
yang serius ataupun makna pesan itu sendiri. Sebab pengkhotbah bukanlah pembuat
humor seperti seorang Comic (sebutan kepada orang yang berpropesi Stand Up
Comedy) tetapi menggunakan humor untuk
mencapai tujuan yang jelas yaitu subtansi Firman Tuhan dapat dipahami dan
dilakukan oleh jemaat.
Berkhotbah membutuhkan pergumulan dan
persiapan yang baik, tetapi mendengarkanpun membutuhkan persiapan. Dapat kita
menilai berbagai macam khotbah. Baik itu khotbah berapi-api, khotbah
komunikatif dan humoris, khotbah
monoton, atau khotbah yang datar tapi semuanya itu sama. Firman Allah tidak
hanya datang melalui khotbah yang berapi-api atau khotbah yang humoris tapi
juga ada dalam khotbah yang tidak berapi-api dan humoris, tapi hal ini bukan
menjadi excuse bagi pengkhotbah.
Khotbah asal jadi tentuk tidak baik, akan tetapi kita juga harus pahami, tidak
semua pengkhotbah punya talenta dalam menyampaikan khotbah yang berapi-api dan
humoris. Jadi, kalau seorang pengkhotbah memberitankan Firman Tuhan, sebenarnya
kita juga harus sungguh-sungguh bergumul dan serius mendengarkannya.
Jangan
Bosan Mendengarkan Khotbah
Yehezkiel
3:1-9 dan Wahyu 10:8-11 dua kali Tuhan memberikan panggilan yang sama kepada
hambaNya, “Makanlah firman ini, yang manis bagaikan madu dalam mulutmu.” Firman
Tuhan adalah firman yang indah; firman Tuhan adalah firman kehidupan yang
manis, firman yang memberikan keselamatan bagi kita. Firman Tuhan itu tidak
jauh dari hidup kita. Bukan saja firman itu muncul menjadi perkataan dan
tulisan, tetapi firman itu ada di dalam diri Tuhan kita Yesus Kristus. Ia
adalah firman yang menjelma menjadi manusia dan diam di antara kita (Yohanes
1:14). Itu bukan saja firman yang diucapkan dan dikatakan, tetapi firman itu
dinyatakan olehNya. Firman itu menyatakan pengampunan, firman itu menyatakan
kasih Allah. Ia tidak bersungut-sungut dan memaki orang. Firman itu berbicara
mengenai apa artinya kita tahan dan teguh.
Paulus
berkata, “Karena akan datang waktunya orang tidak dapat lagi menerima ajaran
sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk
memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari
kebenaran dan membukanya bagi dongeng…” (2 Timotius 4:3-4). Ini adalah tragedi
yang dahsyat yang dibukakan oleh firman Tuhan, realita yang akan dan sudah
terjadi. Ini bukan bicara mengenai orang-orang yang ada di luar gereja; ini
bukan telinga dari orang-orang yang tidak percaya. Ayat ini bicara mengenai
orang-orang yang justru ada di dalam gereja, yaitu sekumpulan orang-orang
Kristen yang memang tidak mau mendengar firman Tuhan, yang hanya mau mendengar
apa yang dia mau dengar, yang hanya mau mendengar apa yang dia suka.
Kesimpulan
Kita
hidup dalam dunia yang kian bergelora, disamping kemajuan teknologi yang pesat
kita juga diperhadapkan dengan berbagai masalah yang dapat menjauhkan kita dari
pada Tuhan. Untuk itu kita sangat
membutuhkan firman Tuhan sebagai penuntun langkah hidup kita setiap hari,
karena "Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi
jalanku." (Mazmur 119:105). Semakin kita mempertajam
pendengaran akan firman Tuhan, iman kita akan semakin kuat di dalamNya.
"...tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah."
(Ibrani 11:6a). Sebaliknya, saat kita terus membuka telinga untuk
perkara-perkara dunia ini, maka pikiran dan perbuatan kita pun akan semakin
duniawi, sebab situasi di sekeliling dan apa yang terlihat mata sangat mudah
mempengaruhi kita "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu
keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal
dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan
keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya."
(1 Yohanes 2:16-17).
Jong, S. de, Khotbah: Persiapan-Isi-Bentuk¸Jakarta: BPK-Gunung Mulia, 2008
Hidayat Paul, “Pengajaran dan
Relevansinya dalam Kehidupan Gereja”, dalam,
Berteologi dalam Anugrah, Cipanas: STT-Cipanas, 1997
Wijaya Hengki, khotbah untuk pendidikan warga jemaat, Makasar: STT-Jaffary, 2018
Raprap, L.Z. Maaf, Ini “teh berani”: kumpulah khotbah jenaka Pdt. L.Z. Raprap, Jakarta:
BPK-Gunung Mulia, 2010